Selalu ada sisi lain di dalam hati manusia yang kamu nggak pernah tahu
*****
Di penghujung semester enam, ada saat-saat di mana aku dan Aruna menetap di kampus hingga larut malam hanya untuk mengerjakan tugas mata kuliah studio. Saat itu, aku sedang merancang kantor cabang sebuah bank, sedangkan Aruna merancang bangunan restoran Korea. Terkadang, Zarfan ikut mengerjakan tugasnya bersama kami, tetapi ia lebih senang menghabiskan waktunya bersama Selena.
Ya, nggak heran, sih, mereka baru pacaran. Lagi bucin-bucinnya.
Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, penjaga gedung Fakultas Seni Rupa dan Desain mengusir kami secara halus dari kelas karena ruangan tersebut akan dikunci. Aku dan Aruna terpaksa pergi meninggalkan kelas, lalu memutuskan untuk pulang. Kami berdiri di depan kampus, menunggu Go-Jek yang menjemput Aruna, sedangkan aku terbiasa jalan kaki menuju kost.
Tiba-tiba, aku mengingat sesuatu yang penting. Dengan panik kurogoh tote bag-ku, mencari benda elektronik di dalam sana.
"Nyari apaan, Mik?" tanya Aruna.
"Itu, Run ... charger laptopku ... di mana ya?" lirihku resah sambil mengacak-acak isi tas.
"Tadi di kelas nggak ada, 'kan? Kita udah periksa nggak ada yang ketinggalan," ujar Aruna.
Aku mendongak dan sedikit melotot. "Kayaknya ketinggalan di ruang himpunan tadi sore! Duh ... mana laptopku baterainya tinggal sepuluh persen. Mager banget balik lagi ke gedung FSRD."
"Terus gimana, dong? Teman kostmu ada yang pakai Macbook juga, nggak?"
Aku menggeleng. "Nggak. Kebanyakan pakai Asus atau Lenovo, jadi nggak bisa minjem." Lalu, kututup tote bag-ku dan berbalik. "Aku ambil dulu, deh. Kamu tunggu di sini aja, Run. Takutnya Go-Jek-mu keburu datang."
"Serius, Mik? Nggak apa-apa nggak ditemenin?" tanya cewek itu. Wajahnya tampak khawatir.
"Nggak apa-apa, nggak bakalan ada hantu juga. Pasti masih ada anak yang nongkrong di himpunan." Aku tersenyum, berusaha meyakinkan cewek itu.
Aruna pun mengangguk. Setelah berpamitan dengan cewek itu, aku berjalan cepat menuju gedung Fakultas Seni Rupa dan Desain lalu menaiki tangga. Ketika ruang himpunan sudah terlihat, rupanya pintunya masih terbuka. Lampu pun masih menyala, tetapi keadaan cukup sunyi. Hanya terdengar suara pelan seseorang di sana dan lagu yang diputar dengan volume sangat kecil, entah siapa yang menyanyikannya. Ah, mungkin masih ada dua sampai tiga orang yang menetap.
"... Mika."
Ketika mendengar namaku disebut dari arah ruang himpunan, aku berhenti melangkah. Aku mengernyit, memastikan apakah yang kudengar tadi benar adanya. Karena namaku disebut, aku jadi penasaran setengah mati dengan topik yang orang itu bicarakan. Kulangkahkan kaki sangat pelan di koridor, sebisa mungkin tidak menimbulkan suara. Kurapatkan tubuh ke tembok dekat pintu untuk menguping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan Lulus? [END]
Romance🏆 Spotlight Romance of August 2024 by Romansa Indonesia Walaupun sudah jadi mahasiswa tingkat akhir, Mika masih sering insecure sama prestasi akademiknya. Hingga suatu hari, prosesi wisuda sahabat karibnya telah mengubah tekad cewek itu. Di awal se...