Tujuh

1.6K 263 224
                                    

Kota Bandung siang ini tidak terlalu terik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kota Bandung siang ini tidak terlalu terik. Seperti biasa, La Pizzeria 'n Pasta dipenuhi pengunjung saat jam makan siang. Aku dan Zarfan beruntung mendapatkan meja yang bersebelahan dengan jendela lebar yang terhubung dengan Grand Atlantica, sehingga aku bisa mengamati keadaan di lobi hotel sambil makan siang.

Sambil mengobrol, kami menikmati makan siang kurang lebih satu jam. Sebelum pulang, Zarfan yang duduk di hadapanku menyerahkan sebuah buku catatan dan flashdisk.

"Semoga catatannya insightful, ya," ujar Zarfan. "Buat data-data hotelnya ada di folder yang judulnya 'Buat Mika'."

"Makasih loh, Zar," balasku sambil senyum. Aku memasukkan dua benda itu ke dalam tote bag, kemudian meletakkannya di atas meja dan berdiri. "Zar, bentar ya, mau ke toilet dulu. Jagain barang-barangku."

Cowok itu mengangguk singkat. "Oke, Mik, santai aja."

Aku cukup terganggu karena hari ini adalah hari pertamaku menstruasi. Aku ingin mengecek sesuatu sebelum pulang. Ya, jika kamu perempuan, kamu pasti paham apa maksudku. Untuk sampai di toilet restoran, aku harus melewati kasir dan pintu dapur karena letaknya bersebelahan.

Tiba-tiba saja, pintu dapur terbuka dan seorang cowok keluar dari sana. Aku mendongak, pandanganku bertemu dengan adik angkatan yang kukenal dengan nama Dika. Sebelum bertabrakan, kami berdua berhenti secara bersamaan.

"Loh? Teh Mika?" Dari ekspresi wajahnya, terlihat jelas cowok itu terkejut.

"Dika?" Aku tersenyum canggung. "Ngapain di sini?" Aku menunjuk pintu dapur restoran.

"Habis ketemu tanteku, minta izin buat survei," jawabnya singkat.

Aku melirik buku catatan kecil di tangan kirinya dan kamera DSLR yang dikalungkan di lehernya. Mendadak, suasana hatiku memburuk. "Oh, kamu mau survei Grand Atlantica lagi?" tanyaku.

Dika menelan ludah. Terlihat jelas bahwa ia merasa tidak nyaman dengan pertanyaan tersebut, berhubung sejak kemarin kami resmi menjadi rival. Cowok itu mengangguk perlahan.

"Oh ... gitu." Aku turut mengangguk dan menjawab singkat.

"Duluan ya, Teh. Takut kesorean." Setelah mengatakannya, dengan segera Dika berbalik dan berjalan cepat menuju pintu kaca restoran yang terhubung dengan bangunan hotel. Pada akhirnya, punggung Dika pun lenyap ditelan jarak.

"Kesorean apanya? Sekarang, 'kan, baru jam satu siang," gerutuku sambil berjalan menuju toilet. Jelas sekali Dika menghindariku agar suasana tidak semakin canggung.

Setelah melakukan urusanku di toilet, aku berdiam diri sebentar di depan wastafel, mencuci tangan lalu mendongak, menatap pantulan diriku di cermin. Apakah sejak bertemu Dika wajahku menjadi sekusut ini? Berbeda sekali ketika aku menikmati seloyang piza bersama Zarfan. Tanpa sadar, tanganku terkepal.

Aku tidak ingin usahaku minggu lalu terbuang sia-sia. Zarfan telah merelakan waktu dan tenaganya untuk membantuku, begitu pula Aruna. Dalam kepalaku, begitu banyak ide yang ingin sekali kutuangkan untuk mempercantik hotel Grand Atlantica. Aku ingin mengerjakan Pra Tugas Akhirku dengan maksimal, dan aku yakin akan mendapat nilai memuaskan dengan ide-ide itu.

Kapan Lulus? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang