Tak terlihat tanda-tanda bekas kemuraman di pagi hari selanjutnya pada wajah tuan muda Pierre.
Ia sekarang sedang bertengger dipegangan tangga lantai dua, melaksanakan pidato penyemangat menggebu untuk semua kru yang berkumpul mendengarkan di bawahnya tanpa bantuan pengeras suara yang sungguh bisa berpotensi melukai tenggorokannya.
Regi dan Vincent saat ini mendapat tugas berberes diruang gimnasium, sedangkan aku dibebaskan dari tugas apapun semenjak rapat semalam.
Penuh kemuraman aku menceritakan situasi terakhir pada Regi dan Vincent sebelum istirahat tidur semalam. Pierre bahkan ketika itu menjadi pendiam menyaingi pendiamnya Vincent. Hanya Regi saja yang paling bisa menguasai diri dari berita potensi bencana nuklir bocor di jepang.
Regi bahkan sempat menegor setelah mendengar pendapat skeptis yang meluncur bagai keran dari mulutku.
Kita bukanlah tipe Que será, será katanya, terlebih disaat seperti ini.
Sepanjang rapat malam itu juga aku terus tak habis berpikir kenapa dulu harus repot merasa iri berat dengan Regi.
Aku ingat dengan jelas perasaan kecut yang timbul di hati ketika mendengarnya akan pergi rapat ke kota ini dan itu bersama para pembesar militer lain.
Dimataku saat itu hidup Regi terlihat seperti keren dan asyik sekali.
Tapi sekarang setelah menjalani sendiri, ternyata jauh dari kata asyik.
Kenyataannya, malah sangat menguras pikiran dan mental.Padahal di rapat eksekutifnya, aku bukan sebagai pembuat rencana apalagi pembuat keputusan. Aku hanya sekedar ada untuk menyumbangkan pengalaman yang kupunya.
Tapi rasanya ketika itu badanku tak bisa berhenti ingin bergoyang-goyang bagai pajangan per di dasbor mobil saking gelisahnya.
Terlebih ketika memasuki pembahasan tentang mutan.
Diketahui sudah, ada beberapa macam jenis mutan dan hanya ada satu di dunia ini yang tercatat berhasil dibunuh.
Seharusnya memang ada dua, yang diledakkan olehku kemarin ini namun belum diketahui oleh banyak orang.
Mutan yang sudah tercatat ini berhasil diledakkan dengan bom besar di satu museum Spanyol yang memakan korban hampir dua ratus orang penyintas dan tentara didalamnya akibat keputusan singkat Letnan militer disana saking jarangnya mutan itu muncul dan selalu gagal untuk dibunuh.
Keputusan singkat Letnan itu sungguh membuat kepercayaan warga disekitarnya menurun. Bahkan memicu penyerangan balik para warga ke pertahanan militer karena membunuhi keluarga mereka yang berlindung dimuseum itu.
Aku sampai harus menekan kencang kakiku agar mampu tetap berdiri lurus dengan kedua tangan menggamit ujung meja, ketika Frida atas perintah Komander memainkan lagi video yang berisi detik-detik kegaduhan para warga dan anak- anak malang yang diledakkan hidup-hidup oleh bom api.
Dan entah aku yang terlalu putus asa, memasuki yang katanya kategori pembahasan 'teringan' seperti rencana penerimaan penyintas saja malah juga berhasil menambah kadar kestresanku.
Para eksekutif kapal membahas rencana cadangan jika saja harus menerima penyintas selamat kekapal.
Ketika itu mereka menanyakan bagaimana observasiku saat awal pertama seseorang yang kukenal tertular, walau mereka sudah punya video rekaman penularan tersendiri.
Lia dan Prajurit Felix lah yang tentu masuk jadi subjek pembahasanku.
Aku menceritrakan bagaimana masih sempat sedikit berbincang setelah mereka tergigiti zombie sebelum satu terpisah denganku dan satunya lagi mengakhiri hidupnya sendiri tepat dihadapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED CITY : ANNIHILATION
Science FictionSequel of RED CITY : ISOLATION Aku sudah pernah dengar tentang ramalan itu. Ramalan bahwa akan terjadinya Perang dunia ketiga dalam waktu dekat. . Sialnya, ramalannya kurang lengkap. Karena tidak memberitahu sama sekali bahwa perangnya itu bukanlah...