Flashback Sessions
.
.
.
20 Tahun yang laluSeorang lelaki sedang duduk di bangku ruang tunggu depan kamar pasien. Laki-laki itu tampak tengah menangis tanpa suara sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
“Tuan Anton” panggil Hermawan sembari menepuk pundak lelaki yang ia panggil Anton itu.
“Eh Pak Hermawan, ada apa Pak?” tanya Anton yang mengelap air matanya dan berusaha tersenyum.
“Tuan kenapa? Apa yang terjadi tuan?” tanya Hermawan yang duduk disebelah Anton.
“Anakku yang baru saja dilahirkan sekarang udah meninggal Pak” jawab Anton dengan pandangan yang terlihat sendu.
“Innalillahi wa innailaihi raji'un, saya turut berduka cita tuan. Tuan yang sabar ya” Hermawan menepuk punggung Anton pelan.
“Saya gak tau harus gimana caranya mengatakan pada Anita bahwa anaknya telah meninggal. Saya tak sanggup mengatakannya. Dia pasti akan sangat terpukul jika mendengar kabar ini. Dan yang paling saya takutkan kalo penyakitnya bisa bertambah parah. Bapak tau sendiri kan selama ini Anita selalu berpikir positif bahwa anaknya akan lahir sehat? Tapi kenyataannya Tuhan lebih sayang dengan anakku hingga Tuhan mengambilnya kembali” ucapnya dengan air mata yang kembali turun.
Hermawan hanya terdiam. Ia merasa ingin sekali membantu Anton, tapi apa yang bisa ia bantu? Selama ini Anton lah yang sudah banyak membantu dirinya dan sekarang Hermawan ingin sekali membalas budi kebaikan Anton.
“Istri bapak gimana? Apa dia juga udah lahiran?” tanya Anton.
“Alhamdulillah udah tuan” jawab Hermawan tersenyum.
“Alhamdulillah, saya ikut bahagia ya mendengarnya. Anaknya cewek apa cowok?” tanya Anton kembali.
“Anak saya cewek dan cowok” ucap Hermawan.
“Jadi anak bapak kembar? Selamat ya pak. Takdir kita memang berbeda ya. Padahal istri kita hamil diwaktu yang sama dan melahirkan juga diwaktu yang sama. Tapi kau lebih beruntung Pak Hermawan karena dapat 2 anak sekaligus, sedangkan saya hanya 1 dan itupun diambil kembali” ucap Anton dengan senyum memaksa.
Sebenarnya Anton merasa iri dengan Hermawan. Walaupun Hermawan tidak memiliki harta dan jabatan tinggi, tapi Hermawan memiliki keluarga yang lengkap dengan hadirnya sang buah hati.
“Tuan Anton, bagaimana jika tuan saja yang merawat salah satu anakku? Tuan anggap saja dia seperti anak tuan sendiri” ucap Hermawan dengan nada sedikit gemetar.
Hermawan tak tau apakah keputusannya ini benar atau salah karena ia hanya berniat ingin membantu dan membalas budi pada atasannya ini. Dan ia pun terpikirkan cara ini sebagai cara untuk membalas semua kebaikan majikannya selama ini.
“Apa bapak serius?” tanya Anton dengan wajah yang terlihat shock.
“Saya serius tuan. Anggap saja ini sebagai balas budi saya atas kebaikan tuan dan nyonya selama ini pada keluargaku. Saya rela menyerahkan anakku asal tuan bisa menyayanginya seperti anak kandung tuan sendiri” jawab Hermawan sambil mengangguk dan tersenyum.
“Oh ya Tuhan mimpi apa aku semalam? Terimakasih banyak Pak Hermawan, dengan begini istriku pasti senang gak akan bersedih” ucap Anton begitu terharu dan senang.
Hermawan ikut tersenyum melihat atasannya terlihat bahagia. Namun senyum itu bukanlah senyum bahagia, tetapi hanya sebuah senyum keterpaksaan dan pilu.
“Istrimu memang tidak akan bersedih tuan, tetapi istriku yang pasti akan sangat bersedih nantinya” batin Hermawan.
Hermawan merasa menjadi suami dan ayah yang jahat. Demi untuk kebahagiaan orang lain, dia tega menyakiti hati istri dan anaknya.
“Ya Tuhan, apakah keputusan hamba ini udah benar? Hamba hanya ingin menolong orang baik ini aja” batinnya lagi.
“Tuan, tapi saya punya permintaan” ucap Hermawan.
“Apa itu pak? Ayo katakan aja, pasti saya kabulkan” tanya Anton yang penasaran.
“Saya hanya ingin biarkanlah istriku yang menyusui anakku walaupun nantinya menjadi anak tuan” ujar Hermawan.
“Baiklah pak, saya tidak keberatan soal itu kok. Lagi pula Anita juga gak bisa memberikan asinya karena dosis obatnya yang terlalu tinggi” jawab Anton.
Hermawan merasa bersyukur setidaknya ia dan istrinya masih bisa bertemu dengan anaknya setiap hari walaupun hanya sebatas untuk menyusui saja.
“Pak Hermawan, saya tanya sekali lagi. Apa bapak serius soal ini? Kalo bapak merasa berat, lebih baik dibatalkan aja pak daripada akan terjadi penyesalan” tanya Anton untuk memastikan kembali keputusan dari Hermawan.
“Saya serius tuan” Hermawan tersenyum tipis. Anton pun menghela nafas panjang.
“Bapak boleh kok mengambil anak bapak kembali, tapi jika suatu hari nanti istriku udah pergi jauh ya pak. Dengan kata lain istriku telah meninggal agar ia tak merasakan kesedihan. Bapak bersedia kan?” ucap Anton pada Hermawan.
Hermawan pun mengangguk dan tersenyum tulus. Walaupun entah kapan waktunya, tapi yang terpenting dia masih ada kesempatan untuk mengambil anaknya kembali.
.
.
.
Flashback OffBERSAMBUNG
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Wasiat Sang Mommy
Novela JuvenilHarap Bijak Dalam Memilih Bacaan..!! Cerita Ini Mengandung Adegan Dewasa..!! ⛔+21