Pukul satu dini hari. Semua pasien sudah kembali ke kamar mereka masing-masing. Adel pun sudah kembali di kamar inapnya. Orangtua Ashel serta Indah dan temannya sudah pulang sejak sepuluh menit yang lalu. Sekarang, di kamar inap VVIP cuma ada Adel, Ashel dan Indira. Jangan tanya seberapa sesaknya perasaan Indira sekarang. Apalagi saat tadi dia melihat dengan jelas bagaimana sepuluh-detik berlalu dengan begitu lambat. Dia sebenarnya mau pulang aja, tapi Dey memaksanya untuk tetap tinggal karena sudah larut malam. Sementara Dey sendiri sudah kembali memeriksa pasiennya yang. Sedang Gito harus kembali ke markas.
"Lo tidur di ranjang aja, Shel, sama Adel. Biar gue tidur di sofa." kata Indira sambil meminum segelas coklat hangat yang habis dibuatnya terus dia lagi duduk di sofa yang dia maksud. Letaknya tepat di samping kanan brankar Adel.
Adel sudah ada di atas ranjangnya. Tadi dibantu sama perawat Alfa --ngak pakai mart. Greesel juga tadi sempat ikut mampir sebentar cuma untuk ngasihin gitar punya dia. "Nanti besok pagi kalian bawa ini." katanya tadi sambil berbisik sama Adel tanpa ngebiarin Adel bertanya lebih lanjut.
"HAH!?" Yang kaget bukan Ashel. Tapi Adel. Ya gimana dia nggak kaget. Tadi aja di rooftop sepanjang dia lagi lihatin kembang api dan duduk berdekatan sama Ashel, si Julian (diambil dari nama tengahnya Rava Fadila Julian Reyes ), ---dipakai untuk menamakan si burung jalaknya (karenan perkutut terlalu imut), sejak beberapa menit tahun baru berlalu, dia sudah memutuskan untuk memberi nama itu--- sudah bersi-keras untuk siap terbang. Gimana kalau seranjang berdua? Bisa-bisa si Julian... haduh, kalian bayangin aja, deh, sendiri.
"Ja-jangan, Dir. Kasihan dia kesempitan ntar. Lagian masih ada single-sofa tuh di pojok." sahut Ashel dengan wajah memerah seraya menunjuk sofa besar yang biasa diduduki sama Indira buat sambil baca novel nungguin Adel pas Ashel lagi nggak ada.
"Benar banget." sahut Adel dengan cepat.
Mendengar itu Indira jadi mengulum senyum. Bisa-bisanya dia hampir lupa sama gender aslinya Adel. "Ya udah, kalau lo mau nya gitu." ujarnya.
"Bagus. Kalau gitu gue mau tidur duluan, ya udah ngantuk banget." ucap Adel dengan membenarkan posisi berbaringnya.
"Hm." Indira hanya bergumam seraya lantas turut merebahkan dirinya di sofa panjang sambil baca buku. Sesaat dia jadi kepikiran soal Rain yang kini semakin jarang menyapanya. Tadi aja pas pesta tahun baruan Rain nggak datang. Padahal Indira sudah mengundangnya sejak dua hari yang lalu.
Semenjak kejadian pada malam Natal itu. Rain tidak lagi mengubungi Indira. Ia bahkan tak lagi mengirim pesan walau hanya sekedar sticker meme nggak jelas. Ya, sejak dulu, Rain memang selalu suka mengirim pesan pada Indira. Entah pesannya itu memiliki arti atau tidak. Yang jelas, tiada hari tanpa ada pesan dari Rain. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi. Kabar terakhir dari yang Indira dengar tentangnya hanyalah bahwa Rain pulang ke kampung halamannya sehari setelah ia kembali dengan selamat dari laut. Katanya juga ia akan kembali sebelum tahun baru. Tapi nyatanya anak itu masih tidak ada kabarnya. Dan jujur, Indira mulai merasa kehilangan sosoknya.
"Lo kelihatan kayak lagi nggak baik-baik aja, Dir. Lo masih kepikiran Rain?" tanya Ashel dengan berdiri di belakang sandaran sofa.
Indira tak langsung menjawab, ia melirik sebentar pada keberadaan Adel yang kini sudah terlelap dalam tidurnya. Ashel juga turut melihatnya.
"Gue dengar lo katanya sama Rain udah temenan sejak SMP, kan?" tanya Ashel lagi.
"Iya."
"Akrab?"
"Nggak juga."
"Kemarin saat kami masih terjebak di mercusuar. Gue lihat Rain duduk termenung sambil menggenggam sebuah foto. Isinya ada 3 orang. Salah satu diantaranya ada lo." ucapan Ashel kali ini berhasil membuat perhatian Indira yang sedari tadi terus menatap buku jadi tertoleh ke arahnya.
"Foto itu menggambarkan tiga wajah anak remaja yang tersenyum riang di sebuah taman wahana bermain. Dilihat dari manapun, tampak sekali tiga anak itu terlihat begitu dekat. Dan---"
"Gue ngantuk, Shel. Gue tidur dulu, ya." Potong Indira dengan menaikan selimutnya hingga menutupi seluruh wajahnya.
Ashel hanya mengela napas seraya beranjak menuju sofa tempatnya untuk beristirahat.
Stop untuk suka ikut campur urusan orang lain, Ashel. Urusan lo sama si abang-abang jadian itu aja belum kelar. Pakai kepoin urusan orang segala. Istigfar, Shel. Astahfirullahaladzim.
"Lo nggak mau tidur, Shel?" tegur Indira dari balik selimutnya.
"Eh, iya. Gue tidur juga, deh. Night." sahut Ashel dengan beranjak menuju sofa yang lebih mirip bantal besar. Ia rebahan di sana dan mulai mengingat kejadian apa saja yang sudah ia rasakan sejauh ini. Lambat laun, seiring dengan segala ingatan yang berseleweran di kepalanya, matanya pun terpejam kemudian terlelap.
____________________
Dini hari setelah sholat subuh. Tapi yang sholat Adel doang. Ashel lagi nggak. Sepertinya semesta sedang berada di pihak Adel.
Untung Ashel nggak ikutan sholat. Kalau ikut bisa berabe. Gue belum punya persiapan skenario buat ngejelasin keadaan sekarang.
Ashel tengah mendorong kursi roda Adel menelusuri koridor menuju taman belakang rumah sakit yang ada danaunya. Belum lagi mereka tiba di bibir danau, dari kejauhan sudah sangat terlihat jelas bagaimana kunang-kunang tengah beterbangan di sekitar areanya. Warnanya sangat cantik dan berkerlap-kerlip. Membuat kelihatannya jadi lebih indah dan fantastis.
"Ini persis seperti apa yang pernah ada dalam mimpi gue."
"Tempatnya jadi lebih terlihat kayak fantasi." Ucap Ashel seraya lantas kembali mendorong kursi roda Adel agar lebih mendekat.
Mereka tiba di bibir danau persis di area di mana kunang-kunang berterbangan mengelilingi mereka. Caranya sama persis ketika kupu-kupu pernah mengelilingi mereka waktu itu.
"Gue nggak tahu ini bisa dibilang masuk akal apa enggak. Tapi jujur gue emang beneran merasa dan punya ingatan tentang kehidupan di masa lalu gue. Bahkan ingatannya itu bukan cuma sekedar berbentuk perasaan doang. Tapi lebih kepada bayangan yang muncul di otak gue selama beberapa hari ini. Dan untungnya dari semua bayangan yang muncul itu cuma berupa hal-hal indah yang bikin gue senang. Gue nyaman. Namun kadang ya ada pahitnya juga sih, cuma dalam bentuk perasaan doang yang gue nggak tahu itu kenapa. De javu. Itu yang selalu gue rasakan. At least gue lebih suka yang senangnya. Terutama saat gue sadar bahwa ada lo juga dalam kehidupan gue yang sekarang." ucap Ashel panjang lebar. Dia duduk di atas sebuah batang pohon tepat di samping Adel. Menatap nanar pada sekawanan kunang-kunang yang mengitari mereka. Bola matanya jadi kelihatan makin berkilau dan indah. Membuat Adel menjadi terbius untuk melihatnya lebih lama.
"Tapi yang jadi pertanyaan gue," Ashel kembali bicara dan mengalihkan tatapnya ke wajah Adel. Otomatis Adel tersadar akan keterpukauannya yang membuat Ashel terkekeh karenanya. "Kenapa lo bohongin gue selama ini?"
"Hah?" Adel seketika blah-bloh.
"Lo. Kenapa lo bohongin gue selama ini kalau ternyata lo itu sebenarnya cowok, Rava?"
•••
Ditulis, 10 & 11 Desember 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas - The Story Of After Rain 2 [Reinkarnasi] || 48 {END}
Teen FictionKonon katanya, alam semesta tempat di mana manusia tinggal, adalah bukan satu-satunya tempat kehidupan manusia berlangsung secara nyata. Melainkan ada banyak sekali universe lainnya dalam satu kehidupan (Multiverse). Ketika seorang anak manusia terl...