Lava tidak akan pernah lupa, bahwa pada satu malam saat gerimis menjatuhi bumi Jakarta, ia pernah begitu nelangsa duduk terpekur bersandar pada pintu kamar. Angin malam berhembus pelan melewati jendela yang kemarin sengaja dia buka dan masih belum sempat ditutup sampai sekarang, membelai lembut setiap helai rambut Lava hanya untuk membuatnya semakin lara. Dia menatap ponselnya untuk waktu yang lama. History chat bersama Dimas masih tersimpan baik di sana. Pun dengan segala momen yang Lava abadikan, tersimpan dengan rapi dalam folder khusus dalam ponselnya.
Lava pikir, setelah kemarin di rumah Ara ia menangis hampir semalaman penuh, maka ia akan baik-baik saja sekarang. Ia akan menemukan kembali alasan untuk tersenyum dan tertawa. Tapi ternyata, yang dia dapatkan justru lebih parah. Kali ini masalahnya bukan hanya tentang Dimas, tapi juga keluarganya.
Pernah ada yang bilang, bahwa semesta itu senang bekerja sambil bercanda. Awalnya Lava tidak pernah percaya pada ungkapan itu. Baginya, semesta hanya menjalankan pekerjaannya. Tapi setelah merasakan sendiri bagaimana hidupnya berjalan bagaikan di atas panggung opera komedi, akhirnya Lava yakin bahwa semesta memang sangat suka bercanda, pun bermain-main dengannya.
Malam ini, makan malam berakhir kacau. Lava tidak tahu apakah mereka melanjutkan makan tanpa dirinya atau tidak. Tapi yang pasti, setelah ia duduk di sana, ia bisa mendengar suara Boo di depan kamarnya. Tapi Lava sama sekali tidak berniat untuk membuka pintu dan membiarkan buntalan hitam berbulu itu masuk.
Perlahan, Lava kembali menggerakkan jari di atas layar ponselnya. Dalam tatapan gamang, ia terus menggulir sampai tiba pada bagian paling atas. Pada sebuah pesan singkat yang dikirim Dimas sebelum mereka resmi pacaran, pada saat Dimas berusaha meyakinkan Lava bahwa dulu dia memang sepantas itu untuk diterima.
Kak Dimas: kamu tahu gak kenapa waktu itu aku jatuhin jaket di atas kepala kamu?
Lava: kenapa?
Kak Dimas: karena aku gak suka liat perempuan nangis
tapi aku gak pernah bisa apa-apa kalo liat perempuan nangis
aku sadar diri, aku gak punya hak apapunLava: terus?
Kak Dimas: kamu mau gak jadi perempuannya aku?
biar nanti kalo kamu nangis, aku gak bakal cuma jatuhin jaket di atas kepala kamu aja. tapi aku bisa peluk kamu
biar nanti, aku bisa pastiin kalo kamu gak bakal nangis lagiLava kembali menggulir layar, hanya untuk menemukan tanda panggilan tak terjawab di sana. Dulu, dulu sekali, Lava pernah menjadi gadis paling beruntung karena mendapatkan lelaki paling romantis di dunia. Dulu Dimas jarang mengirimkan pesan padanya, tapi lelaki itu sering tiba-tiba menelfon dan mereka berakhir menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mengobrol via suara. Tapi saat itu Lava belum terbiasa, jadi dia lebih sering mengabaikan panggilan Dimas.
Kak Dimas: berdering doang diangkat kagak
BUSET DITOLAK DONGLava: Apa sih?
Ngapain tbtb telfon? Kaget tauKak Dimas: lah, orang mah pengen Lav. ini malah protes
Lava: Aku lagi nonton pilem horor hape tiba-tiba bunyi, gimana aku gak kaget?
Kak Dimas: kan sekarang tau yang nelpon tuh aku
Aku telfon ulang atau kamu mau lanjut nonton?Lava: telfon aja, aku males lanjutin ah pilemnya serem
Kak Dimas: Ya namanya juga pilem horor, gimana sih kamu?
Lava: hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Lava dan Luka
Genç KurguLava sadar bahwa dirinya selalu dinomorduakan. Tapi dia memilih menjalani hidup dengan bahagia daripada meratapi kesedihannya. Walaupun orang tuanya tidak pernah menganggapnya ada, toh Lava masih mempunyai saudara yang selalu ada untuknya, pacar yan...