Jangan Sepenuhnya Berharap

1.6K 119 2
                                    

Selamat tahun baru 2023! Thanks to 2022, sepanjang tahun itu saya mendapat banyak pelajaran hidup. Termasuk mengucapkan syukur atas dukungan kalian yang membuat saya terus melangkah sampai detik ini :)

Oh, jangan lupa untuk memberikan vote dan comment, ya!

Kalian juga bisa mengunjungi halaman karyakarsa saya, di sana ada lanjutan kisah Terberai yang pasti bikin greget. Ada harga satu paket yang bisa kalian pilih dan tentunya kalian bisa lebih hemat :)

Enjoy this part ~

XOXO

________________________________________________________________________________

Asmita duduk dengan pandangan kosong di teras rumah. Dia tidak sadar bahwa sejak beberapa menit yang lalu, Estu sudah berdiri di ambang pintu dengan tangan bersedekap di depan dada. Mita terlihat menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan gerakan pelan. Wajahnya sama sekali tidak menampilkan eskpresi yang bisa Estu tebak, kira-kira apa yang sedang gadis itu pikirkan.

Dengan pelan, pria itu berjalan mendekati sang gadis. Dia kemudian melewati Mita dan duduk di kursi yang kosong.

"Mas?" Mita terdengar terkejut melihat Estu.

Pria yang kini duduk dengan tenang itu tersenyum lembut. Matanya sedikit menyipit dengan wajah yang tetap terlihat tampan di mata Asmita meski di bawah cahaya temaram. Estu menatap mata Mita selama beberapa detik sebelum akhirnya dia bersuara.

"Apa yang lagi kamu pikirkan?" tanya pria itu.

Mita menunduk dan menghela napas dalam. "Ibu sepertinya kecewa karena aku bohong, Mas," jawabnya pelan.

Estu mengangguk. "Ya, aku rasa begitu. Tapi setidaknya ibu udah bilang kalau beliau tidak keberatan dengan fakta kalau kamu kerja sebagai pengasuh Tala di sini."

Mita tersenyum kecil. "Apa Mas nggak malu?" tanya gadis itu dengan mata yang tak berani menatap Estu secara langsung.

Mita tidak tahu, jika akhir-akhir ini hatinya semakin merasa tidak karuan setiap kali menatap mata Estu. Rasanya tubuhnya seperti membeku dan dalam sekejap dia merasa bingung harus melakukan apa. Otaknya menjadi sulit untuk fokus kepada hal lain selain pria yang kini masih setia memperhatikan dirinya itu.

"Malu? Kenapa?" Estu mengerutkan keningnya dalam.

"Karena aku adalah seorang pengasuh dan aku udah bohong sama ibuku sendiri tentang pekerjaanku selama ini. Apa Mas nggak merasa malu?" Mita mengepalkan tangannya untuk membunuh perasaan yang tidak pernah ia suka, rasa tidak percaya diri yang selalu datang mendadak.

"Nggak!" Estu menatap lurus ke depan. "Aku bisa mengerti alasan kamu sebenarnya. Ibumu akan merasa cemas kalau kamu kerja sebagai pengasuh. Di dalam pikiran beliau pasti ada angan supaya pekerjaanmu setelah keluar dari yayasan itu adalah pekerjaan yang jauh lebih bagus."Estu menoleh di saat Asmita sibuk memperhatikan wajah pria itu dari samping.

Tatapan mereka berdua bertemu dan lagi-lagi bumi seperti berhenti berputar. Kaki Mita seperti tidak menapak seolah-olah bumi kehilangan gravitasinya. Dan tepat di saat Estu menarik kedua sudut bibirnya ke atas, jantung Mita berderap seperti kaki-kaki para tentara yang sedang berlari di medan perang.

"Pekerjaan sebagai pengasuh bukan pekerjaan yang buruk dan memalukan. Itu adalah pekerjaan yang sama mulianya seperti kamu menjadi seorang guru atau seorang manager sepertiku. Standar hidup setiap manusia berbeda, itu sebabnya pekerjaan yang diinginkan juga berbeda-beda. Berhentilah memikirkan hal yang sebenarnya nggak perlu kamu pikirkan, Mita," ucap pria itu dengan wajah yang sudah berubah menjadi serius.

Gadis bernama Asmita Batari itu mengangguk patuh. Di dalam kepala Estu, Mita mirip seperti putranya, Tala. Mereka berdua sama-sama akan mengangguk jika dia memberikan saran dan Estu lega sekali Mita adalah gadis yang mudah untuk menerima sarannya.

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang