34. Terulang lagi

2.3K 109 1
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Sarah ini dari keluarga yang masih memiliki darah biru, keluarganya sudah jelas bibit, bebet dan bobotnya. Anaknya anggun, lemah lembut dan tentunya tahu tata krama. Dia ini juga berprestasi dan tidak neko-neko. Makanya tante ini yakin untuk menjodohkan Sarah dengan Daren." Jelas bu Wisa yang membuat Shana tertegun. Rasanya dia sedang direndahkan sekarang ini.

"Ma, apa-apaan sih. Kenapa mama harus seperti ini?" protes Daren tak terima.

Shana sungguh emosi tetapi dia mencoba untuk tenang. Dia menarik tangan Daren untuk duduk kembali dan menenangkannya.

"It's okay Daren, Don't worry about me." Ujar Shana dengan lembutnya.

Daren sungguh merasa bersalah dengan Shana, kejadian yang tak terduga terulang kembali. Bahkan lebih parah dari sebelumnya. Dia sendiri tak menyangka bahwa ibunya tega melakukan semua ini.

Pantas saja kemarin ketika Daren membujuk mamanya untuk meminta maaf kepada Shana, dia terima begitu saja. dia langsung menyetujuinya bahkan rela menemui Shana. dia pikir semua akan berjalan dengan lancar tetapi ternyata tidak seperti kenyataannya.

"baik, karena tak ada masalah mari kita mulai makan siangnya. Ayo silahkan dinikmati." Ujar bu Wisa dengan ramahnya seakan tak terjadi apa-apa.

Baiklah, jika bu Wisa ingin memulai peperangan dengannya maka dia tak takut untuk melawan. Sekarang ini dia tak perlu kabur lagi tapi dia akan menghadapinya.

Usai makan, mereka mengobrol di ruang tengah. Bu Wisa begitu mengagung-agungkan Sarah. Shana hanya berdecih dan berkata dalam hati. dia yang tahu semua baik buruknya Sarah hingga rela menanggung hasil dari perbuatan dosanya. Dan kini dia bersikap seperti itu padanya. baiklah Shana akan membalaskannya.

"Oh ya Sarah, kamu belum berkenalan dengan putri yang aku besarkan. Sejak bayi dia ditinggal oleh ibunya dan sekarang sudah besar dan cantik seperti ini." Shana memulainya dengan memperkenalkan Seira padanya. terlihat raut wajah gelisahnya. Dia juga gugup tak bisa menanggapi ucapan Shana.

"Seira, salim dulu nak sama tante Sarah." Perintah Shana pada putri kecilnya itu. Seira langsung mengangguk mengerti dan menghampiri Sarah.

" Saya izin ke toilet dulu." Ujar Sarah yang nampak gugup setelah bersalaman dengan Seira. Shana hanya tersenyum simpul melihatnya.

Dia tak bermaksud jahat tetapi Sarah yang memulai semuanya. Dia tak bisa tinggal diam jika terus-terusan seperti ini.

Tak berselang lama, Shana juga pamit untuk ke toilet. Dia ingin berbicara empat mata dengan Sarah. Dia harus mengatakan sesuatu pada Sarah.

"Kenapa kamu seperti ini Sarah? Kita bukan orang asing tapi kamu memperlakukanku seperti orang yang tak ingin kamu temui. Kenapa? Kamu malu?" cecar Shana setelah melihat Sarah keluar dari kamar mandi.

"Seharusnya kita tidak bertemu lagi Shan. Seharusnya kita tidak bersinggungan lagi dalam kehidupan ini. aku hanya ingin hidup tenang." Ujar Sarah seakan-akan dia yang terdzolimi.

"Tapi kamu sendiri yang menyebabakan kekacauan dalam hidupmu. Kamu sendiri yang membuat hidupmu tidak tenang Sarah. Lihat anakmu, dia sudah sebesar itu. apa tak ada rasa empati sedikitpun kamu terhadapnya?" tanya Shana dengan mimik wajah seriusnya.

"Sejak saat aku melahirkannya, aku tak pernah memikirkan sedikitpun tentangnya. dia bukan bagian dari hidupku lagi Shan. Dia sudah tanggungjawabmu." Ujar Sarah membuat Shana mengeratkan giginya geram. Dia tak habis pikir bertahun-tahun lamanya tapi Sarah tak pernah berubah pikiran.

"Bagaimanapun dia tetaplah anakmu Sar, dia darah dagingmu. Kamu tak bisa mengelak dari hal itu." Shana mencoba terus mengingatkan Sarah.

"aku tidak peduli dengannya lagi, dia aib bagiku dan aku tidak mau dia ada di hidupku." Sontak saja Shana reflek menampar Sarah. Dia tak habis pikir dengan pemikiran Sarah yang sedangkal itu.

"Tega kamu bilang dia aib? Kelakuan kamu dan pacar kamu dulu yang harusnya kamu sesali. Kalau kalian tidak mengikuti nafsu kalian dulu semua tak akan seperti ini. dan perlu kamu ingat, Seira bukanlah aib. Dia anak tak berdosa yang terlahir dari orangtua tak bertanggungjawab seperti kalian." ujar Shana tegas dan penuh penekanan. Matanya sudah berapi-api dan penuh amarah.

"ada apa ini? kenapa kalian ribut disini?" tanya bu Wisa yang datang karena mendengar keributan.

"Dia menamparku dan mengatakan bahwa aku tak pantas dengan Daren." Ujar Sarah sembari terisak menangis. Shana terkejut mendengar perkataan Sarah yang sungguh diluar dugaannya.

"Hei, kamu pikir kamu siapa? Kalau bukan karena Daren yang meminta, kamu tak bisa sampai disini." ujar Bu Wisa sembari mendorong bahu Shana hingga terhuyung ke belakang. untung saja Daren segera datang dan menahan tubuh Shana agar tidak terjatuh.

"Kenapa mama bersikap seperti ini?" protes Daren tak terima.

"Dia yang kurang ajar menampar Sarah dan mengatakan bahwa Sarah tak pantas denganmu." ujar Bu Wisa dengan nada tingginya.

"Tidak Daren, aku tak mengatakan hal itu. aku tidak tahu jika temanku dulu berubah menjadi wanita licik seperti sekarang ini." Shana membela dirinya dengan penuh keberanian.

"Jangan banyak alasan kamu. Lihat kamu sampai membuatnya menangis." Ujar bu Wisa tak terima.

"Dia pantas mendapat tamparan itu. Dia tak mengakui anak yang telah ia lahirkan bahkan dia mengatakan bahwa itu aib." Jelas Shana mengatakan kebenarannya.

"Maaf Sarah, aku tak bisa terus menahan semua ini. aku harus mengatakan yang sejujurnya bahwa Seira sebenarnya adalah anakmu. Anak yang kamu lahirkan akibat perbuatan tak senonohmu dengan kekasihmu dulu." Sontak saja ucapan Shana membuat Sarah kaget. apalagi bu Wisa.

"Fitnah macam apa ini? Sarah ini anak dari keluarga terpandang, dia tahu batasan dalam pergaulan. Jangan bicara sembarangan kamu." Bu Wisa terus membela Sarah tanpa henti.

"Aku tidak tahu apa salahku padamu Shana, sampai kamu tega memfitnah aku. Kita dulu tidak sedekat itu dan aku saja baru tahu jika kamu merawat seorang anak. Aku minta maaf jika dulu aku pernah berbuat salah padamu dan jika sekarang kamu menginginkan Daren, silahkan. Aku tak akan menghalanginya. Aku bisa putuskan perjodohan ini." Sarah begitu lihai memainkan perannya, ekspresi wajahnya yang benar-benar ia buat sedih. dia sungguh memiliki bakat acting yang baik. Shana harus akui itu.

Sarah kemudian pergi dari sana dengan mengusap air mata buayanya itu. Bu Wisa pun menatap tajam kearah Shana dengan tatapan tak suka.

"Bawa dia pergi Daren, Mama tak ingin melihatnya lagi. sampai kapanpun Mama tak akan merestui kalian." ujar bu Wisa dengan wajah garangnya. Setelah mengatakan itu dia pergi dan mengejar Sarah.

***

Terimakasih sudah membacaa :)

Jangan lupa vote dan komentranya biar aku semangat update cerita :)

See u to the next part ==>

Unexpected Child ( Terbit ✅️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang