Pacar?

2.5K 186 4
                                    

Follow penulisnya dulu, yuk! Biar semangat update-nya :)

Btw, ada adegan yang bisa memicu senyuman di wajah kalian.

Enjoy ~

______________________________________________________________________________

Mita baru saja selesai merapikan kamar setelah menidurkan Tala. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul Sembilan malam. Tapi, Estu belum juga kembali ke rumah. Beberapa hari setelah malam di mana pria itu mengajak Mita untuk berbelanja, Estu selalu pulang malam. Lembur, itu yang Estu katakan kepada Dyah.

Mita membawa keranjang pakaian kotor yang ia ambil dari kamar mandi. Dia hendak membuka pintu tapi pintu di depannya sudah terbuka lebih dulu dan membuatnya sedikit terkejut sampai dia bergerak mundur ke belakang. Mita kemudian melihat pria yang berdiri dengan wajah dingin di depannya.

"Mas?" ucapnya lirih.

Ya, setelah hari di mana Estu memintanya untuk berhenti memanggilnya dengan sebutan 'Tuan', Mita mulai membiasakan diri memanggil Estu dengan sebutan baru. Dia tersenyum kaku ketika wajah pria di hadapannya terlihat tidak menyenangkan. Seolah-olah, Mita adalah musuh.

"Kalau udah selesai, kamu bisa istirahat."

Estu kemudian masuk ke dalam kamar dan bergegas mengambil handuk serta pakaian ganti dari lemari. Mita menatap tingkah pria itu dengan alis berkerut dalam. Dia kemudian keluar kamar dan menutup pintu dengan pelan karena takut Tala akan terbangun.

Dia menyelesaikan semua pekerjaannya sebelum jam menunjukkan tepat pukul sepuluh. Dan sebelum pergi ke kamarnya, Mita menyempatkan diri untuk mengisi botolnya dengan air minum. Biasanya ia membawa ke kamarnya jadi jika di tengah malam dia merasa haus, gadis itu tidak perlu bangun dan pergi ke dapur untuk sekedar mengambil air minum.

Dia berjalan tanpa melihat ke sekitar. Ketika dia sampai di dapur, matanya terbelalak melihat Estu sedang menyeduh kopi sendirian di dapur. Mita menelan ludah gugup.

Apa yang harus gue katakan?

Dia membasahi bibirnya dan mencoba untuk membangun obrolan ringan dengan Estu. "Kenapa belum tidur, Mas?" tanyanya basa-basi.

"Belum mengantuk," jawab pria itu dengan singkat.

Mita kemudian mengangguk sambil mengisi botolnya dengan air dari dalam galon. Dia menutup botolnya kala Estu berjalan melewatinya tanpa mengatakan apapun. Mita menoleh dengan helaan napas yang lolos begitu saja.

"Apa aku punya kesalahan?" tanya gadis itu dengan nada pelan.

Cara bicaranya berubah menjadi lebih santai setelah Estu beberapa kali mengingatkan dirinya. Mita menuruti ucapan pria itu meski hatinya masih merasa aneh dengan semua perubahan yang terjadi di dalam hubungan mereka berdua.

Estu berhenti berjalan. Dia berbalik dan berhenti tepat di depan kompor. Dia meletakkan cangkir kopinya dan menoleh ke samping, di mana Mita berada. Pria itu mengerutkan kening dengan wajah kaku. Mita tahu bahwa ada hal yang tidak sesuai dengan keinginan Estu, tapi dia tidak tahu.

"Apa selama ini kamu berbohong sama aku?" tanya Estu.

Mita menggelengkan kepalanya. "Apa maksud Mas? Aku nggak pernah berbohong sama semua orang di rumah ini," bantah Mita merasa terkejut dengan tuduhan Estu.

Estu diam selama beberapa saat dengan mata yang tak lepas menatap lekat pada gadis cantik yang kini sedang meletakkan botol air mineralnya di atas meja. Estu kemudian mengangguk dan terkekeh pelan. Dia berjalan mendekati Mita dan berdiri tepat di depan Mita.

Gadis itu bergerak mundur dengan tangan yang berpegangan pada sisi meja kecil di belakangnya saat Estu semakin bergerak maju ke arahnya. Mita menatap dada pria itu sambil meneguk salivanya. Matanya mengerjap lucu. Gadis itu bahkan tidak berani untuk sekedar melirik wajah Estu. Dia justru memilih menunduk saat jarak di antara mereka berdua kini hanya tinggal dua puluh senti saja.

"Apa kamu khawatir sama aku?" tanya Estu.

Mita tanpa sadar mendongak dan mata mereka bertemu. Tatapan itu, tatapan yang selalu Mita dapatkan dari Estu kini kembali. Dia hampir tidak berkedip menatap wajah dengan kesan dewasa di depannya.

Mita mengangguk pelan. Dan senyum Estu kini terbit bagai mentari di pagi hari. Dia mengelus kepala Mita dengan lembut kemudian dengan tiba-tiba menangkup kedua pipi gadis itu.

"Itu udah cukup buat aku," ucapnya yang semakin membuat Mita merasa bingung.

"Ada apa sebenarnya?" Akhirnya Mita memberanikan diri untuk kembali bersuara setelah beberapa hari menyimpan tanda tanya di kepalanya.

Estu menghela napas dalam dan menggelengkan kepala. Dia melepaskan tangannya dari kedua pipi Mita. Dan Sebagai gantinya, pria itu tanpa rasa malu sedikit pun mengunci tubuh Mita di antara kedua lengannya. Dia tersenyum dan mencuri kecupan di pipi Mita.

Mita terbelalak. "Mas!" Dia tidak menyangka Estu akan berani menyentuhnya melebihi genggaman tangan atau usapan di kepala.

Malam itu, semuanya benar-benar diluar dugaan Mita. "Bagaimana kalau Tala melihat?" Mita sebenarnya sedang menguatkan kakinya yang tiba-tiba terasa tidak menapak bumi.

"Tala udah tidur dan aku cuma mengecup pipi kamu sedikit aja. Kenapa kamu kelihatan panik?" Estu terkekeh pelan.

"Sedikit?" Mita mengulang ucapan Estu. "Tetap aja Mas mencuri ciuman dari aku. Mas nggak meminta izin lebih dulu."

"Kalau kamu nggak terima, kamu bisa mengembalikannya padaku." Estu menaikkan alisnya tinggi.

"Bagaimana caranya? Kenapa Mas beberapa hari ini bersikap dingin dan tiba-tiba sekarang seperti ini?" Mita masih menuntut jawaban yang sesungguhnya.

"Caranya mudah..." Estu membuang napas pelan. "Letakkan pipimu di bibirku dan kita anggap kalau kamu mengembalikan ciuman yang aku curi tadi." Estu terkekeh dan merasa menang kala melihat wajah Mita yang menahan malu.

Mita mengembungkan pipinya lucu. "Sama sekali nggak lucu!" ucapnya.

Estu tertawa. Sampai kemudian tawanya berhenti dan wajahnya berubah menjadi serius. Dia menyelipkan anak rambut Mita ke belakang telinga dengan gerakan pelan. Hal kecil yang mampu membuat Mita menunduk karena perutnya terasa penuh oleh kupu-kupu dan serangga lainnya yang suka sekali menganggunya.

"Kamu tahu? Aku nggak suka dibohongi dan aku bersyukur karena kamu bukan gadis seperti itu. Aku cuma ingin kamu mencoba fokus pada hubungan kita meski kita baru berpacaran."

"Berpacaran? Sepertinya Mas salah menangkap maksudku waktu itu!" Mita menatap mata Estu dengan tegas. "Aku pikir kita baru sekedar pendekatan? Bukan pacaran," lanjutnya.

Estu terkekeh pelan. "Aku nggak punya waktu untuk bermain-main, Mita." Estu menggigit bibir bawahnya sekilas kemudian kembali terkekeh. "Aku anggap waktu itu kamu menerima ajakanku, meski nggak langsung menikah. Tapi kamu udah menjadi pacarku karena kamu sama sekali nggak memberikan kalimat penolakan waktu aku memelukmu, menggandeng tanganmu dan mengusap rambutmu seperti ini." Kemudian Estu mengusap rambut Mita dengan raut wajah yang terkesan teduh.

"Tapi..." Mita tidak menemukan suaranya karena belum selesai ia berbicara, Estu sudah mendaratkan kecupan singkat di atas bibirnya.

"Kenapa kamu cerewet banget?" kata Estu.

Mita terbelalak. Dia semakin menatap Estu dengan wajah kaku.

Estu memainkan rambut Mita yang terasa lembut di sela-sela jarinya. "Aku nggak mau kalau kamu tergoda oleh pria lain. Jadi sebelum ada yang berani mendekatimu lagi, lebih baik aku memberikan tanda bahwa kamu adalah milikku!" Suara Estu terdengar berat dan penuh penekanan.

Mita mengedipkan mata tak mengerti. Estu menegakkan tubuhnya yang sebelumnya sedikit condong ke depan. Kemudian dia mengelus pipi Mita sekilas dengan jari-jarinya. Setelahnya, pria itu meraih cangkir kopinya dan pergi dari hadapan gadis yang sedang mencoba mencerna kalimat-kalimat dari pria itu beserta tindakan di luar nalar yang tidak pernah Mita bayangkan akan terjadi sebelumnya.

_____________________________________________________________________________

Credit :

Song by Ada Band - Kau Auraku

Seluas CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang