Minggu selanjutnya, sehabis kelas di Senin siang, aku dan Dika bergantian mengunjungi ruang dosen untuk menemui Pak Rizal. Selama beberapa menit, Pak Rizal memeriksa hasil survei tambahanku, begitu pula dengan milik Dika. Pada akhirnya, beliau memanggilku dan Dika secara bersamaan, lalu meminta kami untuk duduk di depan meja kerjanya. Aku cukup tegang dan kulihat Dika pun menunjukkan raut wajah yang sama. Apa pun keputusan Pak Rizal sekarang, akan menentukan nasib kami selama dua semester ke depan.
Pak Rizal mengembalikan berkas survei kami. Sebelum memutuskan, beliau menarik napas dalam-dalam. "Saya sudah memeriksa hasil survei kalian. Sudah jauh lebih lengkap dibandingkan minggu kemarin."
Aku menelan ludah, nyaris menahan napas ketika menunggu Pak Rizal melanjutkan pertanyaannya.
"Tapi yang bisa memilih judul hotel bintang empat dengan Grand Atlantica sebagai benchmark hanya salah satu dari kalian. Bapak harap, yang tidak terpilih bisa berlapang dada. Masih banyak waktu sampai sidang Pra Tugas Akhir. Jika ada kesulitan untuk memilih judul baru, kalian bisa berkonsultasi dengan saya ataupun dosen lainnya."
Aku dan Dika yang duduk bersebelahan saling melirik. Saking tegangnya, Dika sampai menggerak-gerakkan kakinya.
"Mika," ujar Pak Rizal.
Dengan spontan aku mendongak. "Iya, Pak?" Jantungku berdebar begitu hebat.
"Selamat ya, Mika. Data kamu lengkap sekali. Kamu sampai punya persentase dan kriteria pengunjung hotel Grand Atlantica. Dengan begitu, desain yang kamu buat bisa lebih akurat sesuai dengan selera dan kebutuhan mereka." Pak Rizal tersenyum.
Aku tidak dapat menahan kegelaan yang membuncah di dadaku. Dengan ceria, aku bertanya sekali lagi. "Jadi, saya yang dapat judulnya?"
Pak Rizal mengangguk. "Iya. Mulai minggu depan kamu bisa bimbingan dengan saya." Kemudian, beliau menoleh pada Dika. "Kamu tenang saja ya, Dika. Masih banyak waktu untuk mencari judul yang lain. Kalau kamu masih pengen ngambil judul-judul yang berhubungan dengan akomodasi dan pariwisata, kamu bisa mendesain interior sebuah resort. Nanti, bimbingannya tetap sama saya. Tapi, kalau kamu tertarik ngambil judul lain, nanti saya dan Pak Salman bantu carikan dosen pembimbing baru."
Aku menoleh pada Dika yang terlihat kecewa, tetapi cowok itu masih bisa tersenyum sedikit di hadapan Pak Rizal. Ia mengangguk. "Siap, Pak! Nanti saya boleh konsultasi judul barunya sama Bapak, 'kan?"
Dengan senyum berwibawa sekaligus bersahabat, Pak Rizal mengangguk. "Tentu saja boleh, Dika."
Setelah pengumuman yang mendebarkan itu, aku dan Dika izin meninggalkan ruangan. Kami berdiri bersamaan. Bahu Dika pun menyenggol tanganku. Karena banyak sekali barang yang kubawa, beberapa berkas jatuh ke lantai. Ketika merunduk dan berusaha mengumpulkan berkas-berkas itu menjadi satu, sebagian isi dari tote bag-ku pun ikut terjatuh, termasuk buku catatan milik Zarfan. Dengan sigap Dika berjongkok dan membantuku mengumpulkan barang-barang yang terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan Lulus? [END]
Romance🏆 Spotlight Romance of August 2024 by Romansa Indonesia Walaupun sudah jadi mahasiswa tingkat akhir, Mika masih sering insecure sama prestasi akademiknya. Hingga suatu hari, prosesi wisuda sahabat karibnya telah mengubah tekad cewek itu. Di awal se...