010. Rencana dan Bahagia

157 9 0
                                    

Dengan jurnal berisi data tingkat kejahatan Indonesia dari tahun ke tahun, Sherly berbaring tengkurap di kamarnya. Gadis itu dengan santai membaca, seolah data-data itu merupakan bagian dari sebuah novel fiksi yang sangat menarik baginya. Dari ponsel yang disimpan di samping bantal mengalun lagu-lagu Indie dari penyanyi Indonesia. Sementara Boo tadi ke luar dari kamarnya, mungkin karena Boo tahu Lava sudah pulang jadi buntalan hitam berbulu itu sedang bertamu ke kamar Lava sekarang.

Sherly memang tergolong ke dalam mahasiswa pintar. Di tahun terakhir SMA, Sherly berhasil lulus sebagai siswi terbaik ke-3 dari segala aspek. Dia mempunyai sikap yang baik, dikenal oleh para guru karena kesopanannya dan kemampuannya dalam bersosialiasi. Walau waktu SMP sempat habis-habisan membenci pelajaran PpKN karena kelakuan gurunya menyimpang dari materi hak asasi manusia yang beliau ajarkan sampai membuat Sherly hampir mengubur mimpi masa kecilnya, di SMA dia mendapatkan guru yang luar biasa yang membuat mimpi itu kembali muncul. Suatu hari Sherly harus bisa menjadi seorang pengacara hebat.

Sebuah suara diikuti kepala yang menyembul muncul dari celah pintu tiba-tiba membuat Sherly menoleh, mengangkat alis memandangi Lava yang berdiri di sana. Dari bawah pintu Boo melangkah masuk setelah mencakar sepatu Lava sampai membuat talinya lepas.

"Ck, Kak, Boo nih, gangguin mulu," adu Lava sebal.

Sherly terkekeh, bangkit dari ranjang meninggalkan jurnalnya berganti jadi meraih Boo yang sudah mengeong lemah. Berkata seolah dia tidak rela Lava pergi lagi padahal gadis itu baru pulang. Tapi sampai kapanpun, sekali lagi, Sherly tak akan pernah paham dengan apa yang Boo ngeongkan.

"Drama banget lo jadi kucing, biasanya juga jadi yang paling seneng kalo gue pergi," omel Lava yang paham, melangkah memasuki kamar Sherly dan duduk di sisi ranjang.

"Loh, kamu mau pergi?" Tanya Sherly baru sadar Lava sudah rapi.

"Ya terus kamu pikir aku udah dandan cantik gini mau ngapain?" Balas Lava, sebenarnya kesal pada Boo tapi jadi dia lampiaskan pada Sherly.

"Yaudah sana pergi," usir Sherly mencibir. "Pulangnya jangan malem-malem," pesan yang lebih tua, sudah terbiasa ditinggalkan oleh adiknya. Dibanding dirinya yang lebih sering menghabiskan waktu di rumah bersama Papa Mama, Lava memang lebih akrab dengan dunia luar. Entah pergi jalan-jalan bersama Satria atau pacarnya yang sampai kini masih belum sempat Sherly temui.

"Nggak bakal malem kok, aku cuma mau ke mall, bentaran doang abis nemu barang yang aku cari juga bakalan langsung pulang, " jawab Lava menjelaskan.

Sherly tersentak, jadi teringat sesuatu. Dengan cepat dia meraih ponselnya, kemudian berseru heboh membuat Lava terlompat kaget karena Sherly kini jadi terlihat seperti dirinya yang agak-agak. "Kamu sama siapa? Mau ikut, dong. Aku lupa harus beli hadiah buat seseorang."

"Kares, tadi udah ditelfon." Lava menatap Sherly aneh. "Tumben banget mau ngeluarin duit buat beliin orang lain hadiah. Pasti spesial, ya? Siapa? Pacar? Dia ulang tahun?"

Sherly tidak menjawab, hanya tersenyum malu-malu dan menaikturunkan alis menatap Lava penuh arti. Ia lalu membuka lemari dan mencari pakaian yang lebih pantas untuk ia gunakan, membuat Lava jadi duduk di pinggiran ranjang memperhatikan kakaknya. Walau kemudian Lava mengangkat alis mengenali pakaian yang menggantung di lemari Sherly.

"Kak Sher," panggil Lava membuat Sherly yang baru saja mengambil jeans panjang dan sweater crop top jadi berdeham menjawab. "Itu kemeja putih punya aku bukan, sih?" Tanya Lava membuat Sherly jadi menoleh pada pakaian yang dimaksud. Kemeja putih lengan panjang yang bagian badan kanannya dipenuhi gambar bunga dan tulisan-tulisan yang membuat kemeja itu nampak anggun. Tapi lebih dari sekedar kemeja, di saja juga ada satu jaket coklat berbulu dengan kupluk yang mempunyai telinga, yang tentu saja milik Lava.

Lava dan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang