Storm

11.1K 2K 213
                                    

"Aku sumpah tak tahu Komander-"

"Dia itu berbahaya! Kau berhentilah berpura-pura-"

"Aku tidak pura-pura Archibald!"

"Kau itu sangat egois tahu?! Hanya demi melindungi saudaramu-"

"Demi Tuhan aku berkata jujur! Aku belum tahu benar tentang apa pemicu dia bisa berubah!"

Sial!

Aku sudah hampir menangis saja sekarang.

Saat ini aku berdiri di dalam ruang karantina kembali. Ruang dimana diobati lukanya Regi pertama kali, lalu pertama kali juga Regi akan menusuk leher orang dengan pecahan kaca.

Komander Pride berdiri membelakangi kami. Ia hanya menghadap kaca tembus didepannya yang memperlihatkan Regi yang sedang dicek detak jantung didadanya.

Pandanganku otomatis balik pada Archibald. Luka bibirnya sudah mengering. Namun tatapan kesalnya masih tetap sama besarnya.

"Dia hanya sedang mimpi buruk tadi-"
Aku coba mulai kembali perlahan.
"Jadi tak sengaja memukul--bukan mau berubah-"

Komander berdeham membuatku dan Archibald jadi menoleh memandangnya.

Lama sekali menunggunya mulai berbicara. Mulutnya hanya mengatup kaku. Kulihat pantulannya dari kaca dihadapannya.

Ia pasti sedang mengalami debat hebat dengan diri.

Karena dari awal kan dia juga memilih untuk menutup mata-

"Lucy benar."
Komander berbalik dengan tangan menyila.
"Itu hanya mimpi, Archibald. Dia tak sengaja-"
Komander langsung mengangkat jari tepat bawahan terpercayanya itu ingin kembali berdebat.
"Tapi kita harus meluruskan sebagian dari ini. Sekarang."

Bibirku mengering ketika Komander menelitiku.

"Terakhir dia berubah, apa yang terjadi?"

"Seperti yang kujelaskan sebelumnya, ia sempat mati suri dan terbangun dengan sikap seperti itu."

"Dia tak mengenalmu?"

"Tidak. Bisa dibilang tak mengenal siapapun."

"Jadi dia waktu itu--menarik kepala hingga putus--bukan karena mau melindungimu?"

Aku jadi terbatuk.
"Entah-lah. Eng-- Davian--pria itu- sedang mencekikku lalu dia menariknya dari belakang--dan--menghabisinya--tapi ketika kuhampiri d--dia terlihat tak mengenalku-"

"Hahahah,"
Archibald mengeluarkan tawa kecil menghina khas dirinya.
"Aku menyaksikan dirimu ketika itu."
Liriknya tajam.
"Bagaimana kau melangkah mundur gemetaran menghindarinya-"

Dia memang benar.

Tentu saja waktu itu aku ketakutan. Itu sungguh pemandangan diatas nalar yang jika saja bisa, ingin kuhapus dari ingatan ini.

Ditambah Regi juga akan-

"Sadarkah kau, jika kami terlambat datang saja semenit dia bakal menyerangmu?"

Aku hanya terdiam tak bisa membantah.

"Dan tadi sialnya aku yang berada terdekat dengannya. Jika tidak, mungkin tangannya akan langsung menyasar diwajah adiknya ini-"

"Cukup Archibald."
Komander mulai memperingati.

"Kau tahu sebenarnya kakakmu ini berbahaya kan? Kau tahu dia itu monster."

"Archibald diam! Tenangkan dirimu-"

Pintu tak jauh dibelakang kami mendadak terbuka. Aku cepat memalingkan wajah menatap lantai mendengar suara kaku Ayahnya Pierre.

RED CITY : ANNIHILATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang