Passage

13.3K 2.5K 162
                                    

Mataku mengawasi celah semak.

Angin bertiup kencang sekarang, hingga berhasil menggerakkan dahan pohon disekitar.

Bagaimana bisa mengetahui keberadaan mereka dengan angin sekencang ini!

Aku seketika menutup separuh dari bulatan cahaya kuning lampu senternya dengan telapak tangan.

Tuhan kumohon,

Jangan biarkan kami ditemukan,

Pundakku semakin menegang.

Jangan-

"Lucy,"

Badanku terlonjak seketika.

Sial!

Aku menghembuskan napas bergetar.

"Y..ya?"

Marsia sedang berjongkok juga sama sepertiku.

Kami terpaksa bersembunyi dibawah pohon pinus yang daun rantingnya lebat sampai menyentuh kepala.

"Apa-mereka masih memburu kita?"
Bisiknya dengan mata membulat. Tangannya masih mencengkrami sisi perut kiri bawahnya.

Aku menggigiti ujung bibir.
"En..tahlah,"

Ingin sekali menyebut tidak.

Pria itu,

Aku tak begitu khawatir dengan keberadaan pria itu, anehnya.

Kurasa mungkin karena ia tahu bahaya apa yang ada ditengah hutan ini hingga ia berhenti mengejar kami.

Tapi serigala itu.

Serigala bermata merah itu lah yang sungguh membuatku khawatir.

Karena pasti susah dibunuhnya.

Oh god!

Tak terbayang jika harus bertemu lagi dengan serigala itu dihutan asing ini.

Tanganku meraba saku.

Pelurunya cuma sisa dua!

Bibirku bergetar sekarang.

Regi, kau dimana?

"Terimakasih kau sudah mau berhenti sebentar,"
Marsia meremas pundak kiriku.
"Bener deh tadi sudah tak kuat berlari-"

"Tak apa,"
Potongku dengan menggeleng.
"Aku juga sama lelahnya denganmu"

"Kuharap pria itu diterkam serigalanya!"
Ia mengusap kencang dahinya.
"Dan tak menyangka sekali kau bisa segesit itu menembak serigalanya tadi-"

"Uuh ya,"

"Ya serius"
Sambungnya dengan nada lega.
"Responmu itu tadi sangat cepat. Untung tersasar dengan tipe awas seperti kau-"

My god.

Aku tertawa getir dalam hati.

Beruntung katanya?

Aku bahkan tak mau tersasar dengan diriku sendiri!

"Belum pernah aku memegang senjata sebelumnya-"
Bibirnya mengerucut memandang pistol suar ditanganku.
"Walau itu setengah senjata juga sih,"

"Ehm iya"
Responku sambil meremas kencang gagang pistol suar yang sudah kuiisi peluru lagi.

"Tung..gu sebentar lagi ya-"
Pintanya lalu segera bergerak mengencangkan sepatunya.

Ampun.

Entah kenapa melihat Marsia sekarang,
serasa mengingat diriku sendiri.

Tidak pernah memegang senjata,
sama sepertiku sebelumnya ketika pertama kali melarikan diri.

RED CITY : ANNIHILATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang