Hari-hariku sebelum sidang akhir selalu sama. Bangun pagi, pergi ke kampus, berkutat dengan SketchUp dan AutoCAD, lalu pulang bersama Dika. Sabtu Minggu pun sama, hanya saja aku dan Dika tidak pergi ke kampus, melainkan co-working space. Sampai suatu pagi aku menatap bayanganku di cermin dan cukup terkejut melihat area bawah mataku yang menghitam. Jujur saja, aku lelah setengah mati. Namun, hanya tinggal sedikit lagi sampai di garis finish, dan setelahnya aku bisa bebas dari mata kuliah Tugas Akhir.
Nggak sabar pengen cepet-cepet rebahan dan nonton drama Korea seharian!
Segala yang harus kukerjakan untuk penilaian akhir nyaris rampung. Gambar kerja dua dimensi nyaris selesai dan sekarang sedang tahap melengkapi gambar-gambar tiga dimensi, seperti perspektif ruangan. Aruna banyak membantuku dalam tahap rendering. Untuk pembuatan maket, aku menyerahkannya pada seeorang yang memang membuka jasa di bidang itu. Nyaris sembilan puluh persen mahasiswa menggunakan jasa joki maket dan ini adalah rahasia umum. Dosen pun tidak mempermasalahkannya. Satu-satunya hal yang mereka permasalahkan adalah apakah desain kami sudah sesuai dengan fungsinya atau tidak.
Banyak terjadi gangguan teknis selama mengejar deadline, seperti aplikasi desain yang crash, terkena bug, dan terkadang force closed tanpa sempat di-save, sehingga aku harus mengulang kembali desain yang sudah dibuat. Ingin marah, tetapi marah pada siapa? Laptop yang notabenenya adalah benda mati? Daripada menghabiskan waktu untuk memaki-maki mesin, biasanya aku hanya mengembuskan napas pasrah dan kembali membuka aplikasi tersebut. Ketika mengerjakan lagi, aku selalu refleks menekan opsi save setiap tiga menit sekali.
Sehari sebelum sidang, aku sudah berhenti mengerjakan segalanya. Aku membuat daftar sederhana dan mencentang apa saja yang siap kupresentasikan di ruang sidang. Terakhir, aku hanya tinggal mencetak hasil desainku dan semua persiapan pun selesai.
Hari ini, mendadak semua tempat printing dekat kampus—terutama yang bisa mencetak kertas berukuran A1—penuh. Itu semua karena mahasiswa mata kuliah Tugas Akhir mencetak hasil pekerjaannya secara serentak. Dika tidak perlu khawatir karena sebagian berkas yang berukuran A4 bisa dicetak di kantor ayahnya, sedangkan aku yang notabenenya anak kost harus menggantungkan nasib sepenuhnya pada tempat printing.
Aku dan Dika sampai berkeliling Bandung, mencari tempat printing yang tidak dipenuhi orang. Akhirnya, kami menemukan satu tempat printing di Jalan Dipatiukur yang cukup sepi. Karena banyak sekali berkas yang harus dicetak, sedangkan mesin cetak A1 tidak banyak, kami harus rela menetap sampai berjam-jam. Waktu telah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, aku dan Dika masih di tempat ini, menunggu hasil cetak dengan sebungkus keripik kentang yang kami beli di minimarket.
"Lama banget, ya?" Aku memecah keheningan sambil menguap. Kelopak mataku terasa begitu berat.
Dika yang duduk di sebelahku meringsut mendekat, lalu berbisik di dekat telingaku. "Ternyata printer A1-nya jelek. Lihat, deh. Lamaaa banget nge-print-nya! Pantesan tempat ini sepi walaupun buka dua puluh empat jam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan Lulus? [END]
Romance🏆 Spotlight Romance of August 2024 by Romansa Indonesia Walaupun sudah jadi mahasiswa tingkat akhir, Mika masih sering insecure sama prestasi akademiknya. Hingga suatu hari, prosesi wisuda sahabat karibnya telah mengubah tekad cewek itu. Di awal se...