"Terkadang, label kayak 'bodoh', 'orang biasa', atau 'nggak mampu', justru bikin kita beneran nggak mampu mencapai semua target itu. Kita jadi nggak sadar ada potensi yang terkubur dalam diri."
*****
"Teh."
"Iya?"
Dika diam sejenak sebelum melanjutkan. "Maafin aku, ya."
Mendadak seperti ada pukulan keras di dadaku. Jantungku berdebar lebih cepat. Aku menoleh ke arah Dika yang menatapku berbeda dari lima menit sebelumnya. Binar di matanya meredup. Di sana, aku melihat penyesalan yang begitu dalam. Cowok itu menunggu responsku, tetapi aku tidak tahu harus membalas seperti apa.
"Aduh, sori, jadi canggung lagi ya, suasananya?" Dika menggaruk kepala belakangnya. "Aku sengaja ngajak Teteh ke sini supaya mood-nya bisa 'cerahan' dikit."
"Maaf kenapa?"
"Aku ngebentak Teteh waktu itu, bilang nggak mau peduli lagi," balasnya. "Aku lagi emosi waktu itu. Omonganku nggak sungguh-sungguh, kok."
Aku memutar posisi duduk ke arahnya, lalu menekuk lutut dan memeluk kedua kakiku. "Nggak apa-apa. Aku juga keterlaluan waktu itu," lirihku.
"Masih ada yang mengganjal nggak, sampai-sampai Teteh nggak pernah kelihatan bimbingan lagi di kampus?"
Aku tidak menjawab langsung, masih berusaha mencerna maksud perkataannya. "Kenapa kamu peduli? Kamu disuruh Pak Rizal buat nanya gara-gara aku udah nggak pernah bimbingan?"
"Nggak disuruh." Dika menunduk, mendesah pelan dan mengalihkan pandangan dariku. "Aku dengar dari Pak Rizal, sidang pertama Teteh nggak lancar, ya? Jadi, aku cuma mau ngecek keadaan Teteh aja dan pengen minta maaf."
"Soal kamu, sih, santai aja. Aku udah maafin, kok." Aku menempelkan dagu ke lutut. "Tapi ... semangatku buat lulus tiba-tiba menguap."
"Apa karena omongan cewek-cewek di kelas waktu awal semester?"
Aku mendongak ke arahnya sambil membelalak. "Mereka ngomong apa?"
Lagi-lagi Dika menggaruk kepala belakangnya sebelum menjawab. "Sebenarnya ... aku juga jadi bahan obrolan anak-anak beberapa minggu kemarin. Tablo yang cerita. Perkelahianku sama Kang Zarfan udah menyebar. Teteh juga kena dampaknya. Ada yang bikin gosip kami bertengkar gara-gara Teteh. Padahal, aku udah minta Tablo dan cowok-cowok lain buat ngerahasiain apa yang terjadi di Taman Kafetaria, tapi beritanya tetap bocor. Kukira Teteh udah tahu semua ini, makanya aku datang ke kost buat ngecek keadaan Teteh."
Tanpa sadar pandanganku memburam. Dadaku pun terasa sesak. Aku memalingkan pandangan ke arah hutan pinus agar Dika tidak melihat mataku yang berkaca-kaca. Sekuat tenaga aku menahan tangis, tetapi cerita cowok itu membuatku hatiku terasa seperti diremas kuat-kuat. Tanganku terkepal. Nggak adil! Mereka yang bisanya cuma ngegosip doang, nggak tahu kejadian yang sebenarnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan Lulus? [END]
Romance🏆 Spotlight Romance of August 2024 by Romansa Indonesia Walaupun sudah jadi mahasiswa tingkat akhir, Mika masih sering insecure sama prestasi akademiknya. Hingga suatu hari, prosesi wisuda sahabat karibnya telah mengubah tekad cewek itu. Di awal se...