***
"Sar, bayi kamu lucu banget. Dia cantik kayak kamu. Nanti biar suster bawa kesini ya." Ujar Shana dengan nada riang gembira. Namun Sarah nampak tak acuh.
"Aku tak ingin melihatnya. ingat perjanjian itu Shan. Setelah ini aku akan kembali ke keluargaku. Tugasku sudah selesai dan aku tak mau berurusan lagi dengannya." ujarnya membuat jantung Shana serasa ditusuk. Sakit mendengar seorang ibu mengatakan hal seperti itu pada putri yang baru saja ia lahirkan.
Tapi mau bagaimana lagi. dari awal memang sudah seperti itu keputusannya. Shana hanya menghela napasnya pelan.
"baiklah kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Aku akan menjaganya Sar. Aku juga tak akan melarangmu jika suatu saat nanti kamu berubah pikiran dan menginginkan anak itu kembali." Shana berujar dengan tenang. Dia tak mau memaksakan kehendak Sarah. Dia akan menepati janjinya.
"Kamu mau meninggalkan nama untuknya?" Tanya Shana yang dijawab gelengan oleh Sarah.
Ya, seperti dugaannya. Padahal di waktu luang itu Shana sudah sering mengajak Sarah untuk mencari referensi nama untuk bayinya. Tapi Sarah tak mau sedikitpun memikirkan tentang hal itu. ketika di mall dan Shana mengajaknya berbelanja peralatan bayi pun dia juga tak mau. Dia lebih memilih untuk berbelanja untuk dirinya sendiri.
Shana merasa miris, karena Sarah seenggan itu untuk campur tangan masalah bayinya. Dia benar-benar tak ingin ada andil terhadap bayi yang dikandung dan dilahirkannya sekarang.
Suster datang dengan membawa bayinya yang menangis. Suster itu meminta sang ibu untuk menyusuinya agar bayinya tenang. Namun Sarah memalingkan mukanya dan tak ingin melihat bayi itu sama sekali.
"Biar saya saja Sus yang gendong." Pinta Shana yang dijawab anggukan pelan oleh suster itu.
Bayi itu sudah ada digendongan Shana. Perempuan itu menimang-nimang bayi mungil yang terlihat kelaparan. Shana menoleh kearah Sarah yang tidur membelakanginya. Dia tak tahu lagi harus bagaimana membujuk Sarah agar mau memberikan air susunya kepada bayi itu.
"Sar, maaf banget tapi kamu harus menyusuinya. Dia kelaparan Sar." Pinta Shana perlahan.
"Aku gak mau Shan. Belikan saja susu formula." Ujarnya dengan nada kesal.
"Astaga Sar, dia baru lahir loh. Dokter tadi menyarankan untuk memberinya ASI. Mana mungkin aku langsung memberinya susu formula." Shana agak menaikan satu oktaf nadanya karena baginya Sarah sudah kelewatan. Dia tak merasa kasihan sedikitpun pada bayinya.
"Aku akan memberinya ASI tapi tidak secara langsung. Aku tak ingin melihat bayi itu Shan, jika aku melihatnya aku akan terus teringat perlakuan brengsek ayahnya padaku. aku tidak mau Shana, tolong mengerti!" Sarah berujar kesal sembari menangis. Akhirnya Shana mengalah. Dia meminta suster untuk memberikan pompa asi pada Sarah.
Untung saja ASI nya langsung lancar. Tak tahu lagi deh kalau ASI itu sedikit. Pasti kasihan sekali bayi itu kelaparan.
Suster awalnya kebingungan dan terus menyarankan untuk DBF (Direct Breastfeeding) tapi Shana menjelaskan kepada dokter keadaan Sarah. Lalu suster pun tak berkomentar lagi.
Shana melihat kearah ruang bayi. Disanalah tempat bayi Sarah dirawat. Shana pulang terlebih dahulu untuk membersihkan dirinya. Sarah sudah tertidur lelap dan bayinya juga sudah aman bersama suster. Bayi itu dirawat diruangan bayi karena keadaannya yang kurang stabil.
Sarah merasa badannya lengket karena seharian berada di rumah sakit. Dia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu dan membersihkan diri. Toh, Sarah juga sedang tidur jadi dia tak perlu menungguinya seharian.
Shana juga butuh beristirahat sejenak. Dia sudah lelah dan mengantuk. Apalagi harus begadang rasanya Ia tak sanggup.
***
Kamsahamidaa yeorobun...
Jangan lupa vote dan komentarnya yaa
See u to the next part =>
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Child ( Terbit ✅️)
RomanceMemiliki anak di umur dua puluh empat tahun mungkin menjadi hal wajar bahkan sudah banyak terjadi saat ini. Namun, bagaimana jika anak tersebut bukan anak kandungnya sendiri? Dia harus mengurus dan membesarkan anak yang bukan darah dagingnya sendiri...