Jadi Arion benar tak mengingat kami.
Ya Tuhan. Sungguh asik sekali menjadi dirinya!
Bisa random menyerang-membunuh orang kemudian melupakan begitu saja.
Walau aku tak tahu dapat merasa lega dengan pengetahuan ini.
"Hahah kurasa mereka hanya penyintas tak penting. yang sok sok-an mengitari Jakarta saat malam namun tersasar-lalu masuk kesini tanpa ijin-"
Aku jadi berharap Arion akan mennyetujui saja opini anak buah dibelakangnya itu namun sayangnya ia tak menggubris.
Pandangannya tetap saja pada kami, atau lebih tepatnya pada Ryan.
"Tidakkah kalian mendengarnya?!"
Ryan mengangkat tangannya sekilas penuh frustrasi.
"Lihat keadaan kita sekarang!"
Ia ambil maju selangkah didepanku.
"Para kanibal itu mencoba mendobrak pintu masuk dibelakang kita! Bahkan kurasa banyak dari mereka juga sudah memasuki halaman didepan! Jadi ada hal yang jauh lebih penting dari pada perkara menerobos masuk tanpa ijin-""TAPI INI SEMUA KESIALAN INI TERJADI KARENA KALIAN-"
"KAMI TAK SENGAJA!"
Aku tiba tiba mampu meletus, menyambar hentakan yang keluar dari mulut anak buah Arion.
"HAL INI TERJADI KARENA TADI KAMI MENCOBA MENOLONG IBU ITU DAN—ANAKNYA! MEREKA BAGIAN DARI KALIAN JUGA BUKAN?! MEREKA BENAR BENAR HAMPIR MATI BARUSAN!"Arion masih bisa terkekeh kecil. Perhatiannya jadi pindah padaku.
"Mungkin iya mungkin tidak."
Jempol jari kirimya terangkat, menunjuk diri.
"Aku sih takkan melompat lompat kegirangan jika mereka atau bahkan hanya—-anaknya saja yang selamat. Terlebih lebih sampai meratapi mereka."Aku jadi menelan ludah. Lalu heran dengan diri kenapa masih kaget dengan respon penuh tak kepeduliaannya.
Aku pun jadi ingat bagaimana keponakannya dulu, Fabian merintih, meminta tolong padanya namun tak digubris.
Ia dengan pengetahuan penuh bagaimana keponakannya yang masih berada bersama kami, malah 'mengirimkan' mutan semi beku yang diikatnya pada mobil SUV tepat kedepan jendela hotel tempat kami berada.
Arion melirik anak buahnya sekilas sebelum kembali menatapku.
"Lagipula kita bisa menunggu fajar menyingsing, zombie akan bosan dan bubar sendiri. Mereka takkan bisa masuk."Ia tutup pernyataan dengan senyuman. Senyuman dengan arti aku dan Ryan yang akan menjadi 'urusan mereka'.
Lalu tanpa ada rasa takut walau masih diacungkan senjata oleh Ryan, Arion melangkah maju dan tangannya menjulur menangkap tas berisi kucingnya Regi.
"Hewan ini, apa bagian dari persediaan makanan kalian?"
Aku sempat heran dulu dengan ocehannya sebelum menyalak.
"Apa?! Tidak! Dia peliharaan kami!"Arion dan bawahannya kompak meledak dalam tawa remeh hingga membuat Ryan menoleh padaku.
Sorot matanya seperti menyatakan baiknya kita menembak mati Arion saja.
Timmi terus mendesis pada Arion. Ia menampilkan wajah terlihat segalak mungkin namun gagal karena tampilan dirinya yang sudah terkena muntahannya sendiri.
Arion berdecak padaku.
"Kau pasti hanya sembunyi terus ya di kamar selama wabah zombie ini datang? Aku yakin pasti kau juga tak punya pengalaman menghadapi zombie karena kau selembek ini- masih saja bisa memelihara kuc-"TING!
Aku terpekik kecil mendengar suara notifikasi masuk diikuti munculnya kedip kecil cahaya. Perhatian Arion dan anak buahnya bergeser cepat menuju jam tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED CITY : ANNIHILATION
Science FictionSequel of RED CITY : ISOLATION Aku sudah pernah dengar tentang ramalan itu. Ramalan bahwa akan terjadinya Perang dunia ketiga dalam waktu dekat. . Sialnya, ramalannya kurang lengkap. Karena tidak memberitahu sama sekali bahwa perangnya itu bukanlah...