Jere tidak berkutik. Walau begitu, entah kenapa dia merasa tergelitik. Keputusannya untuk menemui Lava adalah untuk membawa kabar perselingkuhan Dimas, bukan untuk mendapatkan kabar bahwa sahabatnya ternyata benar bukan satu-satunya. Tadi Jere berbicara tentang keadilan pada Lava. Mengatakan bahwa Dimas maupun Lava, keduanya berpisah tanpa keadilan. Tapi sekarang nampaknya semua begitu adil. Bagi Dimas maupun bagi Lava. Sekarang Jere tiba-tiba bingung, peran dia sebenarnya apa?
Dia tidak melepaskan tatapannya barang satu detik pun dari Lava yang sedang mengobrol serius bersama Ronaldo —setidaknya, seperti itu Jere mengenal Rezvan— dalam jarak yang cukup jauh. Namun nayanika lelaki itu hanya mampu memperhatikan visual mereka, tidak dengan perbincangan yang mereka bicarakan. Tapi yang pasti, dia merekam semua itu dalam gerak lambat. Kontras sekali dengan awan yang terasa bergerak lebih cepat daripada gerakan tangan Ronaldo mengusap puncak kepala Lava.
Melihat bagaimana cara Lava mendorong punggung Ronaldo saat memintanya menjauh dari jangkauan Jere, membuat lelaki itu tahu bahwa mereka telah kenal untuk waktu yang lama. Melihat ekspresi khawatir dan marah di wajah Ronaldo, membuat Jere yakin bahwa Ronaldo memang sangat mencintai Lava. Dan melihat wajah menggemaskan Lava yang nampak kesal tapi juga terlihat seperti merengek —mungkin minta waktu supaya dia bisa kembali bicara dengannya, membuat Jere yakin bahwa Lava takut kehilangan. Dan melihat bagaimana Ronaldo mengecup puncak kepala Lava dan yang perempuan tidak melakukan perlawanan apa-apa, membuat Jere seperti menggantikan Dimas untuk merasa sakit hati. Ia tidak berbohong saat mengatakan sudah berada di fase di mana dia melihat Lava, dia tidak mengharapkan apapun lagi. Dia merelakan Lava dalam definisi rela seutuhnya. Hanya saja Jere juga manusia biasa. Rasanya wajar jika dia mewakili sahabatnya untuk merasa tersinggung sekarang.
Sementara itu jauh dari pandangan Jere, Lava menahan diri untuk tidak menelan Rezvan bulat-bulat. Demi apapun sepupunya ini sangat menyebalkan. Gara-gara kedatangan dan pengakuan idiotnya, Lava harus benar-benar berbohong pada Jere. Sekarang, bukannya jadi sosok putri tersakiti, di mata Jere, Lava pasti akan terlihat seperti penyihir yang sangat jahat.
"Lo beneran gak butuh bantuan gue?" Sekali lagi, Rezvan bertanya. Selain menyebalkan, ternyata dia keras kepalanya minta ampun.
"Kares akan sangat membantu kalo Kares pergi jauh dari bumi," kata Lava sungguh-sungguh.
"Tapi tu cowok temennya Dimas, Lav," balas Rezvan ngotot.
"Ya terus kalo temennya Kak Dimas emang kenapa!? Kares, dengerin aku. Emang Kares pikir circle Kak Dimas kayak apa, sih? Walau Kak Dimas brengsek, tapi Kak Jere cowok baik-baik. Dia datengin aku bukan buat temennya, tapi buat aku."
"Lo yakin?"
"Iyaaaa, ya ampuuuun berisik banget sih ni om om satu."
Rezvan mencibir. Sebelum benar-benar pergi, dia meninggalkan satu kecupan hangat di puncak kepala Lava, yang sontak membuat gadis itu menggeram tapi tidak bisa melakukan apa-apa selain memekik tanpa suara.
"Kepalang basah, Lav, nyebur aja sekalian."
Setelah itu, Rezvan tersenyum. Manis sekali. Tapi sayangnya tak bermakna apa-apa. Justru hanya membuat Lava semakin ingin menendangnya sampai ke Neptunus.
Beberapa menit lamanya, Lava hanya mematung di tempat yang sama. Dia masih memunggungi Jere, berharap bisa mendapatkan pencerahan secepatnya. Tapi apa boleh buat, otak pinternya sama sekali tidak berguna. Jadi dalam satu tarikan napas, Lava memutuskan patuh pada mantra yang Rezvan rapalkan. Kepalang basah, nyebur aja sekalian. Persetan dengan persepsi Jere, Lava hanya ingin cepat pulang dan mengamuk sekarang.
Setelah dirasa lebih baik, Lava memutuskan untuk berbalik. Walau agak gemetar, Lava tetap melangkah kembali ke hadapan Jere. Wajahnya nampak pucat, jelas sekali ia tertekan sekarang. Lava sudah merasa seperti maling yang sedang digrebek warga. Sungguh. Tapi ia merasa semakin ketakutan saat Jere masih saja tersenyum tampan ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lava dan Luka
Novela JuvenilLava sadar bahwa dirinya selalu dinomorduakan. Tapi dia memilih menjalani hidup dengan bahagia daripada meratapi kesedihannya. Walaupun orang tuanya tidak pernah menganggapnya ada, toh Lava masih mempunyai saudara yang selalu ada untuknya, pacar yan...