Hari demi hari, gosip antara aku dan Dika semakin parah, terlebih lagi Pak Rizal yang selalu menggoda kami setiap kali bimbingan. Dengan sangat terpaksa, aku hanya menanggapi godaan itu dengan tawa canggung. Tidak mungkin jika aku marah pada dosen pembimbingku sendiri, 'kan?
Karena laporan Pra Tugas Akhir, jam tidurku pun menjadi tidak beraturan. Ketika mengantuk di pagi hari dan harus mengejar deadline, aku hanya bisa mengandalkan segelas kopi. Alhasil, malam sebelum UTS, asam lambungku naik dan sialnya aku kehabisan stok antasida. Malam ini, Aruna dan Zarfan memang berencana mampir ke kostku untuk membantu menyiapkan presentasi. Jadi, aku meminta salah satu dari mereka untuk mampir ke apotek. Setelah keduanya datang, kami duduk di sofa yang ada di ruang tamu kost, letaknya di lantai satu. Zarfan menyerahkan kantong plastik kecil padaku. Aku menerimanya, lalu mengeluarkan satu strip antasida dari dalam sana.
"Mik, kamu nggak apa-apa, 'kan?" tanya Zarfan khawatir.
"Slide presentasi buat besok gimana, Mik? Masih kuat ngerjain sekarang, nggak? Kita bantu, kok," ujar Aruna.
Aku merapatkan jari telunjuk dan jempol, melakukan gestur 'oke' "Nggak apa-apa. Aman, udah sembilan puluh persen, kok," ujarku lemah.
Zarfan mendesah pelan. Ia menyugar poninya. "Untung aja aku lewat apotek, jadi bisa beli obat dulu. Kenapa bisa kambuh H-1 banget, sih?"
"Emmm ...." Ragu, aku melirik Aruna di sampingku, kemudian kembali pada Zarfan. "Akhir-akhir ini aku sering beli kopinya Aruna karena jam tidurku nggak teratur. Siang-siang juga gampang ngantuk kalau lagi ngetik. Terus ... kadang jajan Nescafe juga di kafetaria." Kemudian, aku menelan setablet antasida dan meneguk satu gelas air.
Zarfan menoleh pada Aruna sambil melotot. "Kamu biarin dia terus-terusan beli kopi?"
"A-aku cuma tahu dia beli sekali." Aruna mengelak.
"Iya ... sisanya aku beli lewat Go-Food, atau langsung lewat baristanya. Makanya Aruna nggak tahu," lirihku sambil menahan perih di lambung.
Zarfan mendesah berat. Cowok itu terlihat kesal, tetapi berusaha menjaga nada bicaranya tetap rendah. "Aku, 'kan, udah bilang. Jangan keseringan minum kopi kalau punya gastritis!"
"Tapi aku nggak konsen ngerjain Pra TA kalau nggak ngopi, Zar ...." Aku berusaha mencari-cari alasan atas kesalahanku sendiri.
"Kenapa nggak konsen? Biasanya kamu ngerjain laporan malem-malem bareng aku lewat Zoom. Lancar-lancar aja, 'kan? Kok, paginya ngerjain lagi? Padahal, kamu bisa manfaatin waktu pagi buat tidur," tanya Zarfan.
Aku menggigit bibir. Soalnya, kalau ngerjain lewat Zoom, aku malah fokus sama kamu, Zar, bukan sama laporannya!
"Atau mungkin kamu stres?" tanya Aruna.
"Bisa jadi. Kamu lagi mikirin apa, Mik? Mikirin UTS? 'Kan, kita udah bantuin." Zarfan juga bertanya.
"Nggak. Gastritisnya kambuh murni karena kafein. Tapi ... ada kejadian nyebelin banget di kampus akhir-akhir ini. Aku nggak stres, tapi kesel bangettt! Kepikiraaan!" rengekku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan Lulus? [END]
Romance🏆 Spotlight Romance of August 2024 by Romansa Indonesia Walaupun sudah jadi mahasiswa tingkat akhir, Mika masih sering insecure sama prestasi akademiknya. Hingga suatu hari, prosesi wisuda sahabat karibnya telah mengubah tekad cewek itu. Di awal se...