Rapunza melambaikan tangannya yang di baluti sarung tangan berbahan brukat. Senyum riangnya mengiringi.
Boy dan Zoni membalas lambaian itu sekilas. Boy menatap datar kepergian Rapunza sedangkan Zoni kini menatap Boy.
"Lo buat kejahatan apa?" tanya Zoni dengan senyum geli.
Boy menautkan alis, wajahnya di tekuk tersinggung padahal pertanyaan Zoni tidak terdengar menyudutkan. Boy panik sendiri.
"Engga! Apaan sih lo, ngaco ya kalo ngomong." sewotnya.
"Dih, sensi bener!" Zoni pun bergerak membawa langkahnya untuk masuk ke rumah Boy.
"Boy, mak lo kapan pulang?"
Boy mendudukan tubuhnya di sofa. "Tahun depan, katanya mau lebaran di sana. Kalau pulang sekarang ribet, harus cari ongkos pesawat lagi." jawabnya.
"Oh bagus deh, gue sering nginep ya di sini.".
"Ga! Ngapain, pulang-pulang!"
***
"Papah.." Rapunza dengan riang memeluk Bagas yang baru pulang dari China. "Oleh-olehnya mana?" tangannya menengadah dengan senyum tidak luntur.
Bagas mengusap kepala Rapunza. "Ada, nanti di anterin ke kamar." jawabnya.
Senyum Rapunza luntur. "Papah sehatkan?" Rapunza menatap wajah Bagas yang pucat, kantung matanya terlihat, keriput yang biasanya tetap terlihat segar kini agak berbeda.
Bagas membelai setiap sisi pipi Rapunza. "Papah sehat, papah cuma perlu istirahat, Rapunza." jawabnya.
Bagas dan Rapunza menoleh pada Zoela yang baru datang dari lift.
Rapunza pun memberi ruang untuk Zoela menyambut papahnya.
Bagas membalas pelukan Zoela, mengecup kepalanya dengan rindu. Masalah yang mereka hadapi selama pernikahan memang tidak mudah.
Bagas rindu masa-masa dulu.
"Rapunza ke depan sebentar, mau ke mba Ayunin." pamitnya lalu bergegas mengambil kesempatan.
Rapunza hari ini ingin mengunjungi Boy di rumahnya. Hari minggu seperti ini tidak mungkin Boy masih bekerjakan?
"Kamu sakit?" tanya Zoela agak gengsi sebenarnya, mereka masih marahan.
Bagas mengurai pelukan lalu mengusap sebelah pipi Zoela sekilas. "Hanya lelah." jawabnya sambil menatap wajah Zoela sendu.
Bagas kembali mengusap wajah Zoela. "Kita ngobrol." ajaknya. Bagas sudah berpikir lama, sudah saatnya dia memperbaiki masalah yang terus dia abaikan selama ini.
***
"Kamu ga jujur!" suara Catrin bergetar kecewa, kedua matanya mulai basah.
Boy meraih lengan Catrin walau lagi-lagi di tepis. "Aku sama dia emang ga ada hubungan apapun. Aku ga jujur cuma karena takut kamu cemburu, kamu harus fokus latihan buat perlombaan IPA. Aku ga mau kamu gagal apalagi karena aku." jelasnya.
Catrin tetap marah walau agak tersentuh dengan alasan yang Boy buat.
"Gosip kamu sama dia bikin orang-orang salah paham sama kamu. Aku ga suka kamu di jelek-jelekin!" Catrin terisak, dia benar-benar sayang Boy. Dia tidak suka mendengar orang-orang membicarakan Boy sesuka mereka.