Menurunkan Ego

1.4K 107 7
                                    

Kejutan!

Hari ini aku update 2 kali, lho.

Biar semangat terus, ayo follow dan vote yang banyak!

Kali ini, aku kasih yang manis-manis biar kalian nggak nangis lagi  dan meratapi kisah cinta Asmita hehe

Btw, yang belum mampir ke Fizzo (Angee Lintang) buat baca Satu Malam Tanpa Bintang, silakan segera mampir! Bakal dibuat gemas sama pasangan Restu dan Arinda di sana :)

________________________________________________________________________________

Sepulang dari kantor, Estu masih belum mendapati Asmita di rumahnya. Padahal kata Novia yang diam-diam menghubunginya, Asmita nampaknya sudah mau membuka hati dan menurunkan egonya. Estu sendiri juga mengatakan kepada Novia bahwa dia juga membuang jauh egonya demi rumah tangganya. Dia berkata bahwa dia tidak pernah main-main dengan janji pernikahannya dengan Asmita. Setelah itu, ia pikir Asmita pasti akan pulang dengan sendirinya ke rumah mereka.

Tapi nyatanya, dia kembali mendesah kecewa saat istrinya belum juga ingin pulang. Hanya ada Tala yang sudah tidur dengan Ratih yang ikut tertidur di samping putranya itu. Estu menutup kembali pintu kamar sang anak dan bergegas memasuki kamarnya sendiri. Kamar yang terasa sangat dingin dan sepi, berbeda sekali dengan suasana ketika Asmita ada di sana dan Estu merasa kurang suka dengan kondisi rumah itu sekarang.

Dia menatap ranjang kosong dengan mata tak berkedip. Beberapa detik kemudian dia segera mengenyahkan pikirannya yang mendapati bayangan sang istri sedang tertidur di sana. Dia buru-buru melepas pakaian kerjanya dan mandi dengan air dingin. Meski tak bisa menghilangkan bayangan Asmita barang sebentar saja, tapi setidaknya Estu bisa tersadar bahwa dia harus tetap tegar demi sang anak.

Pria itu kemudian ke dapur untuk membuat kopi hitam. Dia sudah mengantongi rokok di dalam sakunya. Barang yang sedikit demi sedikit sudah mulai ia jauhi sejak menikahi Asmita, kini kembali ia jadikan teman sejati menghadapi malam-malamnya yang terasa sangat sepi.

"Pak?"

Estu menoleh dan mendapati Ratih yang tengah mengucek matanya. "Hm? Kamu bisa tidur di kamar Tala, siapa tahu nanti malam dia bangun," ucap Estu.

"Asmita..." Ratih kemudian kembali diam saat tidak menemukan kata yang tepat.

"Biarkan dia sendiri lebih dulu. Kamu juga nggak perlu membujuk dia supaya kembali ke sini. Nanti aku yang akan jemput dia kalau dia udah beneran tenang," ucap Estu.

"Tapi, Pak! Apa nggak kelamaan? Setiap hari Tala tanya ke mana Asmita, Pak. Lagipula apa nggak sebaiknya Pak Estu segera membereskan semua masalah ini?" Ratih memang sudah tidak tahan melihat majikannya yang setiap malam duduk menyendiri di teras rumah dengan kopi dan juga rokoknya.

Estu kembali seperti kaku dan dingin setelah istrinya pergi dari rumah. Padahal Ratih sudah bersyukur karena sejak Asmita hadir, Estu terlihat kembali hidup dan bahagia. Jika bisa, Ratih ingin memukul kepala kedua orang itu. Baginya, Estu dan Asmita sama saja. Sama-sama tidak mau berpikir panjang dalam bertindak dan tidak mempertimbangkan risikonya.

Estu hanya diam dan menatap kopi di cangkirnya dengan pandangan suram. Ratih menghela napas panjang.

"Maaf kalau kali ini saya lancang, Pak. Tapi kalau boleh saya kasih saran, sebaiknya Bapak segera menjemput Asmita dan membereskan semua perkara ini. Nggak baik kalau berlarut-larut. Tala jadi salah satu korban di sini. Padahal dia baru aja merasakan bahagia karena punya seorang ibu. Saya permisi, Pak!" Ratih kemudian berjalan kembali ke kamar Tala dengan wajah prihatin.

"Dua orang yang sama-sama punya ego tinggi. Di saat badai menghadang bukannya saling berpegang tangan malah jalan sendiri-sendiri, aneh!" kata Ratih di dalam hati.

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang