Sebuah cahaya terang sangat menyilaukan mata, sudah hampir membutakan mereka semua yang melihatnya. Cahaya yang jauh lebih terang dari cahaya milik Helios, tapi tetap tak lebih panas darinya. Kehangatan yang justru telah menguar, di balik terang cahaya dari tubuh putra Sang Luna.
"Apa kalian yang membangunkanku?"
Sebuah suara berat kini terdengar jelas di telinga mereka, dari arah sosok putra Sang Luna. Sosok yang sudah meredupkan sinar di tubuhnya, lalu berganti dengan sesosok pemuda tinggi menjulang serta jauh lebih besar dari sosok enam putra Selene, yang kini telah terlihat sangat tampan saat dia memicingkan mata penuh tanda tanya.
"I..iya, paduka"
"Tutup mulutmu, Kronos"
"Jangan berani berkata kasar di depanku, atau ku cincang mulut kurang ajarmu itu sekarang juga"
Tentu saja Erebus hanya terdiam ketika dia mendapati sikap cucunya, yang kini sudah berbeda dengan ke enam cucu yang tidak sekalipun pernah bersikap kasar padanya. Hingga dia ingin menangis di saat itu juga, tapi dia berusaha dengan keras menahan bening untuk luruh membasah di pipinya. Karena yang pantas untuk marah ataupun bersedih, hanyalah ayah dan juga ibunya.
"Siapa namamu?"
"Hamba Kronos, paduka. Hamba yang akan selalu setia melayani anda. Tahta ini milik anda, paduka"
"Paduka? Tahta? Aku suka. Tapi kenapa ini keras sekali? Buat empuk, sekarang!"
Sosok itu tertawa senang, ketika mengerti apa yang dia ucap akan langsung terkabul pada saat itu juga. Hingga dia meminta hal yang tak masuk akal lainnya, tanpa peduli pada manik ibu serta ayahnya yang telah menatapnya penuh dengan luka.
"Anakku, tidakkah kau melihat kami?"
"Mereka siapa?"
Dengan tidak sedikitpun menoleh pada ibu serta ayahnya, dia bertanya tentang orang tua yang telah di lupakannya pada Kronos, yang tidak sejengkalpun dia beranjak pergi dari sisi sosok itu.
"Mereka adalah pengkhianat bangsa kita, paduka"
"Pengkhianat? Masukkan mereka ke dalam penjara sekarang juga!"
"Sabar, paduka. Sebagai raja, selain harus memiliki sikap yang tegas, anda juga harus menunjukkan belas kasih. Kasihi mereka, paduka. Buat sebagai tahanan rumah. Agar mereka tidak akan pergi, sebelum putusan hukuman di jatuhkan"
"Waahh, kau pintar sekali. Kurung mereka di rumah mereka sendiri!"
Sungguh mereka ingin memanggil dengan nama pada sang putra, tapi mereka bahkan tidak pernah sekalipun memikirkan untuk memberi nama pada putra mereka. Hingga mereka hanya berdiri tegak, enggan untuk melangkahkan kaki pergi dari aula utama istana.
"Oh, tidak mau pergi. Atau kalian memang ingin di bunuh?"
Yang di saat itulah, sang putra juga sudah berkenan menatap ke arah mereka. Hanya saja, tatapan manik itu telah jauh berbeda dengan milik enam putra mereka. Hingga beningpun tidak terasa telah jatuh sampai ke atas lantai marmer yang mereka pijak. Sakit. Mereka kesakitan dalam luka.
Hingga Niks yang tetap bisa berpikir waras dengan menarik lengan sang suami, agar pria itu juga membawa anak-anak mereka pergi dari tempat itu. Yang dengan sekuat tenaga, mereka berusaha untuk membawa Selene dan Baldric yang masih menatap ke arah putra mereka dengan sangat lekat.
Dan ketika Erebus dan Niks tidak berhasil membawa suami istri itu, Hiperion dengan Theia mengulurkan tangan mereka. Kedua orang tua itu telah memilih rasa sakit dari sang putri. Hingga sebuah anak panah kini telah menancap erat pada tubuh keduanya, yang enggan berhenti berusaha menyeret anak-anak mereka itu untuk mereka pergi, melarikan diri dari sana, hingga mereka akhirnya sampai di tempat yang jauh lebih aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be Or Not To Be
FantasyPerjalanan mencari jati diri dari enam ksatria bulan yang di hapus ingatannya dan buang oleh dewi bulan ke bumi menjadi enam manusia biasa, karena kemarahan sang dewi atas kesalahan yang tidak mereka mengerti dari titah sang dewi. Mereka harus menca...