Seharusnya Ada Cinta

1.9K 163 6
                                    

Halooo! harusnya chapter ini saya upload semalam tapi nggak tahu kenapa gagal menyimpan naskah terus huhu

Oh ya, jangan lupa untuk follow akun saya dulu yaa dan jangan lupa vote+comment-nya supaya saya makin semangat update kisah Asmita dan Mas Estu 

Enjoy ~

________________________________________________________________________________

Mita menyesap jus mangga untuk sekedar menyegarkan tenggorokannya yang terasa kering. Dia masih betah menatap gelasnya yang berembun. Pria yang duduk di seberangnya masih diam dengan mata yang tak lepas mengawasi Mita.

"Aku pengen tahu, apa yang udah kamu bilang ke Vita waktu di telepon kemarin," ucap pria itu langsung pada inti permasalahan.

Mita mengerutkan keningnya dalam. "Bukannya Mas Estu udah mendengar semua dari Vita sendiri?" Mita mencoba menjawab dengan nada tenang.

"Tapi..." Estu menghela napas dalam. "Tapi mungkin itu hanya dari sisi Vita dan aku butuh mendengar dari sisi kamu." Pria itu menatap cangkir kopi di atas meja.

Mita tersenyum tipis. "Kenapa baru sekarang, Mas?" tanya Mita.

Estu mendongak dan terbelalak mendengar pertanyaan Mita. Sesuatu seperti sedang mengiris hatinya ngilu. Mita terlihat kecewa. Mata gadis itu tidak bisa berbohong meski bibirnya jelas mencoba tersenyum kepada Estu.

"Mita..." Estu kehilangan suaranya.

"Setelah Mas menuduhku dengan kalimat yang sama sekali nggak benar di depan ibu, sekarang Mas baru bertanya?" Mita terkekeh mengingat kejadian ketika mereka ada di ruangan Dyah. "Tapi nggak apa-apa, mungkin Mas benar. Kita kayaknya memang nggak jodoh, jadi berhenti di sini, ya, Mas!" ucapnya tegas.

Estu menajamkan matanya. "Aku cuma mau dengar penjelasan dari kamu. Apa susahnya, sih, Mit?" Estu terlihat tidak sabar.

"Jelas salah!" sahut Mita dengan cepat. "Kalau Mas minta penjelasan dari aku sebelum Mas menuduhku mungkin aku akan mengatakan hal yang sebenarnya. Tapi Mas terlambat. Aku terlanjur..." Mita menelan ludahnya dengan susah payah. "Kecewa dengan sikap Mas," lanjutnya dengan suara yang mulai bergetar. "Aku memang bukan cewek berpendidikan tinggi atau dari keluarga kaya. Tapi aku pikir aku nggak pernah punya niat jelek sejak Mas deketin aku."

Estu melebarkan mata kala air mata itu tumpah di pipi sang gadis. Dia menghela napas gusar dan seketika merasa bersalah dengan apa yang sudah ia lakukan. Terlalu cepat mempercayai orang lain daripada kekasihnya sendiri.

"Oke, aku salah karena udah terlalu cepat mengambil keputusan untuk menerima penilaian jelek tentang kamu dari Vita. Tapi aku minta kamu jujur, apa yang udah kamu bilang ke dia kemarin!" ucap Estu setelah mengusap wajah lelahnya.

"Aku nggak bilang apa-apa. Dia sebut-sebut nama kamu dan aku jawab kalau yang angkat telepon itu aku, Mita. Aku bilang kamu lagi ke toilet," jawab Mita dengan kepala yang sedikit ia angkat supaya dia tidak terlihat terlalu menyedihkan.

"Lalu?" Estu mengerutkan keningnya.

"Mas beneran mau tahu apa yang diomongin Vita kemarin?" tanya Asmita dengan nada yang terdengar sedikit mencemooh.

"Ya!" Estu mengangguk.

"Dia bilang, kenapa aku yang angkat telepon. Aku jawab kalau aku pacar Mas Estu. Apa Mas Estu keberatan karena aku ngaku sebagai pacar?" Secara tidak langsung, Mita ingin memperjelas hubungan mereka.

"Enggak! Aku sama sekali nggak keberatan." Ujung bibir Estu berkedut tapi dia menahan diri untuk tidak berlonjak kegirangan.

"Tahu, nggak? Vita bilang aku nggak pantas bersanding sama Mas Estu dan..." Mita benci jika harus mengingat hal itu. "Katanya Mas Estu cuma mau sama tubuh aku aja, buat jaga Tala dan ibu. Nggak lebih." Mita hampir kembali menangis.

Seketika Estu merasa kesal. Dia mengepalkan tangannya di bawah meja. Estu tidak pernah menyangka jika Vita akan tega mengatakan hal yang tida benar seperti itu. Dan bodohnya Estu justru percaya pada Vita.

"Maaf, Mit. Aku salah," ucap Estu dengan nada penuh penyesalan.

Mita menggelengkan kepala pelan seraya tersenyum hambar. "Nggak apa-apa. Mas Estu lebih dulu mengenal Vita daripada aku. Jadi, wajar kalau Mas lebih percaya sama dia dibanding aku." Ada kerikil besar yang rasanya menyumbat tenggorokan gadis itu. "Tapi kayaknya kita memang udah harus selesai sampai di sini. Aku pikir nggak ada alasan yang tepat buat Mas melanjutkan niat untuk menikahiku." Meski sakit, tapi nyatanya Mita berhasil mengeluarkan uneg-unegnya.

Estu segera berdiri dari kursinya dan duduk di sebelah Mita. "Aku udah ngaku salah, kenapa kamu malah ngomong kayak gitu?" tanya Estu dengan nada tidak suka.

"Aku nggak bisa lanjutin hubungan kita. Omongan Vita ada benarnya, aku nggak cukup pantas buat gantiin istri Mas. Nggak apa-apa aku bakal tetap kerja jadi pengasuh Tala sampai Mas Estu menikah nanti." Mita memberikan pengertian kepada Estu yang terlihat panik.

"Nggak! Aku nggak mau kita udahan kayak gini! Aku nggak merasa ragu lagi setelah mendengar penjelasan kamu secara langsung. Mungkin kemarin aku juga lagi banyak pikiran karena kerjaan kantor yang numpuk sementara ibu masuk rumah sakit jadi aku nggak mikir panjang waktu Vita ngadu ke aku tentang kamu." Estu meraih tangan Mita dan menggenggamnya erat.

Mita menghela napas dalam. "Terus, Mas Estu maunya gimana?" tanyanya pada akhirnya.

"Kita akan menikah secepatnya, sesuai permintaan ibu dan juga ketetapan hati aku," jawab Estu dengan nada mantap.

"Apa Mas nggak terburu-buru mengambil langkah?"

"Memangnya ada yang salah?" Estu mengamati wajah Mita dengan teliti.

Mita diam sebentar sebelum kemudian bertanya hal yang selama ini terasa mengganjal di hatinya. "Apa Mas mencintai aku?"

Estu menelan ludah gugup. Dia menatap ke arah lain dan seketika genggaman tangannya terasa melonggar. Mita tersenyum samar. Dia mengangguk pelan meski rasanya tidak mudah untuk memahami pria di sampingnya itu tapi dia akan mencobanya.

"Apa susah banget jawab pertanyaan aku?" tanya Mita dengan nada penasaran.

"Aku rasa kita nggak perlu bahas itu dulu. Kamu tahu kalau kita belum lama saling mengenal dan menjalin hubungan, kan?" Estu terlihat mengusap tengkuknya.

Mita membasahi bibir bawahnya sejenak. "Aku tahu Mas Estu belum beneran jatuh cinta sama aku. Tapi Mas..." Mita berhasil membuat Estu kembali menatap wajahnya. "Apa Mas yakin kalau pernikahan tanpa adanya cinta itu bisa langgeng dan bahagia? Sedangkan selain kepercayaan seharusnya ada cinta yang juga menjadi pondasi rumah tangga supaya kokoh."

Estu masih diam dan mengamati wajah cantik yang terlihat sangat tegar itu. Dia tidak pernah tahu dan dia juga tidak pernah menduga kalau Mita bisa mengatakan hal semacam itu kepadanya. Gadis itu terlihat tenang dalam berbicara meski Estu tahu ada banyak kekhawatiran yang kini bersemayam di benaknya. Oleh karena itu, Estu kembali mengeratkan genggamannya pada tangan Asmita yang terasa hangat dan pas di sela-sela jemarinya.

Estu tersenyum lembut. "Apa cinta penting banget buat kamu?" tanyanya.

Mita mengangguk dengan cepat. "Ya, tapi kalau Mas memang belum bisa memberikan itu padaku, nggak apa-apa asalkan Mas nggak menutup hati Mas buat aku. Jadi..." Mita diam sejenak sambil menatap tautan tangan mereka berdua dengan wajah bersemu kemerahan. "Ayo kita mencobanya, Mas!"

_______________________________________________________________________________

Credit :

Song by Day6 - Hi Hello

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang