Langit Jakarta masih diselimuti awan kelabu tipis sisa hujan barusan. Walau begitu, di atas sana bulan bersinar dengan berani. Seorang diri, tanpa ada satu pun bintang yang menemani. Tapi sinarnya yang terang sangat cukup untuk membantu Rezvan melihat jalan dengan jelas saat ia berbelok mengambil jalan pintas dengan penerangan yang minim. Di antara gelapnya jalan yang dilewati, lelaki itu memacu mobilnya dalam kecepatan tinggi.
Rezvan sudah menduga akan ada situasi dimana Lava kembali pada titik paling rendah dalam hidupnya. Situasi dimana Lava bertemu kembali dengan luka karena menjadi nomor dua. Tapi Rezvan sama sekali tidak menyangka bahwa situasi ini terjadi begitu cepat. Kabar buruknya, Rezvan sedang berkunjung ke Nenek di luar kota saat mendapatkan kabar putusnya Dimas dan Lava. Jadi lah setelah mendapatkan kabar itu, malam-malam begini dia memaksakan diri untuk kembali.
Bagi mereka yang tak paham, mungkin Rezvan terkesan berlebihan. Dia pilih kasih, hanya peduli pada Lava tanpa pernah memikirkan perasaan sepupunya yang lain —terutama Sherly, dan tidak adil. Tapi bagi Rezvan yang menyaksikan sendiri bagaimana sejak kecil Lava tidak ditemani, membuatnya tidak bisa meninggalkan Lava sendiri.
"Lava! Lo gak pa—"
Setibanya di rumah Lava, Rezvan tidak memikirkan apapun selain berlari menuju kamar gadis itu. Tapi langkahnya berhenti begitu saja saat membuka pintu kamar Lava, dia melihat Satria menempelkan jari telunjuk di depan bibir, membuat Rezvan refleks mengikuti gerakan tersebut. Rezvan jadi menutup pintu perlahan, berjalan hati-hati mendekati Lava yang terlelap dalam pelukan Satria. Dia duduk di pinggir ranjang, memandangi wajah cantik itu nampak begitu menyedihkan kini. Ia menelan saliva, merasa tak tega. Mata Lava bengkak, pipi dan hidungnya merah samar, dengan mulut terbuka kecil —mungkin ia kesulitan bernafas karena hidungnya tersumbat.
Tangan Rezvan terulur, hampir menyentuh kening Lava. Tapi belum sempat ia merapikan anak rambut di sana, tangannya sudah lebih dulu ditepis oleh Satria membuat Rezvan melotot tak terima.
"Lo ngapain anjir!?" Protes Rezvan berbisik tanpa suara.
"Dia baru tidur, gak usah diganggu!" Ancam Satria tak kalah galak, tentu saja tanpa mengeluarkan suara.
"Tapi dia adek gua!"
Satria menatap Rezvan penuh hujatan. Lava melenguh pelan, mungkin terganggu. Dan di detik berikutnya, melihat Rezvan kembali berusaha mengusap kepala Lava, tanpa ragu dia menendang laki-laki itu sampai jatuh dari ranjang dan menciptakan suara debaman pelan. Dalam hati, Satria tertawa puas. Sebab jika biasanya Satria yang dinistakan, kali ini ia tahu Rezvan tak akan bisa melawan.
Rezvan mendecak, memandang Satria tak percaya. Tepat seperti dugaan Satria, berikutnya Rezvan hanya menghela napas panjang kemudian melangkah pergi dan berdiri di dinding pintu balkon.
Melihat Rezvan yang nampak seperti aktor dalam video klip lagu galau, Satria menipiskan bibir tak tega. Bagaimanapun juga, mereka adalah dua orang yang sama-sama berusaha selalu ada untuk Lava. Ia mengangkat kepala Lava dengan lembut, menarik tangannya yang dijadikan bantalan perlahan. Setelah mengapit tubuh mungil Lava dengan dua buah boneka berukuran dirinya dan juga menyelimuti gadis itu sampai sebatas leher, Satria menepuk bahu Rezvan pelan dan keluar.
"Gue udah lama gak main ke sini," kata Satria begitu saja. Ia bersandar pada pembatas balkon, memandangi kamar Lava dari sana. "Kalo gak salah sejak Lava pacaran, gue udah gak pernah ke sini lagi."
Satria tidak berbohong dengan ucapannya barusan. Berbeda dengan Lava yang keluar masuk kamarnya sesuka hati sudah seperti pemilik, Satria memang sudah tidak pernah lagi masuk ke kamar Lava sejak gadis itu punya pacar. Tapi walaupun begitu, nyaris tidak ada yang berubah di sana. Kecuali poster Tony Stark alias Iron Man yang menempel di dinding atas ranjang, semuanya masih nampak sama. Satria tidak tahu sejak kapan Lava menyukai tokoh super hero berbaju robot itu, sebab seingatnya, dulu Lava cinta mati pada Captain America dan sesekali mengatakan bahwa di masa depan dia ingin menjadi pemilik Bumble Bee, si mobil kuning yang bisa berubah menjadi robot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lava dan Luka
Teen FictionLava sadar bahwa dirinya selalu dinomorduakan. Tapi dia memilih menjalani hidup dengan bahagia daripada meratapi kesedihannya. Walaupun orang tuanya tidak pernah menganggapnya ada, toh Lava masih mempunyai saudara yang selalu ada untuknya, pacar yan...