Empat Puluh

1.7K 178 31
                                    

Pernah kepikiran nggak, setelah lulus, lima tahun lagi kamu mau jadi apa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pernah kepikiran nggak, setelah lulus, lima tahun lagi kamu mau jadi apa?

*****

"Udah?" tanya Dika padaku.

"Apanya?" tanyaku.

"Urusan Teteh sama Kang Zarfan?"

"Hah?" tanyaku karena bingung. "Oh, udah, kok. Zarfannya juga udah pergi."

"Bukan itu maksudku." Dika menghela napas dan duduk di sampingku. "Urusan perasaan. Atau ... jangan-jangan tadi Kang Zarfan nembak Teh Mika, terus kalian jadian?"

Aku tertawa. "Hah? Ya nggak, lah!" Kemudian, aku menoleh padanya. "Kenapa? Kamu jealous?"

"Jealous, lah!" sewot cowok itu. Ia meletakkan kedua telapaknya di belakang kepala, lalu bersandar ke tembok. "Siapa yang nggak jealous crush-nya ditembak cowok lain?"

Mendengar Dika mengucapkan hal itu, aku tertawa kecil. "Kamu sesuka itu sama aku?"

Dika mengangguk beberapa kali. "Tapi aku sengaja nggak mau ngebahas hal ini sama Teteh, karena aku tahu perasaan Teteh masih belum selesai sama Kang Zarfan." Lalu, cowok itu menoleh padaku. "Nah, sekarang, 'kan, Teteh udah selesai sama Kang Zarfan ...."

"Tahu dari mana?" godaku.

"Tadi aku nguping." Dika nyengir.

Kupukul bisep cowok itu. "Nggak sopan!"

Dika tertawa sebentar, kemudian wajahnya kembali serius. "Jadi sekarang hubungan kita mau di bawa ke mana? Perasaan Teteh sendiri ke aku kayak gimana?"

Aku bungkam. Perasaanku pada Dika? Tentu aku pun menyukai adik tingkatku yang terkadang menyebalkan itu. Aku menikmati setiap detik bersamanya. Aku menyukai bagaimana cara Dika yang selalu berhasil membuatku ceria. Aku suka dengan kepintaran dan caranya memecahkan masalah-masalah tugas akhirnya. Aku suka segalanya tentang Dika.

Namun ... aku terbayang-bayang dengan ucapan Papa pada Dika, lalu padaku. Saat ini bukanlah waktunya untuk memikirkan hubungan percintaan. Papa ingin aku dan Dika berkarier terlebih dulu, ditambah karena usiaku yang jauh lebih tua dari Dika, maka kesempatanku mencari kerja akan semakin sedikit. Aku harus fokus. Meskipun aku benci mengikuti keinginan Papa, tapi harus kuakui kali ini beliau benar.

Kukira, Dika adalah cowok tepat yang datang di waktu yang tepat. Namun ..., apa bedanya ia dengan Zarfan?

"Aku bertepuk sebelah tangan, ya?" tanya Dika sambil mencebik, matanya bulat dan penuh harap, seperti anak anjing yang kehujanan.

"Kalau iya gimana?" Aku menggodanya lagi.

"Nggak gimana-gimana, sih ...," kata Dika lemas. "Tapi ... ya, sedih aja."

Aku menahan tawa. "Nggak, kok. Sejujurnya, aku pun suka sama kamu, Dik."

Mendengarnya, awan mendung di wajah cowok itu menghilang. "Serius?"

Kapan Lulus? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang