Sikap Tidak Peduli

1.6K 119 6
                                    

Haloo! Terima kasih karena sudah mengikuti cerita Mas Estu dan Asmita sampai chapter ini.

Jangan lupa vote dan comment-nya, yaa ~

________________________________________________________________________________

Acara lamaran malam itu berjalan dengan lancar. Acara hanya dihadiri oleh kedua belah pihak keluarga beserta teman dekat sesuai dengan kesepakatan yang dibuat oleh Estu dan Asmita. Kini mereka berdua masih duduk di kursi dengan meja melingkar. Mita sedang menikmati makan malamnya bersama Estu ketika seorang wanita berjalan dengan anggun ke arah mereka berdua.

"Mas Estu, bisa ngomong sebentar?"

Estu mendongak disusul Mita yang kini melebarkan matanya saat tahu siapa wanita tersebut. Pria di samping gadis itu meliriknya sebentar sebelum kemudian kembali menatap wanita yang mengenakan dress berwarna hitam dengan belahan dada rendah tersebut.

"Ya." Estu kemudian berdiri.

Mita menelan makanannya perlahan dengan mata yang masih setia menatap Vita yang kini berjalan menjauhinya. Napasnya lolos begitu saja saat otaknya berputar dengan cepat pada kejadian di mana dia meminta supaya Estu tidak mengundang Vita.

Ada rasa kecewa di dalam lubuk hatinya. Terlebih lagi, Estu sama sekali tidak meminta izin darinya untuk menuruti permintaan Vita. Gadis itu ingin mengikuti Estu. Tapi di saat dia hendak berdiri, seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Mita kembali duduk dan berbalik.

Senyumannya kini melebar dengan mata yang menyiratkan rasa terkejut melihat sahabatnya sudah berdiri dengan kemeja berwarna putih dan celana jeans itu. "Juli!" pekiknya senang.

"Lo udah mau kawin masih aja manggil gue Juli!" ucap Julian sambil duduk di kursi kosong yang ada di sebelah Mita.

"Gue nikah atau enggak, itu nggak akan mengubah persahabatan kita, Jul! Termasuk panggilan sayang gue buat lo," ucap Mita sambil terkikik geli melihat Julian memutar matanya ke atas.

"Yakin lo?" Julian menyipitkan matanya.

"Iya, gue yakin! Nggak percaya banget sama gue," ucap Mita.

Julian tersenyum miring. "Lihat aja habis ini juga lo pasti jaga jarak dari gue. Kecuali..." Julian menatap ke satu titik dengan wajah kesalnya.

"Kecuali apa?" tanya Mita penasaran.

"Keculi kalau suami lo sama sekali nggak peduli sama lo," lanjut Julian tanpa mempertimbangkan apakah ucapannya akan membuat Mita sedih atau tidak.

Gadis itu tersenyum tipis. "Mas Estu peduli sama gue, Jul. Tapi gue yakin dia nggak akan menghalangi persahabatan kita ini." Mita memaksa tawanya mengudara.

"Lucu banget lo! Barusan aja muka lo kayak orang yang lagi putus cinta ditinggalin Estu sama cewek seksi itu." Julian kemudian menghela napas dengan penuh penekanan.

"Dia teman kantornya," ucap Mita berusaha menjaga nama baik Estu.

"Yakin?" tanya Julian dengan mata yang kembali menyipit.

"Iya!" Mita mengepalkan tangannya di depan wajah Julian. "Kalau lo ke sini cuma mau bikin mood gue hancur mending lo pergi!" ancam Mita.

Julian bergidik ngeri. "Udah dandan cantik tapi tetap aja kayak singa betina!" Julian menggelengkan kepala.

Mita kemudian menoleh ke belakang. Di sudut tempat itu, Estu terlihat duduk di samping Vita. Posisi tubuh Estu menghadap wanita dengan punggung terbuka itu. Mereka terlihat sedang berbicara serius dan hal itu jelas membuat Mita merasa cemburu.

Tenang! Mas Estu tetap nikahin lo, Mit!

"Lihat, kan? Dia baru aja lamaran dan sekarang udah duduk berdua sama cewek lain di saat tempat ini udah mulai sepi," suara Julian kembali terdengar di telinga Mita.

"Gue harus gimana, Jul?" ucap Mita dengan mata yang masih memandang ke arah Estu.

"Kalau gue boleh kasih saran, sebaiknya lo ke sana dan ajak Estu pergi dari sini. Bilang aja lo mau istirahat dan minta Estu nganterin lo sampai kamar," jawab Julian.

"Tapi..." Mita menoleh dan menatap Julian dengan mata penuh sorot keraguan. "Apa gue udah berhak buat ngatur Mas Estu?" tanya gadis itu.

"Besok kalian nikah, Mimit! Jangan tanya hal yang anak SD aja bisa jawab!" Julian bersedekap.

"Oke!" Mita mengangguk kemudian menghela napas dalam. "Gue pergi dulu dan terima kasih karena lo udah bersedia hadir di acara gue," ucapnya.

"Hm!"

Setelah itu, Asmita benar-benar berdiri dan berjalan menuju ke meja di mana Estu dan Vita berada. Dia melewati beberapa housekeeping hotel yang sedang membereskan tempat tersebut. Mita mengepalkan tangannya untuk memberi semangat pada dirinya sendiri. Tidak ada gadis yang bersedia memberikan celah kepada orang lain untuk memikat hati pasangannya. Termasuk Mita, dia tidak mau jika Estu terlalu lama berbicara dengan Vita.

"Mas Estu," suara wanita itu membuat Estu sedikit kaget.

Pria itu menoleh dan melihat Mita yang sedang berjalan ke arahnya. Mita kemudian berhenti dan berdiri tepat di belakang kursi Estu. Gadis itu memasang wajah lesu. Dia sedang berpura-pura mengantuk supaya Estu percaya dengan apa yang akan dia katakan.

"Aku udah ngantuk. Bisa anterin aku ke kamar sekarang?" tanya Mita dengan tangan yang memegang bahu Estu.

Gila! Lo keren banget, Mita!

Batin gadis itu terus memberikan semangat yang membuat Mita semakin percaya diri untuk melanjutkan aksinya itu. "Mas Estu juga harus segera istirahat, besok acaranya pagi," lanjutnya sebelum Estu sempat menjawab.

Mita meremas bahu Estu pelan. Matanya kemudian berpindah ke arah Vita yang ternyata sedang menatapnya dengan wajah yang terlihat kesal. Mita sama sekali tidak tersenyum kepada wanita itu. Gadis itu memilih kembali menatap Estu.

"Ya," jawab Estu singkat.

Pria itu mengalihkan perhatiannya kepada Vita yang matanya terlihat memerah seperti menahan tangisnya. Mita menaikkan satu alisnya tinggi.

Kenapa dia masang muka kayak tersakiti begitu?

"Aku ngantar Mita sebentar ke kamar, ya?" pamit Estu pada Vita.

"Aku tunggu di lobby aja kalau gitu," jawab Vita dengan wajah masam.

Mita mengerutkan keningnya dalam. "Mas Estu nggak langsung istirahat?" tanyanya tepat ketika Estu sudah berdiri dan menghadap dirinya.

Estu terdengar menghela napas dalam. "Aku masih ada keperluan dengan Vita," jawabnya dengan mata yang tidak terfokus pada Asmita.

Estu kemudian berjalan dan diikuti Mita di samping pria itu. Mita menelan ludahnya demi menghalau perasaan takut yang kembali menggerayangi. Dia mendongak guna bisa menatap wajah sang pangeran yang ia harap bisa membawa kebahagiaan di masa depan.

"Mas Estu..." Mita melihat wajah Estu menoleh padanya sejenak. "Mau ngobrol lagi sama Vita setelah ini?" tanyanya dengan nada hati-hati.

"Ya." Hanya itu yang bisa Estu katakan kepada Mita.

Mita kemudian menatap lantai di bawahnya dengan jantung mencelos saat menyadari satu hal. Julian benar!

"Mas Estu langsung balik aja ke Vita. Udah sampai depan lift, aku udah berani kalau cuma sekedar jalan dari sini ke kamarku," ucap Mita tanpa mengangkat wajahnya meski senyumnya terlihat mengembang tipis.

Estu berhenti melangkah. Dia menatap gadis itu dengan bibir yang masih terkunci rapat.

"Selamat malam, Mas!" kata Mita sambil sedikit menganggukkan kepalanya.

Gadis itu melangkah memasuki lift yang terbuka. Dia belum juga mengangkat kepalanya dan Mita tidak tahu ekspresi seperti apa yang diberikan Estu atas ucapannya. Setelah pintu lift tertutup, gadis itu baru berani mengangkat wajahnya.

Dia menatap pantulan dirinya pada pintu lift di depannya. Tubuhnya terlihat indah dengan gaun berbahan brokat berwarna hijau mint itu. Namun wajahnya terlihat tak bersinar seperti sebelumnya. Dia menghela napas dalam.

"Gue nggak boleh mundur, kan?" tanyanya lirih pada dirinya sendiri. "Mas Estu..." Mita menelan ludah pelan. "Dia pasti bisa gue percaya."

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang