Karena Aku Duda

3K 226 6
                                    

Hari ini double update! Btw, berikan saya support dengan vote dan comment yaaa

Mau follow? Tentu aja boleh! Jelas, saya akan merasa semakin senang  dan semangat update kisah Asmita dan Estu xixixi

Enjoy ~

______________________________________________________________________________

Estu baru saja sampai di rumahnya dan dia disuguhkan dengan pemandangan yang membuat hatinya merasa trenyuh. Di atas ranjangnya yang berukuran king, dia melihat putra semata wayangnya sedang meringkuk seperti bayi di dalam dekapan sang pengasuh, Mita. Sore itu, Estu merasa semua lelahnya menghilang secara perlahan.

Dia berjalan memasuki kamarnya dan segera menuju ke kamar mandi. Gerakannya sangat pelan saat membuka lemari pakaian. Jalannya juga mengendap-endap seperti seorang pencuri. Dia tidak ingin membangunkan Mita dan juga Tala. Mereka berdua nampaknya tertidur dengan sangat nyenyak karena kelelahan setelah seharian beraktivitas.

Setelah selesai mandi, Estu segera menghampiri Mita dan juga Tala yang masih nampak memejamkan mata. Dia menebak-nebak di dalam hati, sejak kapan mereka berdua jatuh tertidur dengan pulas seperti itu? Estu terkekeh pelan sambil duduk di pinggir ranjang, tepatnya di samping Tala. Dia menatap putranya yang sedang memunggunginya dan memeluk Mita dengan erat.

Kemudian, pria itu menatap wajah Mita yang terlihat sangat damai dalam tidurnya. Dia tidak tega membangunkan Mita dan memintanya untuk pindah ke kamarnya sendiri. Estu akhirnya berpindah ke sisi ranjang di belakang Mita. Dia membuka laci nakas yang ada di sebelah ranjang itu untuk mengambil charger yang tertinggal di sana. Dia hanya diam setelah mengisi daya ponselnya, sampai tak lama berselang, Mita mulai menggeliat dan membuka matanya dengan perlahan. Dia menatap jendela yang tirainya sudah tertutup.

Dia ingat jika belum menutup jendela kamar itu sebelum dia tidur. Dia kemudian menoleh ke kiri. Alangkah kagetnya Mita saat dia melihat Estu yang tengah menatapnya dengan pandangan datarnya. Mita segera beranjak duduk dan menggosok tengkuknya yang tidak gagal. Dia menundukkan kepalanya dan dengan cepat dia segera turun dari atas ranjang.

"Maafkan saya, Pak Estu," ucapnya dengan wajah panik. "Sa- saya ketiduran," lanjutnya dengan gugup.

Estu berdiri dan menghampiri Mita. Dia kemudian berdiri tepat di depan Mita yang sedang menundukkan kepalanya karena takut jika Estu marah. Pria itu menunduk dan menatap wajah Mita yang kini nampak takut.

"Sepertinya kamu capek banget hari ini, sampai kamu tertidur di atas ranjangku," ucap Estu.

"Maafkan saya, Pak." Mita memilin ujung kaosnya.

"Lain kali, kamu nggak perlu buru-buru bangun," kata Estu yang kemudian menundukkan wajahnya supaya bisa sejajar dengan telinga gadis itu. "Aku cukup suka lihat wajahmu waktu kamu tidur kayak tadi," lanjutnya yang membuat wajah Mita memerah seperti kepiting rebus.

"Sepertinya saya harus segera masak makan malam karena senja udah berakhir." Mita hendak pergi dari sana.

Namun, tangannya ditahan oleh Estu. "Tunggu!" Pria itu memutar tubuh Mita sampai gadis itu bisa menatap matanya.

"Ya, P- Pak?" Mita nampak melebarkan matanya.

Tubuhnya terasa kaku. Dia tidak tahu apa yang diinginkan oleh Estu. Pria itu terlalu misterius baginya dan ia tidak tahu bagaimana seharusnya ia bereaksi. Dia merasa tidak nyaman dengan posisi tubuh mereka yang hampir menempel seperti itu.

"Kayaknya kamu udah dekat banget sama anakku. Gimana caranya kamu bisa meluluhkan hati Tala dalam waktu singkat?" tanya Estu.

Mita menggelengkan kepalanya. "Saya cuma melakukan apa yang seharusnya saya lakukan, Pak," ucapnya.

Estu terdiam. Dia memandangi wajah cantik di depannya itu. Mata bening Mita seolah-olah sedang menghipnotisnya. Sudah dua minggu ini, Estu tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Dia bahkan kesulitan untuk menghindari pikirannya yang selalu mengarah kepada gadis di depannya itu.

"Apa kamu merencanakan sesuatu?" tanya Estu.

Mita buru-buru menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Apa yang Bapak maksud? Saya nggak merencanakan apa pun," jawabnya dengan wajah yang nampak semakin pucat.

"Mungkin aja 'kan kalau kamu ingin memikat hatiku dengan cara mendekati Tala?" tanya Estu dengan alis yang sudah naik ke atas.

Mita terhenyak. Dia tidak tahu jika menjadi seorang pengasuh akan membuatnya dinilai seperti itu oleh Estu. Dia bahkan tidak pernah memikirkan hal seperti yang dikatakan oleh Estu. Dia tidak berpikir bahwa dia akan memiliki seorang kekasih atau mungkin calon suami. Mengikat hati Estu? Kenapa pria di depannya itu bisa berpikiran sampai ke sana?

"Saya nggak pernah ingin memikat hati Bapak," bantah Mita dengan nada pelan. "Tapi, kalau hati Bapak tertarik sama saya, maka semua itu adalah tanggung jawab Bapak sendiri. Karena saya nggak pernah berpikiran untuk menjadikan Bapak sebagai pacar atau bahkan sebagai calon suami saya," katanya.

Estu terdiam. Mendengar kalimat yang diucapkan oleh Mita membuatnya merasa seperti ditampar. Apa gadis itu baru saja bersikap angkuh kepadanya? Apa Mita baru saja menyatakan secara tidak langsung bahwa dia menolak Estu?

"Benarkah?"

Tatapan Estu jelas membuat Mita merasa terintimidasi. "Ya, Bapak bisa percaya dengan kata-kata saya, lagipula Bapak yang bawa saya ke rumah ini. Saya pikir Bapak yang udah tertarik sama saya sejak awal kita bertemu." Mita lantas melepaskan cekalan tangan Estu dengan pelan. "Saya harus segera ke dapur sebelum Bu Dyah menemukan kita lagi berdebat untuk hal yang sebenarnya nggak perlu kayak gini, Pak," katanya.

Dia kemudian pergi keluar dari kamar itu meninggalkan Estu yang diam dalam keheningan. Pria itu terkekeh pelan saat Mita sudah jauh dari jangkauan matanya. Dia mengangkat tangannya dan memandangnya dengan tak percaya.

"Kenapa dia semakin menarik? Ada apa dengan aku, Al?" tanya Estu seraya menoleh ke arah foto yang terpanjang di atas ranjangnya.

Ya, Estu seperti didorong oleh perasaannya yang penasaran dengan pribadi Mita. Bayangan wajah gadis itu sering sekali menghampirinya tanpa dia sadari sebelumnya. Dan Estu sudah cukup terganggu selama dua minggu ini. Jadi hari itu dia memberanikan diri untuk bertanya tentang hal bodoh yang seharusnya tidak perlu ia tanyakan kepada Mita.

Mita, gadis itu nampak sibuk dengan wajan dan juga panci di depannya. Dia menggunakan dua tungku sekaligus supaya kegiatan memasaknya lebih cepat selesai. Dan saat semuanya sudah selesai, Estu menggendong Tala yang sudah nampak segar. Mita tersenyum melihat Tala yang sudah merentangkan tangannya.

"Kakak belum mandi, kamu ikut Ayah dulu, ya?" ucapnya.

"Gendong!" Tala mulai merajuk.

Estu menatap Mita dengan wajah datarnya. "Gendonglah Tala sebentar, setelah itu kamu bisa pergi mandi!" ucapnya pelan.

"Baik, Pak," jawab Mita patuh.

Tala kemudian berpindah ke dekapan Mita. Estu nampak duduk di kursi dengan Dyah yang baru saja datang dari kamarnya dan duduk di seberang Estu. Dia melihat Mita yang tengah menimang-nimang Tala sambil tersenyum kepadanya.

"Tala manja sekali kalau sudah sama Mita, kenapa kamu nggak menikahi Mita saja, Nak?" ucap Dyah kepada Estu yang baru saja minum air mineral dari dalam gelasnya.

Estu terbatuk karena terkejut. Mita juga cukup kaget dengan celetukan Dyah kepada Estu. Dengan cepat, dia segera menepuk punggung Estu dengan pelan sampai pria itu berhenti terbatuk. Estu menoleh ke belakang dan menatap Mita sekilas. Gadis itu terlihat berdiri dengan canggung.

"Dia nggak tertarik sama aku, Bu. Kayaknya karena aku duda dan udah punya satu anak," ucap Estu tanpa memikirkan apa yang kini ada di benak Mita.

"Jadi dia marah karena ucapan gue di kamarnya tadi?" batin Mita.

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang