Namanya Asmita Batari

4.6K 313 6
                                    

Kenalan sama Asmita, yuk!

Jangan lupa follow dan tinggalkan voment kalian! :)

_______________________________________________________________________________

Lampu sudah temaram, Tala nampak sudah tertidur lelap di atas ranjang besar itu. Bayi mungil itu terlihat nyenyak dan sama sekali tidak terganggu dengan suara pintu kamar yang terbuka dan tertutup. Estu mendekati ranjang dan menatap Tala dengan pandangan sendu. Rasanya baru kemarin, Alya pergi, tapi nyatanya sudah tiga tahun berlalu. Tala sudah semakin besar dan juga pintar.

Estu ingin mengatakan banyak terima kasih kepada Alya yang sudah memberikannya putra yang menggemaskan dan juga cerdas seperti Tala. Sayang sekali, dia tidak memiliki waktu untuk melakukan hal tersebut. Estu kemudian menaiki ranjang dan duduk dengan punggung yang bersandar pada kepala ranjang. Matanya menatap lurus ke arah meja rias yang ada di sebelah kanan pintu masuk.

Alya suka sekali berlama-lama di depan meja rias tersebut. Biasanya, istrinya itu selalu membersihkan makeup yang ia pakai sebelum kemudian mandi dan memakai krim perawatan wajahnya. Estu selalu suka melihat Alya yang sibuk merawat kulitnya sembari bercerita tentang kesehariannya, dan tentu saja hal itu setelah Estu bertanya kepada wanita itu.

"Sudah tiga tahun, Al," bisiknya di tengah malam yang sunyi.

Pagi harinya, Estu terbangun saat jam sudah menunjukkan pukul enam pagi. Dia yang segera bergegas mandi dan berpakaian rapi mendengar suara pertemuan antara wajan dan juga spatula dari arah dapur. Ratih datang lebih awal hari itu karena asisten rumah tangganya itu harus pulang sebelum pukul dua belas siang. Dia memiliki jadwal ujian hari itu.

Estu keluar kamar pukul setengah tujuh pagi. Dia segera menuju ke dapur dan menemukan ibunya yang sedang duduk sembari memotong sayuran seperti wortel dan juga kentang.

"Selamat pagi!"

Suara Estu membuat Dyah menoleh ke belakang dan tersenyum melihat siapa yang datang. "Selamat pagi!" Dyah menyapa putranya dengan bibir tersungging. "Tala masih tidur, ya?" tanya wanita itu.

Estu mengangguk sambil duduk tepat di seberang sang ibu. "Aku udah pasang bantal di kanan, kiri dan bagian bawah biar Tala nggak jatuh," ucapnya.

Dyah melirik sang putra sekilas dan mengangguk. Tak lama setelahnya, Ratih datang dengan sepiring nasi goreng beserta telur mata sapi untuk sarapan Estu pagi itu. Wangi aroma bawang putih, bawang merah dan cabai yang ditumis bersama dengan nasi kemudian ditambah dengan saus tiram dan bumbu pelengkap lainnya membuat air liur Estu hampir menetes. Wangi sekali.

Dia ingat, Alya sering sekali memasak nasi goreng untuknya. Wanita itu tidak terlalu pandai memasak. Rasa masakannya juga biasa saja, tapi entah kenapa bagi Estu masakan Alya tetap yang terbaik di lidahnya. Dia merasa semakin bersemangat meski hampir setiap hari Alya membuatkan nasi goreng atau roti dengan selai cokelat sebelum Estu berangkat bekerja.

Pagi itu, Estu pikir dia akan sedikit tenang dan tidak terburu-buru untuk pergi ke kantor karena dia berangkat lebih awal dari biasanya. Hanya saja, dia kurang beruntung karena pagi itu tiba-tiba mobilnya mogok dan dia harus menghubungi bengkel langganannya supaya mobilnya bisa dibawa ke bengkel tersebut. Alhasil, Estu harus pergi bekerja dengan menggunakan bus.

"Selamat pagi!" Estu berjalan melewati karyawan di departemennya yang sudah sibuk menyiapkan bahan untuk briefing pagi bersamanya.

"Selamat pagi, Pak Estu!"

Estu tersenyum. Posisinya sebagai manajer di departemen sales and marketing membuatnya harus selalu berpenampilan rapi, bersih dan juga wangi. Meskipun dia sudah sempat tidak menyukai pekerjaannya di awal dia bekerja di hotel Mulia. Tapi berkat dukungan dari Alya dia bisa bertahan hingga saat ini.

Tiga tahun lalu posisinya masih sebagai supervisor, dan sudah satu tahun ini dia naik jabatan menjadi seorang manajer. "Seandainya Alya masih ada di sini, dia pasti bangga banget sama gue," batinnya.

***

Sore itu, tepat pukul lima sore, Estu memilih untuk segera pulang karena semua pekerjaannya sudah selesai. Dia berjalan menuju ke halte bus yang berada tak jauh dari hotel tempat ia bekerja saat gerimis mulai mengguyur kota Jakarta. Jalanan di depannya sudah mulai terlihat padat. Estu duduk di kursi panjang yang ada di dalam halte sambil menatap arloji yang ada di pergelangan tangan kirinya.

Busnya akan datang sekita dua lima belas menit lagi. Dan belum ada satu menit dia duduk di sana, gerimis yang turun ke bumi berubah menjadi hujan yang sangat deras. Estu melihat seorang gadis yang berlari tergopoh-gopoh menuju ke halte itu. Bajunya basah dan rambutnya juga nampak lepek. Estu seketika mengalihkan perhatiannya ke arah lain ketika pakaian dalam yang dipakai oleh wanita itu tercetak jelas dari dalam kemejanya yang berwarna putih.

Estu kemudian buru-buru melepaskan jaket hitam polos yang ia pakai. Dia mengulurkan tangannya ke arah wanita yang duduk di sampingnya itu dengan wajah datarnya.

"Sorry, pakaian dalam lo kelihatan," ucap Estu.

Gadis itu menatap ke arah tubuhnya sendiri dan seketika wajahnya sedikit memerah karena malu. "Oh astaga!" Dia buru-buru menutup bagian depan tubuhnya dengan tas selempang berukuran sedang yang ia bawa.

"Pakai jaket gue!" ucap Estu sambil meletakkan jaket ke atas pangkuan gadis itu.

"Ah, nggak perlu! Gue bakal baik-baik aja," tolaknya dengan nada halus.

"Lo mungkin memang bakal baik-baik aja. Tapi lo bisa sakit kalau pakai baju basah itu," ucap Estu.

Gadis itu nampak bingung dan menatap jaket yang ada di pangkuannya. Dia menggigit bibirnya dengan perasaan bimbang. Rasanya sangat aneh menerima sebuah jaket dari orang asing seperti itu. Dia bahkan tidak tahu bagaimana dia akan mengembalikan jaket itu nantinya.

"Tapi, gimana nanti gue mengembalikan jaket milik lo?" tanyanya bingung.

"Lo bisa titip ke petugas keamanan hotel Mulia, gue kerja di sana," jawab Estu.

Gadis itu mengangguk saja dan memakai jaket Estu yang terlihat kebesaran di tubuhnya yang kurus. Estu menatap gadis itu dari samping.

"Senyum itu..." bisik Estu di dalam hatinya.

"Sorry, kalau gue boleh tahu, siapa nama lo?" gadis itu menatap Estu.

Estu menaikkan alisnya tinggi.

"Ah, gue pikir gue bakal lebih gampang titip jaket ini ke petugas keamanan hotel Mulia kalau gue tahu nama lo. Sorry kalau gue lancang," ucap gadis itu sambil tersenyum kaku.

Estu mengangguk paham. "Nama gue Estu." Dia menatap ke arah mata gadis itu.

"Mirip banget," batin Estu. "Estu Dewandaru," lanjutnya.

Gadis itu mengangguk dan tersenyum. "Oke, Estu," katanya sambil tersenyum begitu manis.

"Kalau lo?"

Gadis yang semula menundukkan kepalanya itu lantas kembali mendongak dan menoleh ke samping. "Ya?"

"Nama lo... siapa nama lo?" tanya Estu.

"Oh, nama gue Asmita Batari, lo bisa panggil gue Mita," jawabnya dengan wajah teduh.

Estu mengangguk. "Hm, Oke!" Pria itu ikut tersenyum. "Senang berkenalan dengan lo, Mita," kata Estu.

Mita mengangguk. "Senang berkenalan dengan lo, Estu."

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang