Tujuh Belas

1.2K 201 126
                                    

"Hatimu itu bodoh kalau lagi jatuh cinta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hatimu itu bodoh kalau lagi jatuh cinta. Nggak usah didengerin!"

*****

"Menurut kamu, dua orang yang udah lama temenan bisa jadi pacar, nggak?" tanya Zarfan tiba-tiba.

"Emmm ... bisa," jawabku asal. Jantungku kembali bertalu.

"Meskipun bertemannya udah lama banget?" tanya cowok itu lagi.

Aku mengangguk. "Kamu tahu nggak, kalau Pak Rizal dan istrinya udah temenan dari SMA? Setelah lulus kuliah, mereka pacaran sebentar dan langsung nikah."

Zarfan terkekeh. "Kok bisa tahu?"

Aku memutar bola mata. "Cobain deh, jadi anak bimbingannya Pak Rizal. Sehariii ... aja. Mustahil dia nggak ngomongin istrinya."

Kami tertawa bersama. Untuk beberapa saat ke depan kami membicarakan pria itu. Namun setelahnya, tidak ada lagi topik yang bisa dibahas. Keheningan meliputi kami. Seandainya saja makan malam kami sudah datang, aku tidak perlu berusaha mencari obrolan sekeras ini agar suasana tidak berubah canggung.

Akhirnya, aku memberanikan diri untuk bertanya, "Emmm ... Zar, soal yang kamu bilang tadi. Kamu serius mau ngajak aku nge-date?"

"Iya, aku serius," jawab cowok itu yakin, tanpa jeda sedetik pun. "Kamunya mau nggak, kalau aku ajak nge-date?"

"Emmm ...." Otakku masih kesulitan merangkai kata-kata. Ucapannya benar-benar membuatku salah tingkah.

"Kalau ngejawabnya lama artinya mau." Zarfan menyeringai jahil. "Mau fine dining atau ... kita makan sushi aja? Atau steak?"

Ponselku di atas meja bergetar beberapa kali, tetapi aku tidak ingin mengecek pesan yang masuk. Aku bergeming, masih memikirkan jawaban yang tepat untuk cowok itu. Tiba-tiba saja teringat Aruna yang menasihatiku malam itu. Tentang tugas akhirku, lalu Zarfan yang sebentar lagi akan sibuk S-2. Beberapa hari lalu, aku sudah berkomitmen akan fokus sepenuhnya pada kuliah. Sayangnya, malam ini pertahananku nyaris goyah.

Tapi ... ini kesempatan besar. Aku sudah menunggu cowok di hadapanku ini bahkan sejak semester pertama.

Kurasakan kedua pipiku memanas. Dadaku berdebar semakin cepat. Otot-otot wajahku memerintahkanku untuk tersenyum, tetapi setengah mati aku menahannya karena gengsi. "Makan di mana aja aku mau kalau sama kamu, Zar."

"Bahkan makan di restoran sei sapi promo kayak gini?"

Aku mengangguk. "Makan di angkringan juga mau, kok."

Zarfan tertawa kecil. Senyumnya begitu manis. "Jangan, dong. Masa iya aku ngajak kamu nge-date ke angkringan? Jangan bilang kalau aku ngajak nonton bioskop layar tancap, kamu juga mau?"

Aku mengangguk lagi. "Iya, kok. Aku mau."

"Mikaaa!" seru Zarfan sambil tertawa. Ia menggeleng. "Di Bandung masih banyak bioskop di mal, loh!"

Kapan Lulus? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang