Pertemuan Tidak Terduga

2.4K 167 4
                                    

Biar genap 20 chapters xixi

Jangan lupa berikan dukungan kalian untuk saya dengan klik follow! :)

Ayo berikan vote dan comment juga ~

_______________________________________________________________________________

"Kenapa lo ada di sini?" Mita memicingkan mata saat melihat Julian sudah duduk dengan secangkir teh hangat di tangan kanannya.

Julian tersenyum lebar. "Gue mau ngajak lo jalan-jalan. Sejak lo pindah kerja kita jarang pergi berdua, kan?"

Mita memutar bola matanya ke atas. Jika dipikir-pikir lagi, Julian memang benar. Dia terlalu fokus pada pekerjaannya yang menyita waktu. Selama berada di rumah Estu, sebenarnya Julian sering sekali mengiriminya pesan, tapi Mita tidak bisa leluasa memegang ponselnya jika sedang bekerja.

"Kenapa lo cuma diam? Apa lo udah ada janji?" tanya Julian.

Mita menggeleng lemah. Dia ingat dengan kejadian semalam di dapur rumah Estu. Pria itu benar-benar membuat Mita kebingungan. Dia tidak tahu bagaimana harus bersikap. Seharian ini saja dia sudah berusaha untuk bertemu dengan Estu mengenai status mereka yang masih belum bisa Mita terima begitu saja. Tapi, pria itu sangat sibuk.

Mita heran, hari Sabtu dan dia masih sibuk dengan urusan kantornya. Mita tidak tahu apa saja pekerjaan Estu, dia hanya mencuri dengar dari obrolan pria itu bersama ibunya, Dyah. Katanya, Estu sedang menangani acara pernikahan mewah salah satu pengusaha besar tanah air yang diadakan di hotel tempat pria itu bekerja.

"Hei!"

Mita terkejut saat melihat Julian yang sudah berdiri di depannya dengan tangan melambai-lambai. "Y- ya?" Mita tergagap.

"Lo ngelamun?" Julian hampir tertawa melihat wajah bingung Mita.

"Ya, akhir-akhir ini gue sibuk banget. Rasanya kepala gue hampir pecah," gerutu Mita sambil berjalan memasuki rumahnya.

Julian menatap Mita dari belakang dalam diam. Dia mengerutkan keningnya dalam kala mengingat bahwa selama ini dia sama sekali tidak tahu apa pekerjaan baru Mita. Gadis itu selalu menghindar jika Julian bertanya dan seolah-olah tidak ingin orang lain tahu.

Malam itu, Mita pergi bersama Julian. Temannya itu tidak akan menyerah membujuknya. Jadi lebih baik dia mengalah. Mereka kini sedang duduk di sebuah restoran cepat saji. Makanan di atas meja sudah habis. Dan kini Mita sedang memandangi ponselnya. Layar di depannya menampilkan sebaris pesan dari duda anak satu yang akhir-akhir ini membuatnya nampak bodoh.

"Maaf hari ini aku nggak sempat ngajak kamu bicara atau berbasa-basi karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan."

Mita menyipitkan mata. Dia baru ingat jika dia berkata kepada Dyah sebelum pulang ke rumah bahwa dia meminta supaya Estu menghubunginya. Gadis itu hanya menghela napas dalam dan sama sekali tidak berniat untuk membalas pesan tersebut.

Raut wajahnya berhasil merebut fokus Julian. "Ada apa? Apa ada yang nyari lo?" tanya pemuda itu.

Mita mendongak dan menggeleng. "Nggak ada." Kemudian dia meminum sodanya. "Gue ke toilet sebentar," ucapnya seraya berdiri.

Julian mengangguk dan kembali memakan kentang gorengnya yang belum juga habis. Berbeda dengan Mita yang sudah lebih dulu menghabiskan makanannya. Gadis itu tidak pernah rewel soal makanan. Dia akan selalu menghabiskan apa yang disajikan untuknya selama makanan itu tidak beracun dan layak di makan.

Mita berjalan sambil membenarkan jam tangannya saat dia hendak keluar dari bilik toilet. "Oh, ya ampun!" ucapnya kaget kala dia menabrak seorang wanita yang juga baru keluar dari bilik sebelah. "Maaf, gue nggak sengaja." Mita mendongak dan matanya melebar melihat siapa yang kini ada di depannya.

Wanita itu tidak menjawab. Dia justru seperti sedang mengingat sesuatu dengan mata menyipit.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya wanita itu dengan tangan bersedekap.

Mita diam. Dia menelan ludah gusar. Wanita yang sempat membuatnya bertanya-tanya di dalam hati. Namun, semuanya sirna dengan mudahnya kala Estu mengecupnya tanpa permisi. Seolah-olah dia yakin bahwa Estu memang berniat serius dengannya.

"Ah! Gue ingat siapa lo!" Wanita itu melebarkan mata sambil menjentikkan jemarinya. "Bukannya lo pembantu Estu?"

Mita mematung. "Pembantu?" ulangnya dengan suara lirih.

"Ya, Estu bilang kalau lo adalah orang yang membantu Tante Dyah di rumah. Bukannya orang-orang menyebutnya pembantu?" Vita, wanita dengan penampilan dewasa itu seolah-olah sedang menampar Mita dengan kenyataan yang ada.

"Gu- gue pengasuh putra Pak Estu," ucap Mita seolah-olah sedang membenarkan kata yang dipakai oleh Vita.

Vita mengibaskan tangannya. "Sama aja bagi gue. Kalau begitu gue pergi dulu, Estu pasti udah nungguin gue. Sampai jumpa lagi eumm..." Vita menunjuk Mita. "Siapa nama lo?"

"Mita, nama gue Asmita," jawab Mita.

"Mita." Vita menyebut nama Asmita dengan senyuman lebarnya.

Kemudian dia bergegas pergi dari sana sambil menyemprotkan hand sanitizer. Mita berjalan dengan pandangan kaku menuju ke arah wastafel. Dia mencuci tangan dan segera kembali ke meja di mana temannya berada.

Mita berjalan dengan pikiran yang masih tertuju pada ucapan Vita kepadanya. Pembantu?

Gadis itu berhenti berjalan kala melihat Estu yang sedang duduk di meja. Berdua bersama Vita. Pria itu tersenyum lebar sedangkan Vita, posisi wanita itu memunggungi Mita. Dua kali Mita disadarkan tentang satu hal yang selama ini ada di dalam kepalanya.

Mana mungkin Mas Estu benar-benar tertarik sama gue?

Dia kemudian melanjutkan langkahnya saat mata Estu menangkap keberadaannya. Mita mencoba tetap berjalan tegak meski rasanya harga dirinya sedang jatuh sampai ke dasar jurang. Dia kembali duduk di depan Julian.

"Kenapa lama banget?" tanya Julian.

"Urusan wanita," sahut Mita cepat. "Ayo kita pulang! Gue capek banget," ajak Mita.

"Oke!" Julian kemudian berdiri dan Mita mengikutinya dengan soda yang dibawanya.

Mita berjalan di samping Julian. Mita melirik ke arah Estu sekilas. Pria itu juga nampak mengawasinya dengan pandangan yang tidak bisa Mita tebak. Kesan tenang dan angkuh begitu kental sampai Mita memilih mengalihkan perhatiannya dan pura-pura sibuk dengan minuman soda di tangannya.

Sesampainya di mobil Julian, dia menghela napas dalam. Seolah-olah dia baru saja berhasil lolos dari rintangan yang sulit.

"Kenapa? Sejak dari toilet tadi, lo mendadak jadi aneh. Oh..." Julian menyipitkan matanya. "Gue rasa semenjak lo pindah kerja, sikap lo aneh banget. Lo bahkan kayak alergi kalau gue datang bawa makanan ke rumah lo. Padahal lo dulu suka banget sama apa yang gue lakukan." Wajah Julian terlihat mengejek.

Mita menjitak kepala Julian dengan kesal. "Jangan bikin pertemanan kita selesai sampai di sini!" ancamnya. "Lagipula ibu gue udah mulai curiga kalau selama ini lo menyimpan perasaan buat gue." Mita menggelengkan kepala tak percaya dengan apa yang dikatakan ibunya.

"Sepertinya Julian mulai menyukai kamu. Atau selama ini dia memang menyukai kamu?"

"Wah! Kepala gue sakit, bodoh! Lagipula lo yang hampir bikin pertemanan kita selesai karena sikap aneh lo itu. Kenapa lo nyalahin gue?" Julian menghidupkan mesin mobilnya dan mereka pergi meninggalkan tempat itu. "Kalau gue udah punya pacar, gue janji bakal bawa dia ke rumah lo dan ngenalin dia ke ibu."

Mita membuang napas kasar. Dia tidak menanggapi ucapan Julian. Pemuda itu tidak akan diam jika dia meladeni. Sedangkan dia sedang membutuhkan ketenangan setelah apa yang terjadi di restoran cepat saji tadi.

Dia menatap jalanan yang mereka lalui dengan perasaan yang sulit untuk ia jabarkan. Kenapa gue merasa... kecewa

________________________________________________________________________________

Credit :

Song by Sondia - First Love

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang