Lies

4.8K 1K 678
                                        

"Tapi kapan?!"
Balasku penuh uring-uringan.
"Berapa kali kau coba-"

"Tak terhitung Luce!"
Potongnya dengan nada amat muak.
"Aku terus mencoba menghubungimu berkali-kali. Sebenarnya waktu itu aku ada, hadir di live interview, tapi aku memang benar-benar tak sanggup mau coba lanjut menghubungimu di kapal pesiar setelah melihat bahwa kau sudah dengan-"
Ia mengambil napas keras sebelum melanjutkan.
"Wa-lau itu hak-mu memang, dan aku tak mungkin-"

"Tentang itu,"
Aku menelan ludah.
"Sebenarnya aku juga tahu kok kau ada juga di interview online itu, Ryan. A-ku melihatmu dengan sangat jelas."

Mendengar pengakuanku, Kapten terlihat terkejut sekali sebelum berganti cepat dengan pandangan sakit hati.

"Jadi kau tahu?! kau ternyata memang sengaja membiarkanku tahu saja lewat interview-"

"God no, Kapt!"
Aku menggeleng cepat. Ingin benar-benar datang mendekatinya, namun jelas aku tak bisa.
"Tidak. Jahat sekali diriku jika seperti itu! Kau jelas tak pantas diperlakukan-"
Kutatap matanya lurus-lurus.
"Aku memang melihatmu waktu itu. Bahkan hanya kau sejujurnya yang kukenal diantara banyak penyimak interview. Aku melihat ekspresi wajahmu,jelas kau kecewa dengan apa yang kau lihat-dengar bukan? Sebenarnya-"

"Tidak. Luce. Seperti yang sudahku bilang itu hak-mu jika memilih-"

"Tidak. Aku tahu saat itu benar-benar terdengar keterlaluan. Dan aku masih ingat kok janji pertamaku ketika kita berpisah di atap waktu itu."

Aku sebenarnya ingin lanjut terus bicara. Namun melihat reaksi Kapten yang malah memalingkan wajahnya seakan tak mau mendengar jadi membuatku terhenti.

Aku bergeser sedikit ke kanan untuk bisa melihat wajahnya.

"Yang kau dengar ketika itu. Semuanya bohongan Kapt. Semuanya cuma skenario Pierre Malstrom belaka."

Kapten yang terpisah jarak enam meter didepanku ini menoleh dengan ekspresi jelas masih tidak mempercayai kata-kataku. Ia bahkan melihat seakan diriku ini antara tukang bohong atau punya penyakit kepribadian ganda.

Aku pun jadi tertawa lemah.
"Susah dipercaya kan? Karena itu memang kenyataannya! Semua yang diberitakan, kalau kami saling kenal, itu tidak. Ya, memang saat ini kami jadi kenal dan dianggap keluarga bahkan oleh mereka."
Kuusap mata.
"Tapi jelas mereka bukan kawan lama - masa kecilku bahkan Regi sekalipun! Ya Tuhan, jika saja kau bisa lihat ekspresi Regi tiap dia melihat Pierre ketika pertama kali gabung di Aegis."

Kapten Ryan terlihat kebingungan sekali.

"Tapi - tapi mereka - semua bilang kau adalah kawan lama Billioner-"

"Ryan."
Kedua alisku mengangkat.
"Coba deh kau pikir. Masuk diakal tidak diriku ini- ralat- keluargaku punya kenalan keluarga Ultra Billioner seperti Malstrom yang tinggal bahkan di ujung daratan Eropa di Mansion mewah Swedia- dan nyatanya keluargaku tinggal di dekat pinggiran BKT Jakarta. B.K.T Jakarta lho Kapt, bukan BKT Swedia-"

"Ya bisa saja!"
Raungnya sambil menyilakan tangan.
"Pierre itu kenalan lama bukan?! Semua itu mungkin, terlebih katanya dia kenalan lama Letkol Reginald dan mungkin kedua orang tuamu juga-"

Aku kembali tergeleng sebelum jadi tertawa keras. Tertawa sambil memandang jendela tak jauh dari Kapten Ryan, dimana terlihat RusselEyes terbang mengawasi dari luar.

Semua orang ternyata percaya, menelan mentah-mentah kebohongan keluarga Malstrom.

Ya ampun!

Pierre tak bercanda berarti waktu itu. Pantas dia gigih sekali mempertahankan kesan keluarga diantara kami, bahkan hingga sekarang.

Karena jelas semua orang terlanjur sudah percaya.

RED CITY : ANNIHILATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang