Sembilan Belas

1.1K 194 103
                                    

Kalau mau minta nasihat atau saran pada seseorang, dengarkan seperti apa perkataannya, bukan melihat siapa orangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau mau minta nasihat atau saran pada seseorang, dengarkan seperti apa perkataannya, bukan melihat siapa orangnya.

*****

Setelah Dika meninggalkan kasir dan dirasa tidak bisa mendengar percakapan kami, aku berbisik cukup keras pada Aruna. "Run?"

"Apa?" tanyanya sambil mengusap wajah. "Ya ampun, aku malu banget!" Cewek itu mendongak dan memperlihatkan wajahnya padaku. "Mukaku merah, nggak?"

"Nggak. Kamu kenapa, sih? Salah minum obat?"

Aruna mencondongkan tubuh dan balas berbisik. "Kamu bilang Dika mukanya standar? Itu mah, ikemen! Spek Yamazaki Kento! Dulu waktu rambutnya masih pendek aku sering lihat dia di himpunan, tapi nggak tahu namanya siapa."

"Ih, dasar wibu! Yamaken dari mana coba?" balasku sewot, masih berbisik.

"Wah gila, Mik. Waktu rambutnya gondrong, gantengnya jadi sepuluh kali lipat!" bisik Aruna, sedikit heboh.

"Kamu jangan suka sama dia, ya!"

Aruna menggeleng cepat. "Nggak kok, Mik, tenang aja! Walaupun Dika tipe aku banget, aku nggak tertarik sama brondong." Cewek itu tersenyum jahil dan menepuk pundakku beberapa kali. "Lagian, mana mungkin aku nikung kamu."

"Aku nggak suka dia!" bisikku ketus sambil menepis tangan Aruna. "Maksudku, kelakuannya nggak normal! Aku nggak mau kamu ketularan gila gara-gara PDKT sama dia!"

"Nggak boleh gitu, Mik ...." Aruna menggodaku. "Nanti karma."

Karena kesal, aku melengos pergi dari mesin kasir, meninggalkan Aruna yang masih terkikik geli. Dengan kasar aku mendaratkan bokong di kursi salah satu meja, tepat di hadapan Dika. Kubuka laptopku di atas meja dan kuseruput lychee tea yang kubiarkan di atas meja sejak tadi, sampai-sampai esnya sudah mencair.

"Kenapa, Teh? Kayaknya bad mood banget?" tanya Dika setelah mengalihkan fokus dari laptopnya.

Aku mendongak dan berkata dengan ketus. "Diem!" Kusipitkan kedua mata ketika menatap wajah cowok itu untuk meninggalkan kesan sinis. "Semuanya gara-gara kamu!"

Dika mengangkat kedua alis. Cowok itu tidak terlihat kaget ketika aku berbicara ketus. "Kok, jadi aku?"

Aku membuka mulut, tetapi tidak ada satu pun kata yang terlontar. Yang jelas, semua ini salahnya! Gosip tentangku beredar di kalangan adik tingkat, semua ini salahnya! Aruna pun menggodaku karenanya! Hal-hal ajaib yang kualami di tahun ajaran ini semuanya gara-gara Dika! Namun, aku tidak tahu bagaimana harus mengatakan hal itu padanya. Dengan berat hati, kututup kembali mulutku rapat-rapat.

Cowok itu terkekeh. Ketika kualihkan pandangan ke laptop, sudut mataku menangkap Dika mencondongkan tubuh, kemudian menopangkan pipinya ke buku-buku jarinya yang terkepal. Ketika mendongak kembali, aku melihat cowok itu tersenyum manis padaku. Mendadak, kedua pipiku terasa hangat.

Kapan Lulus? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang