Pukul 7 malam. Sesuai dengan apa yang dikatakan Indira, Ashel memang datang kembali. Kali ini ia tidak sendirian. Melainkan bersama kedua orangtuanya dan juga kakaknya. Mereka semua diajak serta untuk merayakan tahun baruan bersama di atas rooftop rumah sakit. Tadinya hanya sedikit orang saja yang ikut, tapi tiba-tiba Adel meminta Dey untuk mengajak para pasien lain yang ada di rumah sakit untuk turut serta. Sekalian biar bisa menghibur mereka, juga turut meramaikan suasana. Jumlahnya tidak sedikit. Namun, karena rumah sakit milik keluarga Alberto itu adalah rumah sakit paling terbesar dan terluas yang pernah ada di Indonesia. Otomatis mau orangnya sampai ratusan pun di atap tidak akan sampai membuat mereka berhimpit-himpitan. Tapi nggak mungkin juga sih sampai desak-desakan segala. Kan, lagi sakit. Pula, karena tidak semua pasien tahan dengan udara dingin serta bisa terjaga hingga larut malam, jadinya hanya ada beberapa saja yang ikutan. Yah, paling cuma sekitar 30-an orang. Diantaranya kebanyakan adalah remaja. Ada anak kecil dan juga lansia, tapi mereka dibatasi sampai jam 9 malam saja.
Kemudian, di sinilah mereka berada sekarang. Di bagian sudut rooftop yang ada atapnya. Sambil nonton film bareng sama pasien-pasien remaja lain. Bukan film bioskop tentu saja. Yah, paling banter cuma film-film yang ada di netflex. Tapi bukan itu poin utamanya. Melainkan rasa kebersamaan mereka. Karena belum tentu mereka bisa ngerasain hal yang kayak gini lagi ditahun depan. Agak gelap, ya. Tapi emang gitu kenyataannya. Makanya mereka kelihatan senang banget. Sedang para lansia lagi pada diajakin ngobrol sama orangtuanya Ashel. Terus yang anak kecilnya main sama Indah dan kawannya. Iya, jadi Indah calling 2 orang teman kampusnya buat temenin dia.
"Makasih, ya." kata Adel tiba-tiba. Ia duduk dipaling belakang. Mentok sama tembok. Di sampingnya cuma ada Ashel doang.
"Ha?" sahut Ashel dengan matanya yang sambil menatap bergantian pada layar proyeksi dan juga Adel. Ia mengernyit heran.
"Makasih karena udah khawatirin gue selama ini."
Ashel menoleh dan langsung beradu pandang sama matanya Adel.
Buset. Matanya aja cakep banget.
Dia mendadak jadi napas manual. Alias sesak napas saking dekatnya muka Adel sama mukanya dia. Nelan saliva pun jadi rada susah.
"Ashel." panggil Adel menyadarkan kekikukan yang sedang melanda diri Ashel.
"Ha? Iya? Oh-- justru gue yang harusnya terima kasih sama lo, Del, karena udah nyelamatin gue. Sama minta maaf juga. Karena udah bikin lo celaka. Lagi. Gimana? Masih sakit nggak tangan dan kakinya?" ucapnya dengan bawel seraya memperhatikan tangan dan kaki Adel yang berselimut perban.
"Udah nggak, kok-- Aak!" Ashel nekan perbannya.
"Katanya nggak, kok, malah teriak."
"Nggak sakit bukan berarti nggak apa-apa kalau ditekan, Shel." Adel mendelikkan matanya sambil mendengus.
"Iya udah deh, maaf. Tapi serius deh gue takut banget waktu itu pas lo nggak sadarkan diri, Del. Gue panik. Gue takut lo... hilang." suara Ashel mengecil pada kata terakhir ucapannya.
"Gue nggak akan hilang, Ashel. Kalau Superman nggak ada. Siapa yang akan lindungin Lois Lane coba?" Muka Ashel langsung merah. Tapi untungnya cahaya lampu temaram, jadi nggak begitu jelas kelihatan.
"Kan, ada satu janji yang harus gue lakuin sama lo di suatu tempat."
"Lo ingat?"
"Gue nggak tahu ini bisa disebut ingat atau nggak. Tapi dalam perasaan dan mimpi gue, dulu kita emang pernah sama-sama berjanji untuk ngelakuin hal ini. Dan kita pun udah cukup sering membahas masalah ini setiap kali kita bertemu." - Adel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas - The Story Of After Rain 2 [Reinkarnasi] || 48 {END}
Teen FictionKonon katanya, alam semesta tempat di mana manusia tinggal, adalah bukan satu-satunya tempat kehidupan manusia berlangsung secara nyata. Melainkan ada banyak sekali universe lainnya dalam satu kehidupan (Multiverse). Ketika seorang anak manusia terl...