023. Pertandingan Basket

157 5 0
                                    

Festival dalam rangka perayaan ulang tahun sekolah resmi dimulai hari ini, pada pertandingan final semua cabang olahraga dan seni yang belum usai. Akan disusul dengan pentas seni yang dibuka untuk umum sebagai pembukaan. Diam-diam, Lava dibuat kagum oleh totalitas seluruh warga sekolah ini. Samar-samar, Lava juga bisa mendengar suara nyanyian random dari sisi timur sekolah, dipastikan itu adalah lokasi panggung utama dan sedang melakukan check sound sekarang. Mereka tidak tanggung-tanggung dalam merayakan ulang tahun sekolahnya, sangat berbeda dengan sekolah Lava yang perayaan ulang tahunnya digabung dengan acara kenaikan kelas dan kelulusan siswa kelas XII.

FYI, saat ini Lava sedang berada di sekolah sebelah. Sekolah menengah atas berbasis internasional yang mengundang banyak sekolah lain untuk turut merayakan peringatan hari jadi mereka dengan cara mengadakan berbagai macam pertandingan. Dia datang untuk memberikan sedikit effort pada Satria dan anggota tim basket yang sudah membawa sekolahnya sampai ke tahap final. Walau sebenarnya Lava tidak sepenuhnya rela, karena dia dibujuk habis-habisan oleh ajakan sesat Ara dan harus bolos kelas terakhir.

Walau pertandingan sudah dimulai, sekolah ini masih belum begitu ramai. Hanya ada beberapa siswa dengan seragam berbeda —nampaknya pendukung dari sekolah-sekolah yang masuk final. Sementara para siswa sekolah itu sendiri terlihat lebih sengaja membedakan diri sebagai tuan rumah, mereka mengenakan celana olahraga biru dengan logo di paha kiri atas dan kaos oblong warna warni —bebas.

Di tempatnya duduk, Lava hanya bengong menatap lurus benda bulat bergaris yang sejak tadi dioper kesana kemari. Dia sama sekali tidak memberikan reaksi yang berarti, berbanding terbalik dengan penonton lain yang bersorak riang saat bola berhasil masuk atau mereka turut melenguh kecewa saat bola gagal masuk. Kenapa juga sih Lava harus termakan rayuan setan Ara dan berakhir berada di tempat seperti ini? Sumpah, dia gak paham. Sama sekali gak paham.

Lava itu tidak pernah suka olahraga. Walaupun sahabatnya (baca: Satria) mengambil ekstrakulikuler basket dan Ara yang bilang akan mulai mengambil eskul di semester depan nyatanya sudah mengirimkan formulir pendaftaran dan resmi tergabung di eskul yang sama, Lava jarang sekali menunjukkan eksistensinya di lapangan hanya untuk sekedar teriak-teriak menyebutkan nama mereka. Paling-paling Lava akan nongkrong di pinggir lapangan ketika Satria menyeretnya ke sana untuk taruhan. Sementara ketika dipaksa menonton, Lava hanya muncul sampai Satria meninggalkannya bergabung bersama tim, lalu dia kabur dan bersiap karena setelah selesai Satria pasti akan mencarinya untuk ngomel panjang lebar.

"WOOO, RANGGAAA! GO, GO, GO!"

Lava terjingkat saat Ara berteriak dan dengan sengaja mencondongkan tubuh ke telinganya. Anak itu sampai mengusap dadanya beberapa kali, kaget bukan main.

"Araaaa," protes Lava, mendorong kepala Ara supaya menjauh dari telinganya. "Telinga gue sakit, anjir. Gak pernah sadar diri ya lo tuh walaupun cuma sendiri tapi berisiknya udah kayak warga satu RT!"

"Lavanya, ih!" Ara memukul tangan Lava karena dorongan yang kuat membuat kepalanya berbenturan dengan orang asing di sampingnya. "Ya elu, Lav, diem aja. Heh, lo tuh lagi nonton orang main basket, bukan nonton sidang pengadilan. Bereaksi dikit napa, sih? Teriak kek, mainin pom pom kek, apa kek. Noh, liat noh, masa sih lo gak ngeh kalo ketua kelas kita ganteng banget pas lempar bola kayak gitu?"

"Sini Ra, pala lo yang gue lempar," kata Lava geram.

Ara mendengkus sebal. Gadis berambut panjang itu menatap Lava untuk waktu yang cukup lama. Seolah wajah datar Lava lebih menarik dari para anak basket yang sedang lari-larian berebut poin. Dia menghembuskan napas berat, merengkuh lengan Lava jadi bersandar pada temannya ini.

"Lav, jangan galau terus," kata Ara lembut tapi terdengar sangat serius. "Apa sih hebatnya si Dimas sampe dia bikin lo kayak gini?"

"Apa, sih? Lo ngomong apa!?" Tanya Lava kesal. "Gue gak galau, Ara. Tapi gue gak paham!"

Lava dan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang