Alunan lagu bernada mayor menjadi teman Satria sore ini. Anak itu duduk di kursi teras kafe dekat pantai yang hari ini dia kunjungi bersama Lava, asik sendiri bermain ponsel. Sesaat dia nampak antusias saat layar ponselnya menyala, kemudian terlihat berpikir, lalu berusaha sekuat tenaga untuk tidak tersenyum sendiri seperti orang gila. Ah, tapi mau bagaimana lagi, bertukar pesan dengan Ara memang selalu membuatnya kehilangan akal.
Ada beberapa hal yang memang Satria simpan seorang diri. Tentang dirinya yang tertarik pada Ara, tentang dirinya yang mulai aktif berbalas pesan dengan Ara, tentang dirinya yang jadi rajin datang ke kelas Lava hanya untuk melihat dan membuat Ara emosi. Tentang semua hal yang berhubungan dengan Ara.
Sebenarnya Satria tidak berniat menyimpannya, hanya saja, apakah sopan jika Satria berbicara tentang rasa pada insan yang baru saja putus cinta? Tidak masuk akal. Itulah mengapa dia memilih untuk melakukannya sendirian. Dan memutuskan mengatakannya pada Lava karena merasa bahwa sahabatnya sudah perlahan sembuh. Lagipula, Satria ingin berterima kasih pada Lava. Sebab berkat anak itu lah dia bisa bertemu dengan gadis super aneh seperti Diandra.
Notifikasi kembali masuk membuat Satria buru-buru meliriknya. Tapi detik berikutnya dia mendecak, sebab itu bukan notifikasi yang akhir-akhir ini dia sukai. Namun walau begitu, dirinya tak urung membuka pesan yang masuk.
Cendol: *send a pict
sini buruSatria: anjay lu kapan dateng jkt nyet?
Cendol: baru juga nyampe
Satria: ke rumah aja nape sih
Cendol: yeu dasar gak tau diri
dah urang samperin jauh jauh dari bdg ke jkt masih aje nawarSatria: halah buntutnya juga pasti lu pada nginep di rumah urang
10 menit gue nyampe, lagi di pantai ni boss
Tapi gue bawa temen, gpp kan?Cendol: emang lu punya temen selain kita?
Satria: bangsat
Balasan kembali masuk, tapi Satria hanya mencibir tanpa berniat membalas lagi. Itu adalah Cleo, dipanggil Cendol karena namanya terlalu keren untuk jenis manusia menyebalkan yang sangat berisik, teman masa kecil semasa Satria masih tinggal di Bandung dulu. Namun sampai sekarang mereka masih berteman baik, bahkan sesekali saling mengunjungi seperti ini.
Detik berikutnya, Satria tersentak. Dia baru sadar bahwa Lava belum kembali. Padahal sejak tiba di kafe anak itu hanya memesan makanan lantas pamit untuk pergi ke toilet. Bahkan makanan Lava sudah hampir dingin di atas meja, masih belum sempat dijumpai pemiliknya. Buru-buru Satria kembali membuka ponsel, dengan nomor Lava yang dia jadikan tujuan.
Panggilan pertama, tidak dijawab. Begitupun dengan panggilan kedua dan seterusnya. Anak itu sempat khawatir, tapi pesan yang masuk membuatnya kembali bernafas lega.
Lava: ape sih lu, berisik
Hape gue geter-geter, geli anjirSatria: lo gpp?
Lo gak pingsan, kan?Lava: hah? Emang gue kenapa?
APASIH LO JANGAN ANEH ANEH DEHSatria: lo dimana sih?
Ke kamar mandi doang lama amatLava: lah?
Anjir
WkwkwkwkwkwkwkSatria: apaan? Sinting lo
Lava: gue dah pergi anjir
Satria: LAH!?
Lava: Emang tadi gue gak bilang ya kalo gue ketemu sama anak kelas?
Mereka mau hang out, trus gue ikut aja sekalian
KAMU SEDANG MEMBACA
Lava dan Luka
Ficção AdolescenteLava sadar bahwa dirinya selalu dinomorduakan. Tapi dia memilih menjalani hidup dengan bahagia daripada meratapi kesedihannya. Walaupun orang tuanya tidak pernah menganggapnya ada, toh Lava masih mempunyai saudara yang selalu ada untuknya, pacar yan...