Rapunza melepas kaca mata hitam yang selalu menemaninya itu, menutup kedua matanya yang kelelahan jika selesai bekerja. Sebenarnya Rapunza sudah sangat lelah dan bosan dengan kehidupannya.
Rapunza menatap jendela pesawat yang kini memberinya sebuah pemandangan kian dekat dengan mata. Itu artinya akan segera sampai.
"Tidak jadi ke vila, kita ke hotel." putus Rapunza pada asistennya yang tak jauh darinya.
Lusi menatap Rapunza yang selalu datar itu. "Baik, segera saya siapkan." balasnya formal.
Rapunza menghela nafas, berhenti menatap pemandangan indah itu dan kembali memakai kaca mata hitamnya.
Penampilan Rapunza selalu terlihat mewah dari ujung kaki hingga ujung kepala, rambutnya yang sangat panjang ikal bergelombang dengan di tutupi hiasan rambut berkerlap-kerlip berlian.
Jujur saja, Rapunza tidak nyaman dengan apa yang di pakainya. Tapi, sudah jadi resiko. Dia penerus perusahaan termuda, cantik, banyak penggemar. Dia mendadak jadi artis sejak di tunjuk menjadi penerus.
***
Rapunza diam menatap pemandangan kota yang dia kunjungi, kota yang pertama kali dia datangi.
"Di sini ada dua cabang, nona. Keduanya selalu ramai, maka dari itu tuan berencana untuk menambah lagi." terang Lusi.
"Dan merepotkan anaknya yang harusnya sedang liburan." sebal Rapunza.
Lusi mengulum senyum saat melihat Rapunza merajuk. "Nona bisa liburan di sini, ke tempat kerja dan mencari tempat untuk usaha baru mungkin tidak akan lama." jelasnya sambil kembali menatap jadwal Rapunza.
Rapunza menghela nafas lalu menegakan duduknya saat dia melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Putar balik!" pintanya cepat.
"Ya? Sekarang nona?" tanya Sopir.
"Iya! Cepat putar balik!"
Mobil termahal di negara ini pun terparkir di depan sebuah cafe yang mencuri perhatian Rapunza.
"Ini tempat apa?" tanyanya pada Lusi, dia hanya menatap pintu yang dihiasi berbagai bentuk ikan laut.
"Sepertinya—" ucapan Lusi terhenti saat Rapunza masuk begitu saja saking penasaran.
Rapunza menatap sekeliling dengan berbinar cerah, rasa lelahnya sontak terobati dengan nuansa laut ini.
"Sebentar lagi akan ada pertunjukan mermaid spesial setiap akhir pekan—"
Rapunza menatap pria yang berdiri di dekat akuarium besar bernuansa laut itu, memberi pengumuman. Tiba-tiba dia merasa dejàvu, semua terasa melambat namun jantungnya berdebar.
Suara gemuruh tepuk tangan membuat Rapunza berdiri semakin mematung, menatap lurus akuarium yang ada di cafe unik ini.
Suara air yang di lompati sesuatu terdengar walau tidak ketara karena tertutupi banyaknya suara di sekitar Rapunza.
Rapunza menahan nafas, tubuhnya limbung sedikit membuat Lusi menahannya kaget.
"Nona baik-baik saja?" tanyanya.
Rapunza tidak melepaskan tatapannya pada mermaid tampan di dalam akuarium itu, begitu ahli meliukan ekornya bersama ikan-ikan laut itu.