Antara Rindu Dan Dendam

54 9 0
                                    

Derap langkap kaki dari seorang pemuda mungil yang terlihat begitu tergesa, terdengar sangat jelas dari kejauhan di tengah malam yang terasa sunyi dan mencekam. Ada kekhawatiran yang bisa terbaca jelas dari setiap langkah yang mengayun di tiap jengkalnya. Lorong panjang rumah sakit pun menjadi saksi atas kekhawatiran yang tercipta pada sosok manusia terkasih yang saat ini tengah menjalani perawatan di rumah sakit ini.

Pemuda itu terus melangkah mengikuti arah yang telah di tunjukkan sebelumnya oleh suster yang sedang bertugas shift malam di lobby lantai dasar. Dia harus segera menemukan sebuah lift yang terletak di sebelah kanan dari ujung lorong dari rumah sakit ini, lift yang akan membawa dia menuju lantai tiga.

Dia yang terus berjalan mencari kamar yang di maksud oleh suster yang tadi, adalah dia yang tidak pernah perduli akan arti dari rasa takut atas hal berbau mistis. Dengan menyoren tas ransel yang selalu dia bawa kemanapun dia pergi, tas yang tidak terlalu berat meski selalu berisi sepasang baju ganti sekedar untuk berjaga ketika dia membutuhkannya secara tiba-tiba.

Setelah menyusuri lorong panjang arah sebelah kiri dari pintu lift yang terbuka, hingga kemudian dia bisa sampai di kamar yang dia tuju. Namun sebelum dia membuka handel pintu yang ada di depannya, dia ingin memastikan kebenaran kamar yang menjadi tujuannya. Karena di area tengah atas daun pintu itu, netranya melihat tiga huruf kapital bertuliskan VIP dan juga tiga angka 306 dibawahnya yang membuatnya seketika menjadi ragu.

"Apa benar ini kamarnya?"

"Tidak mungkin" gumamnya samar.

Celingak celinguk dia melihat ke arah samping kanan yang juga kamar lain, juga sebelah kirinya yang hanya berupa tembok. Dia ingat betul kamar tempat adiknya yang saat ini tengah dirawat, kamar yang di maksud oleh suster yang berjaga di lobby, memang berada di lorong yang paling ujung.

Sedangkan di belakangnya yang ternyata bukanlah sebuah kamar, melainkan ruang untuk para dokter dan suster yang sedang bertugas jaga. Karena terlihat di atas pintu itu terdapat deretan kalimat yang terbaca sebagai ruang khusus untuk dokter jaga, dengan susunan huruf kecil namun tetap terlihat rapi.

Hanya saja dia tak melihat seorang dokterpun atau juga suster yang sedang bertugas malam ini di ruangan itu. Mungkin sedang menangani pasien lain, itu adalah hal pertama yang muncul di pikiran sang pemuda saat ini.

Dia segera membalik badannya lagi menuju kamar tujuannya. Ah, dia sudah tidak peduli dengan benar atau salah atas keputusannya mengetuk dan membuka handel pintu yang ada di hadapannya itu.

Derit suara pintu yang berhasil pemuda mungil itu buka, yang sebenarnya masih tetap terdengar meski dengan sangat perlahan. Nyatanya tetap mampu membangunkan pemuda yang tengah terbaring lemah di atas ranjang pasien disana. Pemuda mungil itu melihat selang infus yang tengah terpasang di pergelangan tangan kanannya.

Hershel mendekati sang pemuda yang tengah berbaring itu, menatap lurus pada netra sang pemuda hanya untuk sekedar memastikan akan kebenaran penglihatannya. Karena sungguh dia tidak bisa percaya jika saat ini dia tengah melihat Shawn yang tengah terbaring lemah disana.

Sekian detik berlalu dengan lelehan bening di kedua netra cantik milik Hershel, setelah dia yakin tidak ada kesalahan dari penglihatannya. Sedang sang adik hanya tersenyum karena melihat sang kakak yang tengah dilanda ketakutan sembari menggenggam erat tangan kirinya yang bebas bergerak.

"Apa yang terjadi?" lirihnya sembari mengecup sayang kening adiknya itu.

Namun bukannya menjawab, sang adik malah menjentikkan jarinya seperti tengah memberi kode yang entah ditujukan untuk siapa, ketika tangannya terlepas dari genggaman erat tangan Hershel. Yang tidak lama setelah jentikan jari Shawn terdengar, dari arah kamar mandi keluar dua pemuda yang seperti sangat dia kenal jika dilihat dari sorot mata kedua pemuda itu.

To Be Or Not To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang