Pencarian

70 12 4
                                    

Author pov

Kakak beradik kecil berusia enam dan lima tahun, Dhawn dan Shawn Chevelier sudah setahun merajuk pada sang ibu, agar ayah dan ibu mereka berkenan mengajak mereka mengunjungi panti asuhan Kasih Bunda Maria. Setelah tanpa sengaja mereka menemukan dua buah foto seorang anak laki-laki yang berusia sekitar satu atau dua tahun dan bayi kecil lucu yang berusia sekitar dua atau tiga bulan, saat mereka sedang membuka-buka halaman album foto keluarga mereka yang mereka temukan di tumpukan buku yang berada di rak milik ayah mereka. Sayangnya sang ibu tak pernah berkenan meski hanya sekalipun membawa mereka kesana.

Di salah satu foto tersebut, mereka melihat sang ibu menggendong keduanya sembari duduk di sofa ruang tengah rumah mereka. Sedangkan di foto yang lain terlihat dua orang laki-laki dan perempuan yang terlihat asing bagi mereka dan juga kedua anak yang sama pula, sedangkan di belakang foto tersebut tertulis nama-nama yang sungguh tidak mereka kenal sebelumnya.

Tidak. Kedua anak itu jelas bukan mereka. Mereka tidak tahu, mereka tidak mengenal kedua anak dan orang-orang dewasa itu. Tentu saja mereka terus merengek dan mendesak sang ibu untuk mengatakan siapa kedua anak tersebut.

Yang kemudian pada akhirnya sang ibu hanya mengatakan bahwa kedua anak itu adalah kakak sepupu mereka. Sedangkan kedua orang itu adalah paman dan bibi mereka yang telah meninggal beberapa tahun lalu karena insiden kecelakaan yang terjadi saat usia Dhawn sama dengan bayi kecil yang ada di foto itu, sedangkan Shawn saat itu masih belum lahir.

Dan ketika usia mereka menginjak remaja, segala cara mereka lakukan untuk mencari keberadaan kedua kakak laki-laki yang tak pernah mereka temui itu. Mulai dari bertanya pada orang-orang yang mereka kenal, yang mungkin juga mengenal kedua kakak mereka. Hingga mendatangi panti asuhan tempat kakak mereka pernah tinggal.

Mereka tak pernah mengerti alasan mengapa keinginan untuk bersua dengan sang kakak terasa begitu besar. Rindu yang entah atas dasar apa, yang membuat mereka enggan untuk berhenti mencari, terutama bagi Shawn si bungsu. Hingga setahun setelahnya saat usia mereka menginjak angka dua puluh tahun, setelah mimpi yang Shawn alami hampir setiap malam. Pencarian atas nama rindu yang terasa aneh di dada anak itu, membuahkan hasil yang nyata.

"Tolonglah kami. Kami berjanji atas nama Bapa di surga, kami tidak akan mengganggu kehidupan mereka" setelah untuk yang kesekian kalinya mereka memohon pada suster kepala di panti asuhan itu.

"Kami hanya ingin bertemu kakak laki-laki kami. Lagipula saat ini pasti mereka sudah dewasa, yang bahkan mungkin mereka memiliki tubuh yang lebih besar dari kami. Jadi bagaimana mungkin kami bisa mengganggu mereka"

Gurat bahagia yang terpampang nyata pada wajah tampan sekaligus cantik kedua pemuda itu. Pada akhirnya mampu membuat suster kepala yang sudah mulai menua itu, tersenyum bangga pada kegigihan keduanya meminta nama keluarga baru kedua kakak laki-laki mereka beserta alamatnya. Dengan tidak lupa mengucapkan terima kasih atas haru yang menyelimuti keduanya saat memeluk suster kepala yang berada di depan mereka, dengan segera mereka beranjak pergi meninggalkan panti asuhan itu.

*****

Shawn pov

Tok. Tok. Tok.

Dua, tiga hingga lima menit berlalu dengan gusar yang tak kunjung mereda di sudut ruang terdalam di hatiku, ketika pintu di hadapanku yang telah ku ketuk beberapa saat lalu kini perlahan telah terbuka menampilkan sosok tegap juga kekar dengan bibir tipis indah miliknya.

Aku tertegun juga terpana pada ketampanan paras milik pria di hadapanku, membuat otak di dalam kepalaku seperti terkena serangan beku seketika. Bagaimana tidak, jika paras itu terlihat tampan juga manis di saat yang bersamaan. Di tambah tubuhnya yang kekar juga tinggi, membuatku terpaksa harus mendongakkan sedikit kepalaku untuk sekedar mengagumi parasnya.

To Be Or Not To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang