Pagi pun tiba, mengusik kedua insan yang tengah terlelap setelah semalam bergulat hebat di sana-sini sampai Rapunza angkat tangan hampir pingsan.
Yang lebih dulu bangun Boy. Tubuhnya bergerak kecil dengan mata perlahan terbuka, tertutup lagi lalu terbuka sepenuhnya.
Boy menarik sebelah lengannya yang kebas di jadikan bantal oleh Rapunza itu lalu mendudukan diri dan menguap nikmat.
Boy menyugar rambutnya yang acak-acakan, melepas selimut lalu turun dari kasur dengan agak sempoyongan sesaat.
Rapunza menggeliat. "Mau kemana?" suara seraknya menyapa dengan kedua mata masih terpejam.
Boy menghentikan ayunan langkahnya. "Mandi, sayang," jawabnya.
Rapunza dengan manja mengulurkan tangannya. "Nanti, sini dulu.." rengeknya.
Boy tidak risih, dia kembali naik ke atas kasur, membiarkan tubuhnya di belit Rapunza yang manja itu.
"Udah jam 7 pagi, ga mau jemput papah dari rumah sakit? Udah boleh pulang loh hari ini," Boy menyisir rambut Rapunza, menyeka beleknya juga.
"Sore, kata mamah semalem pulangnya papah itu sore," Rapunza menepis pelan jemari Boy yang mengganggu.
Boy mengecup kepala Rapunza gemas, meremas lemak di pinggangnya lalu mengecup sepanjang bahu yang terekspos.
"Mau tidur, di peluk bukan di cium-cium!" Rapunza menggeliat menolak ciuman Boy yang semakin turun itu.
"Pake kaos dulu," Boy meraih kaosnya untuk menutupi kepolosan Rapunza yang mengundangnya ingin lagi dan lagi itu.
Rapunza pasrah, pokoknya dia ingin tidur di peluk Boy sampai terlelap hari ini titik!
***
Rapunza berjalan lunglay, menuju kamar mandi saat ingat ingin melakukan test urine.
Hingga semua selesai, tidak ada perubahan dan Rapunza pun kembali ke atas kasur, memeluk Boy yang terlelap kembali itu.
Setelah sekian lama Rapunza membuka mata, Boy sudah tidak ada di sampingnya. Pantas saja pelukan yang terasa hangat hilang.
"Boy, kamu di mana?" Rapunza menyingkirkan selimut, turun dari kasur lalu mengedarkan pandangan.
Rapunza lebih dulu melirik jam di dinding yang ternyata menunjukan pukul satu siang. Mungkin Boy sedang makan.
Kaki telanjangnya berlari kecil menuju lantai bawah.
Boy menghentikan tegukannya, menyimpan gelas yang berisi air itu lalu tersenyum menyambut kedatangan sang istri.
"Kenapa ga pake sandal rumah? Kotor dan dingin, sayang." Boy mengusap lengan Rapunza, membiarkan istri manjanya duduk di pangkuan.
"Kenapa ga bangunin, aku lapar juga, Boy!" sebalnya lalu bersandar di bahu lebar Boy.
Boy mengusap punggung Rapunza. "Kamu nyaman banget tidurnya, aku ga berani ganggu. Kasihan, karena aku sampe cape," bisiknya di akhir.
Rapunza menipiskan bibir lalu mulai mencolek makanan bekas Boy, memastikan enak atau tidak pesanan suaminya itu.
"Em!" Rapunza menegakan duduknya, berbalik memunggungi Boy dan mulai melanjutkan makan di piring baru.
"Duduknya di kursi samping ya, sayang," Boy menyentuh setiap sisi pinggang Rapunza.
"Ga mau! Mau di sini!" tegasnya keras kepala namun juga agak manja.