Tiga hari yang lalu sebelum Rava sadar dari komanya.
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo, Shel." kata Indira saat Ashel datang menjenguk Rava sendirian. Luka-luka ditubuh Ashel sudah mulai memudar. Sebab, ia tidak terluka parah seperti Adel yang kepalanya sempat terbentur ketika tak sengaja para TNI Angkatan Laut anak buah dari Laksamana Haruto (sahabat dari ayah tirinya, Gito) mengangkat tubuhnya untuk di evakuasi. Pada saat itu ada gelombang besar sehingga goyangan kapal membuat pijakan sedikit oleng. Karena itulah Adel yang sudah kehilangan banyak darah ditambah dengan terbentur membuatnya menjadi koma. Haruto sudah memarahi ketiga anak buahnya yang teledor itu sehingga mereka semua dihukum.
"Mau ngomong apa?" tanya Ashel dengan menoleh. Dia baru saja habis letakkin bunga tulip putih ke wadah pot kaca kecil yang dekat sama brankar Adel.
"Nggak di sini. Kita ngobrolnya di rooftop aja." ajak Indira mengingat bagaimana dulu ia pernah cerita banyak hal sama Rava pas dia masih dalam keadaan koma. Hal itu rupanya didengarkan serta diingat Rava ketika terbangun. Meski kali ini hal yang ingin ia sampaikan bukan lagi tentang rahasia mengenai dirinya, tapi tetap saja alangkah lebih baik ia membicarakannya di tempat yang berbeda.
"Tentang Adel, ya?" tanya Ashel saat ia sudah duduk di salah satu bangku panjang yang ada atapnya. Angin berembus dengan lembut. Menerbangkan anak rambutnya yang tidak turut terikat oleh kunciran ekor kudanya.
Indira tidak langsung menjawab. Ia lantas menatap lekat pada wajah seseorang yang ia tahu sangat disukai oleh adik tirinya itu.
"Dir?" panggil Ashel yang membuat senyum Indira terbit seraya lantas ikut duduk di bangku panjang seberang Ashel. Di tengah mereka itu ada meja panjang.
"Lo suka sama Adel, kan?" tanyanya masih dengan memasang wajah tersenyum ramah serupa karyawan kasir minimarket.
Mendengar pertanyaan tidak terduga itu membuat Ashel jadi seketika menggaruk lehernya yang sama sekali nggak gatal. "Lo kenapa nanyanya begitu, sih, Dir. Jangan ngadi-ngadi, deh." ujarnya.
"Gue serius. Lo benar kan suka sama dia?" kali ini senyum Indira tidak selebar tadi. Ia tetap tersenyum, tapi tipis.
"Dir, lo kalau cuma mau ceng-cengin gue sumpah ini tuh nggak lucu sama sekali. Kita tuh cuma temenan doang." Ashel mulai jengah.
"Kalau sama gue kita teman bukan?" - Indira.
"Ya, teman lah. Lo--- ngapa jadi random gini, deh, nanyanya. Bete deh gue lama-lama." - Ashel.
"Kalau kita teman, kenapa lo nggak blushing pas gue lihatin kayak gini?" tanya Indira lagi dengan menatap lekat muka Ashel.
"Ya blushing, lah. Apalagi lo kelihatan cakep begitu ngelihatin gue, Dir." sahut Ashel jujur.
"Nggak. Bukan blushing yang kayak gini maksud gue. Tapi blushing yang sampai bikin lo salting."
"Ya udah lo tinggal puji-puji aja gue, salting deh tuh."
"Tapi kalau sama Adel lo kayaknya nggak perlu dipuji atau cuma sekedar dilihatin doang, deh. Bahkan pas dengar namanya disebut aja muka lo bisa langsung merah." tutur Indira yang membuat Ashel jadi menggigit bibir gemas.
"Gini, ya, Dira---"
"Dia suka sama lo."
Ashel mencibir menganggap Indira cuma bercanda.
"Adel suka sama lo." Ulang Indira sekali lagi.
Hening sejenak sampai akhirnya tawa ngakak Ashel memecahkan suasana. Cuma Indira yang nggak ketawa.
"Gue nggak lagi ngelucu, Shel." ucap Indira dengan nada serius.
Ashel tak menyahut seraya beranjak ke depan drink machine untuk membeli minuman dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas - The Story Of After Rain 2 [Reinkarnasi] || 48 {END}
Teen FictionKonon katanya, alam semesta tempat di mana manusia tinggal, adalah bukan satu-satunya tempat kehidupan manusia berlangsung secara nyata. Melainkan ada banyak sekali universe lainnya dalam satu kehidupan (Multiverse). Ketika seorang anak manusia terl...