Dua Puluh Satu

1.1K 175 86
                                    

Ada kalanya pertemuan kita dengan seseorang itu tidak seharusnya terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada kalanya pertemuan kita dengan seseorang itu tidak seharusnya terjadi

*****

"Halo, Sel." Zarfan tersenyum pada Selena. "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"

"Iya, Kang. Baik, kok." balas Selena lembut. Lalu, cewek itu memalingkan pandangan, sedikit gelagapan.

Ujung lorong gedung Fakultas Seni Rupa dan Desain hening. Mahasiswa yang sedang berfoto pun menghentikan aktivitasnya, termasuk aku, Tablo, dan Dika. Atensi kami semua tertuju pada Zarfan yang membawa buket bunga kertas. Aku yang berada di antara Zarfan dan Selena otomatis mundur dan berpindah posisi di sebelah Dika. Kini, mereka berdua berdiri berhadapan.

"Ada apa, Kang, ke kampus?" tanya Selena. "Tumben."

Zarfan menoleh padaku, kemudian menunjukku. "Aku mau ketemu Mika."

"Hah?" Kedua mataku membola. Jantungku berdebar semakin tak keruan ketika semua mahasiswa yang ada di ujung lorong menatapku heran.

"Terus, bunganya?" tanya seorang cewek yang tadi hendak berfoto bersama Selena, tetapi diinterupsi Zarfan.

Dengan gugup, Zarfan menunduk, menatap buket yang dibawanya. "Oh, ini ... buat ... nggak jadi." Dengan segera cowok itu menyembunyikan buket yang dibawanya di belakang punggung, kemudian menoleh padaku. "Mik, aku mau ngomong empat mata sama kamu. Sebentar aja," ujarnya.

"Oh, jadi bunganya bukan buat Selena?" celetuk Tablo. Meskipun pelan, aku masih bisa mendengarnya.

Dengan cepat Dika melotot, menampar perut Tablo dan mendesis, "Maneh nggak bisa baca situasi!"

"Oh, iya, iya. Ayo ngobrol!" ucapku pada Zarfan agak keras untuk menghentikan keributan yang dibuat Tablo. Aku menyerahkan ponsel Selena pada pemiliknya. "Bentar, ya. Nanti kalau aku balik, aku fotoin lagi."

"Iya, Teh." Selena menerima ponselnya. Cewek itu bergantian menatapku dan Zarfan. Ada kilasan aneh di kedua matanya yang bisa kutebak adalah kecemburuan.

Selanjutnya, aku dan Zarfan menjauh dari lorong gedung FSRD, meninggalkan para adik angkatan yang memasang raut keheranan. Sebenarnya, bukan hal aneh jika saja Zarfan datang menemuiku tanpa buket bunga kertas dalam genggamannya. Kami sudah berteman sejak tahun pertama berkuliah. Namun, sikap aneh Zarfan dan aku yang kebetulan menjadi canggung dengan cowok itu tentu memancing kecurigaan orang lain. Tentu, siapa pun yang melihat pasti dapat membaca dengan jelas jika sesuatu terjadi antara kami. Lebih parahnya lagi, seharusnya bukan aku yang berurusan dengan Zarfan, tapi Selena.

Selena juga memiliki sejarah panjang dengan Zarfan. Satu jurusan tahu itu. Wajar saja semua orang menyangka buket bunga kertas itu ditunjukkan untuk Selena.

*****

"Teh Mika sama Kang Zarfan pacaran, ya? Ke mana-mana bareng mulu. Atau ... pacarannya sama Teh Runa?"

Kapan Lulus? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang