"Selamat Ulang tahun dan Terima kasih, Papa.""PAPA!." Seru 12 bocah yang membuat pria Ackerman ini hampir depresi. Seisi dapur berantakan, alat-alat masak seperti panci, piring, baskom ada yang retak, pecah, kebelah dll.
Tepung, telur, air berserakan dimana-mana. "Aku yang ngaduk!" Bocah yang tengah memegang kentang, mengambil mixer yang tengah di pakai oleh bocah botak. "Enak saja, aku saja yang mengaduknya. Kau lebih baik makan kentang saja sana."
"Oi Mikasa, bantu aku memecah terlurnya."
"Reiner kau jangan dekat-dekat dengan Christa ku!"
"A-annie, mari kita menyalahkan microwave nya."
Levi hanya diam, wajahnya sudah tidak bisa di artikan lagi. Di marahin salah, ga di marahin kelewatan. Ia mengusap wajahnya, rasa menyesal membiarkan Hanji pergi membuat dirinya ingin melempar semua bocah sialan yang ada di depannya.
Ia mengelap keringatnya, dengan wajah yang sangat mengintimidasi, ia memukul meja dengan sangat keras. Plak!
Kegiatan mereka semuanya berhenti, menatap heran dengan tindakan papa mereka. "Sudah?" Tanya nya, bukannya menjawab mereka malah melanjutkan kegiatan mereka tanpa memperdulikan papanya.
"Kalian semua sudah selesai?" Ujarnya dengan nada dingin. Mereka langsung berbaris menghadap papanya. Dengan tatapan sangat mengintimidasi, mereka semua terdiam ketakutan. "Sekarang bereskan, kalian tidak akan di bela oleh si kacamata sialan itu."
Levi melipat kedua tangannya, ia memperhatikan para anak anaknya tengah sibuk membereskan dapur yang sudah hancur. "Yang benar kalau ngepel botak, kau harus menekan agar keraknya terangkat. Kau juga Eren, lap lah pakai tenaga. Hei macan asia, gunakan lah tenaga mu untuk mengangkat barang-barang yang kau turunkan. Oi 2 bocah berambut pirang, jangan malah mojok! Hei Yuri, jangan malah terus berpelukan sama Historia. Cepat bereskan, atau kalian akan ku kunci dan tidak akan mendapatkan jatah makan malam."
"BAIK PAPA!" Mereka segera membereskan dengan cepat, semaksimal mungkin untuk mendapatkan kebersihan yang papanya sukai. DRTTT~ DRTTT~ Suara telpon rumah berbunyi, Levi menghampiri telpon tersebut.
"Hallo?"
"Yooo Levi, bagarimana dengan anak anak? Aku sudah membeli..."
"Diam, pulang sekarang."
"Oke."
Levi langsung menutup telp tersebut, ia tidak tahu harus berbicara apa, kepalanya sudah pusing 7 keliling melihat tingkah laku bocah yang terus memanggil nya papa.
Dasar Hanji, ia terus merengek agar Levi menyetujui merawat mereka semua. Levi duduk di sofa, setelah mereka mengatakan sudah membersihkan semua bagian dapur dengan rapih, termasuk bawah meja.
Ia mengesap tehnya, sembari mengecek beberapa berkas yang sudah menumpuk. Hari Minggu yang sangat memuakkan, siang hari yang begitu hancur.
Padahal rencananya ia akan beristirahat setelah berbulan-bulan bekerja dan terus bekerja, tapi rasanya dunia menginginkan dia bekerja tanpa henti.
Tapi yang membuat nya dapat merasakan ketenangan adalah, keberisikan dari ke 12 bocah yang tengah bermain di ruang televisi. Walaupun suara mereka memekakkan telinga, tapi setidaknya melihat senyuman mereka, membuat hatinya sedikit melunak.
Sudah 6 tahun, ia dan Hanji mengadopsi bocah yang tidak di ketahui siapa orang tua nya tersebut. Banyak cerita di balik mereka semua. Setelah Levi mencari tahu identitas orang tua mereka, ia dan Hanji berencana tidak mengungkit kisah masa lalu mereka. Yah-yah walaupun wajahnya sangat dingin, tapi hatinya tetap lembut setelah melihat mereka tumbuh dewasa. Walaupun sifat membangkang Eren, rasa ketidakpedulian Mikasa, keceriaan Armin, keberisikan Jean, kekonyolan bocah bohlam dan gadis kentang, kecaperan Reiner, keyurian ymir kepada Historia, Berthold yang selalu nempel kepada Reiner, Annie yang selalu pendiam, Marco yang kadang selalu mengikuti Jean.
KAMU SEDANG MEMBACA
OMINOUS THE FUTURE
Fanfiction"Follow me Garou, your strength potential for me destruction off world" Attack on Titan: Hijime Isayama One punch man: Story by One art by Yusuke Murata