Boy tersenyum menyambut Catrin yang baru keluar dari rumah gadis itu. Ceritanya Boy menjemput Catrin untuk ke sekolah bersama-sama.
Setelah pertengkaran hari itu Boy dan Catrin memang tidak berkomunikasi lagi, bahkan Boy tidak tahu kabar Rapunza juga. Tas mahalnya Rapunza juga masih ada pada Boy.
Dua minggu berlalu. Boy mulai berusaha mendekati Catrin dan menjelaskan semuanya. Dia sudah cukup lama intropeksi diri dan mengakui kalau dia salah karena sempat melirik perempuan lain.
Catrin yang memang masih sayang pun mencoba memberi Boy kesempatan kedua.
"Sarapan udah?" tanya Boy sambil mengulurkan helm.
Catrin menerima lalu memakainya. "Belum sarapan, mau bareng aja nanti di kantin sekolah. Kamu belum sarapankan?" Catrin pun mulai naik.
"Hm, aku selalu di kantin sekolahkan." Boy mulai menyalakan mesin motornya namun urung melaju saat papah Catrin memanggil Catrin di ambang pintu gerbang.
"Apa-apaan! Kamu masih berhubungan dengan laki-laki itu?!" bentaknya keras.
Catrin panik, dia pikir papahnya masih lama turun ke bawah. "Papah! Bahas nanti, Boy kita berangkat cepet!" paniknya.
Boy mengerjap bingung.
"Berani kamu maju, saya laporkan kamu ke polisi karena kamu tidak dapat izin dari saya!" tegasnya.
Boy mematikan mesin motornya membuat Catrin memucat dan terpaksa turun dari motor. Dia yakin papahnya akan memarahi Boy habis-habisan.
"Saya dari awal tidak setuju Catrin pacaran dan apalagi sama kamu! Kamu tidak memiliki prestasi di atas Catrin—"
"Pa!" Catrin menyela tidak terima Boy di hina begitu.
"Diam kamu! Mulai tidak nurut sama papah ya?! Mau papah kirim kamu ke tempat nenek?!"
Boy menghela nafas sabar, dia memang tidak memiliki apa-apa. Sekolah kadang bolos karena sibuk mencari uang.
Boy menyentuh lengan Catrin agar berhenti membelanya yang mengakibatkan pertengkaran antara ayah dan anak itu.
"Maaf, om. Saya tidak izin dulu, saya tanya pada Catrin katanya om lagi tidak ada di rumah. Lain kali saya akan i—"
"Tidak ada lain kali! Kamu masih kurang jelas? Saya ingin kamu jauhi Catrin!"
***
"Maaf, aku salah." Catrin mencekal lengan Boy yang melewatinya.
Mereka tidak jadi berangkat sekolah bersama.
Boy melepas cekalan itu dengan agak kecewa. Ternyata selama ini Catrin berbohong soal orang tuanya.
"Ga papa. Kamu sarapan dulu, aku langsung ke kelas."
Lagi-lagi Catrin mencekal lengan Boy. "Aku tahu kamu marah, tapi kita harus tetep sarapan. Aku ga mau kamu sakit." tatapan Catrin meredup sedih.
Baru saja baikan, kenapa datang lagi masalah baru. Catrin jadi lelah dengan jalan percintaannya.
"Aku—" Boy menggantung ucapannya, dia mematung saat melihat siswi di belakang punggung Catrin.
Di sana ada Rapunza dengan seragam rapih dan pita mahal pengganti dasi. Tasnya tak kalah mewah, senada dengan sepatunya.
Rapunza menatap sekitar sesaat, dia baru ingat kalau ini memang sekolah biasa yang menjadi tempat Boy sekolah.