Mungkin Jodohmu Sebentar Lagi Datang

2.7K 201 1
                                    

Kalian suka dengan karakter Estu nggak?

Oh ya, jangan lupa vote dan comment yaaaaa ~

_______________________________________________________________________________

"Tala sudah tidur?" tanya Dyah yang sedang berjalan ke arah Mita.

Mita baru saja duduk dan hendak memakan makan siangnya. Keluarga itu sangat baik padanya dan membiarkan dia makan menu yang sama yang ada di meja makan mereka. Mita sangat beruntung berada di sana.

"Sudah, Bu! Kayaknya Tala kecapekan karena seharian main," jawab Mita seraya tersenyum.

Dyah mengangguk. Dia kemudian duduk di kursi yang ada di seberang Mita. Wanita itu memandang Mita dengan wajah tua yang nampak lelah dan juga sedikit pucat. Tubuh Dyah memang semakin ringkih. Dia bahkan kehilangan nafsu makannya akhir-akhir ini.

"Sudah jam tiga sore dan kamu baru makan, bagaimana kalau kamu sakit?" tanya Dyah.

Mita terkekeh pelan. "Nggak apa-apa, Bu. Saya terlalu asyik main dengan Tala sampai lupa waktu," jawabnya.

Dyah meneliti wajah Mita. "Apa kamu punya seorang pacar?" tanya Dyah.

Mita menelan nasinya dengan susah payah dan memandang Dyah dengan wajah bingungnya. Sudah dua minggu Mita berada di rumah itu. Dia merasa betah dan juga nyaman dengan pekerjaannya. Tala juga bukan anak yang susah diatur. Dia sangat cerdas dan bisa dididik dengan mudah. Mita juga tidak pernah mendengar pertanyaan yang mengarah kepada hal-hal pribadi seperti tentang keluarga maupun tentang pasangan, seperti yang sedang ditanyakan oleh Dyah sekarang.

Mita hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Saya nggak punya pacar, Bu," jawabnya sambil menunduk malu.

Dia jelas pernah memiliki kekasih, tapi itu sekitar dua tahun yang lalu. Mita berpisah dari kekasihnya karena kekasihnya berselingkuh. Sebuah hal yang tidak pernah bisa Mita terima. Dan setelahnya, dia sedikit trauma untuk kembali menjalin hubungan dengan seorang pria. Apalagi waktunya habis untuk bekerja dan memikirkan ibunya yang sakit-sakitan, Mita rasa dia tidak punya waktu untuk memiliki kekasih.

Dyah nampak tersenyum dan mengangguk. "Nggak apa-apa, mungkin jodohmu sebentar lagi datang," kata Dyah.

Mita hanya terkekeh pelan. "Ya, mungkin, Bu. Cuma saya nggak punya banyak waktu buat pacaran, saya lebih pilih kerja tambahan kalau memang ada waktu luang." Mita tersenyum.

"Apa kamu nggak mau menikah suatu hari nanti?" tanya Dyah.

Mita tersenyum. "Saya mau menikah, tapi saya pikir saya harus mempersiapkan diri terlebih dahulu. Hidup saya masih belum bisa dikatakan tertata dengan rapi. Saya cuma takut membebani calon suami saya nanti kalau kondisi saya masih seperti ini," jawabnya.

"Saya lihat, kamu sudah sangat baik dalam mengasuh anak. Kamu bahkan juga pandai memasak seperti Ratih." Dyah menghela napas dalam. "Apalagi yang ingin kamu cari? Kamu sudah sangat siap untuk menikah," kata Dyah.

Mita terkekeh pelan. "Saya masih punya tanggungan lain, Bu. Ibu saya sedang sakit-sakitan di rumah dan saya rasa saya hanya akan membebani calon suami saya nantinya karena semua penghasilan saya untuk biaya berobat ibu saya. Lagipula gadis kayak saya nggak mungkin bisa mendapatkan pria yang kaya, Bu." Mita menggelengkan kepalanya dengan tawanya yang mengisi seluruh ruangan.

Dyah tersenyum dan hanya menganggukkan kepalanya. Dia kemudian berdiri dari duduknya saat mendengar suara Tala yang terbangun dari tidurnya.

"Teruskan saja makan siangmu! Saya yang akan memeriksa Tala di kamarnya," ucap Dyah.

"Baik, Bu!" Mita menganggukkan kepalanya.

Dia kemudian mempercepat makan siangnya supaya dia juga bisa segera istirahat barang sebentar saja. Biasanya Tala akan kembali tertidur, setelah dua minggu berada di rumah itu, Mita mulai hafal dengan kebiasaan bocah tampan itu. Setiap kali melihat wajah Tala, maka Mita akan teringat dengan Estu dan juga ibu dari bocah itu.

Wajahnya perpaduan yang pas dari Estu yang tampan dan ibunya yang cantik. Mita meringis di dalam hati kala dia teringat kala dituduh ingin menggoda Estu. Sebenarnya dia ingin bertanya pada Ratih tapi dia tidak sempat dan sekarang Ratih sedang mengambil cuti selama tiga hari ini karena hendak membantu kakak perempuannya mempersiapkan pernikahan. Dan selama Ratih cuti, Mita yang menggantikan pekerjaan gadis itu untuk memasak dan membersihkan rumah. Untuk gaji, Estu sudah memperhitungkannya dengan baik jadi Mita rasa dia tidak perlu cemas dengan masalah uang.

Saat Mita baru saja selesai mencuci piring kotornya, dia mendengar suara langkah kecil yang sedang berlari menuju ke arahnya. Gadis itu segera menoleh ke belakang dan melihat Tala yang nampak merentangkan tangannya hendak memeluk Mita.

Mita berjongkok dan menyambut Tala. "Jagoan, kenapa kamu bangun?" tanya Mita. "Apa kamu udah nggak ngantuk lagi?"

Tala menguap lebar. "Aku mau bobok dipeyuk Kakak," ucapnya dengan suaranya yang menggemaskan.

Mita terkekeh pelan. Dia kemudian membawa Tala ke dalam gendongannya dan membawa bocah kecil itu kembali memasuki kamar. Dyah nampak baru saja keluar dari kamar Estu sambil menggelengkan kepalanya. Dia terkekeh pelan.

"Tala sudah sangat dekat denganmu, dia nggak mau tidur lagi kalau nggak ada kamu di sampingnya," ucap Dyah sambil tersenyum.

Mita tersenyum. "Tala udah mulai terbiasa dengan saya, Bu," jawabnya.

Dyah mengangguk dan berjalan pergi masuk ke dalam kamarnya. Dia juga hendak beristirahat sore itu dan membiarkan Tala bersama dengan Mita. Bocah itu hanya akan berhenti merengek jika keinginannya sudah terpenuhi.

Dyah duduk di pinggir ranjangnya dengan wajah yang nampak lega. Entah kenapa, dia sangat menyukai melihat interaksi antara Tala dan juga Mita. Tala seperti memiliki sosok ibu baru di dalam hidupnya. Dyah juga merasa senang karena ternyata Estu tidak salah memilih pengasuh. Mita bisa melakukan segala hal yang biasa ia lakukan di rumah.

Mita pintar memasak, bisa mengajari Tala berhitung, membaca, dan lain sebagainya. Mita juga terlihat sangat sabar menghadapi Tala yang terkadang rewel dan ingin agar segala kemauannya terpenuhi. Dan Mita, gadis muda itu bisa memberikan pengertian kepada Tala supaya anak itu tidak merengek lagi.

Di kamar Estu, Mita nampak duduk di pinggiran ranjang seperti biasanya. Dia sedang berusaha menidurkan Tala yang masih merengek dan memintanya supaya berbaring di sampingnya.

"Aku mau dipeyuk," katanya.

"Kenapa Tala minta dipeluk? Biasanya Tala bisa bobok siang tanpa dipeluk Kakak, kan?" Mita dengan sabar meladeni bocah laki-laki itu.

"Aaaa aku mau dipeyuk!" teriaknya hendak menangis.

Mita menghela napas dalam. Dia memandang permukaan ranjang itu dengan perasaan bimbang. Dia tidak mungkin berbaring di ranjang yang sama dengan Estu. Pria itu mungkin tidak akan menyukainya bahkan marah kepadanya. Mita kemudian menggendong Tala.

"Aku akan menggendongmu sampai kamu bobok, hm?" ucapnya dengan nada lembut.

Tala menggelengkan kepalanya tegas. "Nggak mau!" bentaknya.

Tala kemudian meminta turun dan kembali berbaring di atas ranjangnya yang empuk. "Peyuk di cini!" kata Tala sambil menepuk ranjang kosong yang ada di sebelahnya.

Mita menggigit bibirnya. Dia kemudian memejamkan mata dan berdoa semoga Estu tidak marah kepadanya. Dia kemudian berbaring di samping Tala dan memeluk bocah itu sambil bersenandung lirih. Tak lama kemudian, Tala nampak kembali tertidur lelap. Tapi, bukan hanya Tala yang tertidur dengan lelap, tapi Mita juga ikut memejamkan mata karena tak kuasa menahan kantuk yang menyerangnya.

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang