Flashback on
Di atas mayapada yang terselimut oleh gelap pekat, mencekam dalam keheningan tanpa kerlingan nakal ribuan kartika. Ketika tak satupun penghuni dunia yang memiliki nyali besar, untuk mengeluarkan sedikit harmonisasi indah nyanyian alam.
Hingga kidung merdu lantunan ayat doa alam semesta, sedikitpun tidak terdengar oleh telinga-telinga yang telah tertutup rapat oleh ribuan kata tak bermakna. Di antara hembusan ringan nafas sang bayu, yang saat ini menyusup lembut dalam setiap selaput tipis kulit mereka.
Kulit dari dua anak manusia yang berada di hadapan perempuan ayu menawan, yang merekahkan kedua ujung bibir tipis miliknya sembari mengulurkan kedua telapak tangan menyentuh pucuk kepala mereka berdua.
Dua pemuda yang tengah berlutut menundukkan kepala mereka di hadapan wanita itu, dengan netra keduanya yang juga telah menyala merah. Netra seperti milik sosok predator yang tidak akan pernah bisa di temui di sirkus manapun di seluruh dunia, predator yang tidak akan pernah bisa di latih oleh manusia manapun.
Netra setajam belati kedua pemuda itu terlihat seakan siap memangsa buruan yang telah dia intai, dengan dia yang tengah mengendap pelan dan tersamar oleh ribuan ilalang di kejauhan arah sang mangsa.
Hanya saja, saat ini kedua pemuda itu tengah menatap lurus pada sebuah kilasan-kilasan selayak film, yang tengah di putar di layar kaca dan bukannya mangsa yang tengah mereka buru, dan mereka melihat kilasan itu dengan tidak sedetikpun mengerjapkan mata mereka.
Hingga segala rasa, kemudian telah berpadu bergemuruh di dalam dada kedua pemuda itu. Di mana rasa takut, amarah, luka dan juga penyesalan bersatu tanpa mereka tahu asal muasal dari semua rasa di dalam dada mereka berdua.
Satu-satunya hal yang bisa mereka rasakan hanyalah, hati mereka yang kini berkelit sakit. Seakan tertancap ribuan anak panah para pemburu di hutan liar, yang melesat kemudian bersarang tepat di jantung mereka berdua.
Lolongan keras yang juga hendak mereka raungkan terpaksa tercekat di dalam mulut-mulut mereka, teredam oleh buliran bening yang tertumpah begitu saja pada kedua sudut mata mereka, sebagai sebuah gambaran kesedihan yang telah berkecamuk dalam relung hati mereka.
"Semua yang baru saja kalian lihat, adalah kebenaran jati diri kalian semua, kalian berdua juga saudara kalian yang lain"
Ratapan mereka tertahan oleh lembut suara wanita yang tengah menyapa ruang rungu keduanya, sembari wanita itu melepaskan kedua tangannya atas sentuhan lembut pada pucuk kepala kedua pemuda di hadapannya.
"Mo...hon maaf, si...apakah anda?"
"Mengapa kami melihat anda ada disana?"
Bergetar suara salah satu pemuda itu ketika memberanikan diri untuk bertanya, saat netra keduanya telah kembali menghitam seperti sedia kala.
"Aku adalah dewi bulan, penguasa seluruh bumi seisinya. Jika kalian bertanya apa yang terjadi dan siapa sebenarnya kalian semua, maka kalian harus menemukan sebuah bejana antik pengungkap kebenaran yang saat ini berada di Lainate, Italia"
"Bejana?"
"Apa maksud anda?"
"Ikuti naluri kalian untuk merasakan keberadaan bejana itu, karena aku telah menyimpan semua ingatan kalian di dalamnya. Bejana itu nanti satu-satunya yang akan membuka seluruh ingatan kalian, tentang apa yang terjadi juga tentang siapa aku bagi kalian"
"Sekarang pergilah. Semakin cepat kalian menemukannya, maka akan semakin cepat kehancuran dunia ini di hentikan"
"Kehancuran dunia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be Or Not To Be
FantasyPerjalanan mencari jati diri dari enam ksatria bulan yang di hapus ingatannya dan buang oleh dewi bulan ke bumi menjadi enam manusia biasa, karena kemarahan sang dewi atas kesalahan yang tidak mereka mengerti dari titah sang dewi. Mereka harus menca...