Wawancara Singkat

3.5K 271 3
                                    

Jangan lupa masukin Seluas Cakrawala ke library supaya nggak ketinggalan kalau saya update!

Terima kasih sudah memberikan dukungan kepada penulis, salam bahagia! :)

_______________________________________________________________________________

Mita berdiri di depan sebuah rumah yang halamannya nampak sangat asri. Dia baru saja turun dari motornya dan kini dia sedang mengumpulkan keberaniannya untuk masuk ke rumah tersebut. Sampai kemudian ada seorang wanita yang sedang menggendong anak kecil yang ia tebak berusia sekitar tiga tahunan.

Mita meneguk ludahnya dan menyunggingkan senyuman tipis saat wanita tua itu melihat kedatangannya. Dia nampak menurunkan anak di gendongannya dan mengatakan sesuatu padanya. Setelah itu, Mita melihat anak itu duduk di undakan teras rumahnya. Wanita itu berjalan dengan kaki yang sedikit pincang menuju ke arah gerbang rumah.

Dia tersenyum. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu dengan nada sopan.

Mita menganggukkan kepalanya sekilas dan tersenyum santun. "Maaf, saya diminta datang ke sini oleh Pak Estu," jawabnya.

Dyah nampak melebarkan mata dan terkekeh pelan. "Oh, ya saya ingat, kamu yang akan menjadi pengasuh cucu saya, ya?" tanya Dyah.

Mita menatap bocah kecil berusia tiga tahun yang sedang memegang robotnya itu sebentar kemudian menganggukkan kepalanya. "Ya, saya yang akan menjadi pengasuh cucu Ibu," ucapnya.

Dyah mengangguk dan mempersilahkan Mita untuk masuk ke dalam rumah mereka. Mita berjalan di belakang Dyah dengan jemari tangan yang saling bertautan. Dia merasa gugup saat tiba di depan bocah kecil berwajah tampan itu. Wajahnya mirip sekali dengan Estu. Seketika Mita mematung di tempatnya berdiri.

"Apa ini putra Pak Estu?" tanya Mita kepada Dyah.

Dyah menoleh ke belakang dan tersenyum. "Ya, ini adalah putra Estu, ayo masuklah ke dalam rumah!" ucapnya.

Mita menuruti ucapan wanita itu dan segera melangkah ke dalam. Dia diminta duduk di kursi yang ada di ruang tamu rumah mereka. Sementara Dyah nampaknya sedang membawa bocah kecil itu ke dalam rumah. Tak lama, Dyah kembali dengan satu gelas minuman berwarna merah dengan es batu di dalamnya.

"Saya cuma punya sirup rasa cocopandan. Saya pikir udara di luar cukup panas jadi alangkah segarnya kalau saya membuat es sirup saja," ucap Dyah sambil terkekeh pelan.

Mita ikut terkekeh. "Nggak apa-apa, Bu. Saya berterima kasih karena Ibu dan Pak Estu udah baik banget sama saya," kata gadis itu.

Dia tidak berbohong saat mengatakan hal tersebut. Dia pikir Dyah adalah seorang ibu yang paham akan kondisi. Es sirup lebih baik daripada teh hangat di saat matahari terasa begitu terik. Rasa gugup yang ia rasakan perlahan memudar karena Dyah yang begitu ramah dan menerimanya dengan tangan terbuka. Wanita tua itu terlihat sangat baik kepadanya yang notabene adalah orang baru di dalam rumah itu.

"Siapa namamu?" tanya Dyah.

Mita buru-buru menyerahkan map berwarna coklat kepada Dyah. "Nama saya Mita, Bu," jawabnya.

"Nama yang bagus, berapa usiamu?" tanya Dyah ketika dia sudah duduk di kursi dan menerima dokumen-dokumen yang diserahkan oleh Mita.

"Saya berusia dua puluh lima tahun, Bu. Saya cuma tamatan SMA tapi saya punya pengalaman kerja yang lumayan lama," jawab Mita.

Dyah nampak membaca dokumen di tangannya dengan kacamata bacanya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia melihat nama wanita itu.

"Asmita Batari, nama yang sangat indah," ucap Dyah sambil tersenyum.

Mita ikut tersenyum.

"Sebaiknya saya menggunakan bahasa yang nggak terlalu kaku sama kamu," ucap Dyah sambil tertawa. "Rasanya kita lagi wawancara di perusahaan," lanjutnya.

Mita tertawa. "Ya, nggak apa-apa, asalkan Ibu merasa nyaman, saya nggak ada masalah, Bu."

Dyah menganggukkan kepalanya. "Jadi mulai besok apa kamu sudah bisa bekerja di sini?" tanya Dyah.

Mita melebarkan matanya. "Ya, saya bisa, Bu!" jawabnya dengan bersemangat.

"Saya ingin melihat hasil kerjamu selama beberapa saat di sini, kalau cucu saya merasa cocok denganmu maka kamu akan diperpanjang untuk masa yang akan datang. Jadi saya harap kamu nggak mengecewakan saya," ucap Dyah.

Mita mengangguk paham. Selama dia bekerja, dia selalu memberikan yang terbaik. Maka kali ini, meski menjadi seorang pengasuh anak berusia tiga tahun, Mita tetap akan memberikan yang terbaik. Dia menyingkirkan pikiran ingin melanjutkan kuliah dari dalam kepalanya. Sepertinya pekerjaannya kali ini akan menguras waktu dan energinya.

Tidak pernah menjadi seorang pengasuh balita. Tapi, Mita sudah pernah menjaga anak tetangga selama beberapa bulan saat orang tau dari anak itu bekerja, tepatnya sebelum ia akhirnya diterima menjadi seorang admin di sebuah sekolah. Gajinya selama satu bulan untuk menjaga anak pada saat itu tidaklah banyak dan itu hanya bertahan selama empat bulan karena Mita pada akhirnya bisa bekerja sebagai admin.

Meski hanya sebentar tapi dia rasa dia masih ingat apa saja yang harus ia lakukan untuk mengasuh seorang anak balita. Tidak mudah tapi dia akan bisa jika dia mau terus belajar dan juga berusaha. Setelah selesai melakukan wawancara singkat dengan Dyah, Mita hendak pamit pulang karena dia ingin berada di rumah sebelum besok dia akan kembali sibuk bekerja.

Setidaknya, dia bisa menganggap sedang mengambil libur satu hari untuk menemani ibunya di rumah. Namun, saat dia hendak berdiri, Estu masuk ke dalam rumah itu dengan pakaian yang masih terlihat rapi. Mita meneguk ludahnya dengan pelan saat dia mendongak dan mata mereka berdua bertemu untuk beberapa saat.

Dyah segera berdiri dan berjalan menyambut putra kesayangannya itu. "Kamu sudah pulang? Mita datang ke sini untuk menyerahkan dokumen dan juga melakukan wawancara singkat dengan Ibu," katanya.

Estu memutus kontak mata dengan Mita ketika ibunya menghampirinya dan langsung fokus pada Dyah. "Ya, aku paham. Lalu mulai kapan Mita bisa bekerja di sini?" tanya pria itu.

"Besok pagi, Mita sudah bisa bekerja di sini," ucap Dyah.

Estu kembali mengalihkan pandangannya kepada Mita. Gadis itu mengangguk dengan cepat dan tersenyum manis. Estu tersenyum tipis. Dia tidak bisa berlama-lama memandang mata Mita, rasanya dia seperti terlempar ke masa lalu.

"Datanglah pukul enam pagi! Kamarmu ada di belakang dapur kami, besok akan saya tunjukkan letaknya," ucap Dyah kepada Mita.

Mita mengangguk. "Baik, Bu," jawabnya.

Dia sadar menjadi seornag pengasuh di rumah itu berarti dia harus menginap atau lebih tepatnya tinggal di sana. Tidak ada pilihan lain untuknya saat ini.

"Kalau begitu, saya pamit pulang. Besok pagi saya akan datang ke sini pukul enam pagi," kata Mita dengan nada sopan.

Dyah mengangguk. Estu juga ikut mengangguk singkat. Mita kemudian keluar dari rumah itu dan segera pergi dengan motornya. Sementara Estu yang pulang ke rumahnya karena hendak mengambil dokumen rapat dengan klien justru terpaku melihat Mita. Sampai Mita tak terlihat lagi oleh matanya, dia masih terlihat seperti orang linglung.

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang