Nights

7.7K 1.5K 1.6K
                                        

"Kau-"
Aku tergeleng.
"Kau sampai ada berpikir bahwa Vincent akan menjadi lawan-"

"Oh hayolah Lucian!"
Selak Pierre.
"Mari kita bicara kenyataan disini. Kita akui saja tidak ada satupun manusia disini yang berada dalam keadaan jiwa yang seimbang, begitu pula diriku- terimakasih karena masalah tambahan ini."
Getirnya.
"Dan kita meeting ini saja tak ada mengajak mereka bukan? Jangankan mengajak, menyebut saja misi besok ini didepan mereka saja tidak. Karena apa? Karena kesimpulan awal kita, bahwa ingatan dan reaksi mereka tak bisa kita perkirakan. Kau masih heran kalau aku punya kekhawatiran bahwa Vincent akan-"

Pierre terhenti berbicara, kulihat dirinya dari kejauhan sedang menggeleng.

"Kau tahu-"
Sambungnya lagi.
"Tak pernah aku ada menyangka hidup akan jadi seperti ini."

"Ya semua orang rasanya didunia ini juga seperti itu, Pierre-"

"Bukan itu! Maksudku, dulu ketika merekrut kalian, tak pernah membayangkan jadi sampai seperti ini!"

"Kau sudah mengatakan hal yang sama sebulan lalu. Aku tahu sekali kok kau merasa menyesal sekali telah mengenal kami!"

Pierre tak ada menjawab.

Sampai aku ingin mematikan sambungan telponnya baru mendengar lagi tanggapannya.

"Aku sih, sejujurnya sudah melewati masa penyesalan. Aku sekarang lebih kearah masa penyelesaian. Tapi aku takut sekali Lucian, aku takut sekali jika sampai keluargaku terluka karena ini. Karena nyatanya aku yang membawa masalah ini, seperti yang kau benar sebutkan kemarin."

Haduh...

Kalau balik bahas takut keluarga terluka, aku jelas takkan bisa memberi komentar apapun.

Karena aku juga sama takutnya.

Tak hanya mengkhawatirkan Regi dan Vincent, keluarga Malstrom pun juga.

Bahkan Sophia saja sekarang jadi ikutan membantu dan jadi terlibat tanpa diketahui olehnya.

"Aku sejujurnya ada berharap- karena sampai sekarangpun-"
Ia berdeham.
"Berharap jika saja ancaman mereka waktu itu batal terjadi. Kau tahu, setelah semua kekacauan ini, mungkin saja mereka keburu mati di makan zombie atau apalah- yang menyebabkan mereka belum ada menjalankan ancaman seperti yang kau dengar dari earphone Jonas waktu itu."

Aku mendekati meja minum dulu, meraih segelas kopi untuk menenangkan diri sebelum merespon.
"Ya,"

"Itu akan jadi bagus bukan? Bayangkan, Tidak ada yang tahu. Kita semua bisa lanjut menjalankan hidup, tak ada yang mengetahui identitas kalian selama-lamanya-"

Aku mempererat pegangan pada gelas hangat ditangan, terpekur sendiri.
"Dan Vincent selamanya akan jadi sepupumu, RJ jadi sahabat masa kecilmu-dan begitu pula aku-"

"Itu lebih baik. Jauh lebih baik! Tidakkah hal itu juga membuatmu jadi senang?"

"E-ntahlah-"
Responku lambat.
"Ehm-"

"Hayolah, siapa sih manusia di dunia ini yang tak senang jadi bagian keluarga bilioner seperti kami? Banyak bahkan orang suka mengaku kenal atau bahkan mengaku bagian dari keluarga kami.
Kalau kalian malah sebaliknya, kami akui jadi bagian dari Malstrom. No more Aulian- Just Malstrom. Pasti kalian senang sekali bukan?"

Aku benar-benar sekarang menoleh padanya. Memplototinya yang berdiri menyender di tiang pilar aula.

"Wow otakmu itu copot sewaktu jalan kesini ya??"
Balasku cepat.
"Kau jelas lupa, kami waktu itu sudah akan meninggalkan kapal ini, kau sendiri kan yang menahan kami?!"
Desisku tajam.
"Aku tak tahu histori pertemanan kau itu dulu bagaimana, tapi bisakah kau berhenti berpikir seakan kami bertiga itu kumpulan orang matre- dan asal kau tahu ya, aku masih bangga dengan nama Aulian-ku, bukan Malstrom atau yang lain! Aku masih bangga dengan orangtuaku walau aku tak sekaya- se ultra rich seperti dirimu ini! Bahkan disaat kakakku bermasalah seperti ini, aku masih bangga dengan nama keluargaku!"

RED CITY : ANNIHILATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang