Tunggu Aku

1.6K 149 11
                                    

Halooo! Chapter kali ini masih berisi teka-teki ke mana Asmita pergi.

Kalau kalian suka dengan kisah Mas Estu dan Asmita, silahkan vote dan comment, yaa

Boleh banget kalau mau follow penulisnya juga hehe

Untuk yang mau baca karya-karyaku yang lainnya bisa cek di profil :)

Thank youuuu ~

________________________________________________________________________________

Estu terdiam di belakang kemudinya. Dia memandangi arloji yang melingkar di tangan kiri dengan wajah yang nampak menimbang-nimbang, apakah dia harus turun sekarang atau sebaiknya dia berputar arah dan kembali lagi ke sana besok? Estu mendesah resah. Pukul dua belas malam lebih lima menit dan dia belum juga bisa menghubungi istri barunya itu.

"Kamu ke mana anak kecil?" ucapnya pelan.

Ya, dia baru menyadari bahwa usia Asmita jauh lebih muda darinya. Gadis itu pasti memiliki segudang rasa kecewa dan hal itu dipadukan dengan kepala yang memanas karena emosi. Terjadilah keputusan yang bagi Estu sebenarnya tidak perlu untuk Asmita lakukan.

"Ini terlalu jauh, Mita." Dia menyugar rambutnya.

Matanya jelas sudah sangat lelah. Dia mengantuk dengan perut yang terasa lapar karena Estu belum sempat makan malam. Dia menolak ajakan makan malam supaya bisa dengan cepat bertemu dengan istrinya itu.

Pria itu kemudian memilih turun dari mobil dan berjalan memasuki gang sempit. Dia yakin ibu mertuanya pasti akan terkejut karena pria yang baru saja menjadi menantunya itu datang mengetuk pintu ketika hari sudah sangat larut. Wajah lelah dan pertanyaan apakah Asmita ada di rumah itu pasti akan sangat mengguncang Novia.

Estu berdiri kaku di depan teras rumah mertuanya. Dia melangkah maju dan kembali diam selama beberapa saat di depan pintu. Dari balik celah tirai jendela, Estu bisa melihat bahwa rumah itu sudah gelap. Orang yang ada di dalamnya juga pasti sudah terlelap tidur. Tapi tidak ada cara lain. Estu masih ingat dengan jelas, tempat Asmita berasal.

Kalimat yang ditulis istrinya itu pastu merujuk ke rumah Novia. Mungkin sebelumnya dia salah menerka dengan mendatangi halte bus, tempat mereka pertama kali berjumpa. Ada sesal di dalam dirinya ketika dia teringat wajah Mita yang menahan kecewa dan juga marah.

Tangan pria itu mengepal dan mengetuk pintu sederhana tanpa ukiran di depannya itu. Dia menunggu beberapa saat dan kemudian pintu itu terbuka. Sosok Novia dengan wajah khas bangun tidur kini berdiri dengan wajah terkejut di depan menantunya sendiri.

"Lho? Kenapa ada di sini? Asmita di mana?" pertanyaan beruntun yang Estu harap tidak pernah dia dengar ketika usia pernikahannya bahkan belum genap dua hari.

"Maaf menganggu waktu istirahat Ibu." Estu tersenyum canggung. "Apa Mita ada di sini?" Tidak ada pilihan lain baginya selain bertanya langsung.

Dia tidak mungkin mengulur waktu. Semakin cepat semakin baik. Asmita harus segera ia temukan atau dia tidak akan bisa menjalani hari-harinya dengan tenang. Di samping itu, Estu hanya ingin menjelaskan semua masalah yang membuat hidupnya tiba-tiba menjadi sangat menyebalkan seperti ini.

Wajah Novia semakin terlihat terkejut. Matanya yang tadi masih mengantuk kini sudah terbuka lebar. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, sepertinya untuk memastikan apakah ini sebuah trik Asmita untuk mengerjai ibunya sendiri atau bukan. Novia berharap bahwa ini semua adalah sebuah kejutan yang menyenangkan. Asmita dan Estu akan menginap di sana, misalnya.

"Apa maksudmu?" tanya Novia kala nalurinya berbicara bahwa tidak ada Asmita yang ia harap sedang bersembunyi di suatu tempat di dekat pintu rumah itu.

"Asmita pergi dari hotel dan..." Estu menelan ludah dengan perasaan bersalah yang kembali membelenggunya. "Saya nggak bisa menemukannya. Makanya saya datang ke sini, siapa tahu Asmita ada di sini," lanjutnya dengan nada putus asa.

Wajah Novia berubah tak suka. "Kalian bertengkar?" tanyanya.

Estu mengangguk. "Ya, tapi saya nggak menyangka kalau dia akan kabur seperti ini. Saya minta maaf, Bu."

Novia menghela napas panjang. "Dua orang yang menikah sejatinya sedang melemparkan dadu pada sebuah pertaruhan." Novia kemudian duduk di kursi yang ada di teras rumahnya. "Dia nggak ada di sini. Ibu juga nggak mendapatkan kabar apa-apa dari Asmita. Kamu harus mencarinya sendiri jika kamu memang masih ingin bersamanya."

Bahu Estu merosot jatuh. "Apa Ibu tahu, ke mana kira-kira Asmita akan pergi?" Wajah pria itu penuh harap.

Novia menggelengkan kepala dengan cepat. "Ibu nggak tahu. Tapi..." Novia kemudian seperti sedang memikirkan sesuatu. "Ibu rasa Asmita yakin kalau kamu pasti tahu tempat pelariannya. Asmita bukan orang yang dengan mudah akan melarikan diri dari masalahnya. Ibu yakin dia hanya butuh waktu untuk sendiri. Sampai kamu menemukannya, dia akan tetap berada di tempat itu. Ibu juga yakin dia tidak bermaksud untuk menghilang dan berpisah dari kamu begitu saja."

Estu mengerutkan dahinya. "Apa Asmita juga pernah melarikan diri kayak gini sebelumnya?" tanya Estu.

Novia dengan berat hati mengangguk. "Dulu dia pernah menginap di rumah salah satu teman sekolahnya, setelah lulus sekolah. Ibu nggak bisa membayar uang masuk kuliahnya dan dia kecewa karena Ibu sebelumnya sudah berjanji akan membayarnya. Beruntung sekali, ada salah satu temannya yang memberi kabar bahwa Mita sedang ada di rumahnya setelah Ibu menghubungi satu per satu teman yang Ibu kira dekat dengan anak Ibu." Novia tersenyum.

"Apa dia marah ketika Ibu menemukan dia?"

Novia menggelengkan kepala. "Asmita cuma perlu untuk dibujuk. Ibu rasa marahnya sudah mereda seiring berjalannya waktu. Seperti yang Ibu bilang, Asmita hanya butuh waktu. Air yang mendidih harus ditunggu sampai tidak terlalu panas kalau kamu mau meminumnya, kan?" Novia terlihat tersenyum dan mencoba menenangkan Estu dengan raut wajah bijaksananya. "Asmita pasti akan baik-baik aja. Dia sudah tahu apa yang baik dan buruk untuknya. Kami, para perempuan, biasanya butuh untuk dibujuk dan ketika kami melihat keseriusan yang disertai bukti nyata perubahan, kami pasti memaafkan. Sekarang cari dia dengan pikiran yang jernih."

Estu melihat ada secercah harapan setelah mendengarkan ucapan Novia. Dia mengangguk dengan dada yang bergemuruh hebat. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan istrinya itu. Estu kemudian pamit dan pergi dari rumah Novia. Dan di ambang pintu, Novia tersenyum tipis menatap punggung menantunya yang semakin menjauh dari pandangan.

"Asmita bukan gadis yang dengan senang hati menyerah. Dia nggak akan melepaskan apa yang sudah menjadi miliknya dengan begitu mudah."

Estu memasuki mobilnya dan segera pergi dari jalanan yang sudah sepi itu. Dia kembali ke hotel untuk memikirkan ke mana istrinya pergi serta istirahat. Tubuhnya tidak boleh tumbang sebelum dia berhasil bertemu dengan Mita.

Pria itu melirik cincin pernikahannya. Dia tersenyum dengan hati yang penuh keyakinan. Ujian di awal rumah tangganya bersama Asmita pasti bisa dia lewati dengan cepat.

"Kalau aku berhasil menemukan kamu, aku janji nggak akan melepas kamu. Seharian berada di dalam kamar kayaknya bukan ide yang buruk untuk kita berdua." Senyuman nakal tersemat di wajah Estu. "Tunggu aku, Asmita!"

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang