First Victory

34 7 0
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, namun mereka masih belum juga berhenti bertarung melawan kelelawar itu. Termasuk Sheya yang setelah melihat dua ayahnya, dengan sangat cepat dia menuju ke arah rooftop gedung apartemen tempat mereka tinggal, kemudian mengerahkan kekuatan pikirannya kembali, agar dia bisa membunuh kelelawar itu dalam jumlah yang lebih banyak.

Dia juga segera mematikan lingkaran api, yang sejak tadi telah mengelilingi tubuh ke dua ayahnya. Yang mana dapat di lihat oleh ke dua ayahnya itu, sebagai burung yang tengah mengepakkan sayap dan berkicau sangat lantang, hingga pada akhirnya api itu bisa padam.

Mereka hanya tidak tahu, jika Sheya yang sudah menggunakan kekuatan pikirannya dengan memanipulasi pikiran Hephaestus, sang dewa api, dengan menghadirkan ilusi dewa air tertinggi di hadapannya, Poseidon sang penguasa lautan.

"Mengapa burung itu mendekati kita? Dia juga membantu kita dengan membunuh semua kelelawar yang berada di sini. Tapi kenapa dia mematikan lingkaran api kita?"

"Entahlah, tapi kita berdua tetap harus berhati-hati"

Jika saja keadaan tidak segenting ini, dia pasti sudah tertawa ketika dia mendengar kalimat yang di ucapkan oleh ke dua pria paruh baya itu, dengan dia yang memilih untuk mengubah wujudnya terlebih dahulu menjadi Salvio yang sudah keduanya kenal. Yang sebelumnya, dia juga telah membuat benteng perlindungan tidak kasat mata di tubuh masing-masing mereka.

"Vi..vi..o"

"Benar, pa. Ini Vio. Ini adalah sebenarnya jati diri Vio dan yang lainnya. Vio tidak bisa menjelaskannya sekarang, lebih baik kita bertiga kembali ke unit kita lebih dulu"

Ke dua pria itu menurut begitu saja, meski mereka tetap di landa oleh pertanyaan dan kebingungan yang sama di hati mereka. Ke dua pria itu juga telah mengikuti langkah kaki Sheya, yang kini menuju lorong lantai teratas gedung apartemen setelah mereka dan menutup kembali pintu rooftop itu.

"Lift penuh kelelawar, sebaiknya kita lewat tangga utama saja"

"Bagaimana dengan tangga darurat?"

"Di sana juga sama saja, nak. Setelah kami memancing mereka menuju ke sana, kami segera menutup pintu dan menguncinya. Sekarang kami hanya bingung, bagaimana cara membunuh ratusan kelelawar itu"

"Kenapa kalian nekat melakukan ini?"

"Karena kami tidak bisa, jika harus duduk diam dan hanya melihat mereka memburu sesama kita"

"Baiklah, Vio mengerti"

Namun ketika mereka bertiga baru empat lantai turun menuju ke arah unit mereka, sedangkan tiga unit mereka berada di satu lantai lagi setelah ini. Dengan jelas mereka melihat banyak kelelawar, yang bergerak menuju ke arah mereka dari arah tangga utama juga dari arah lantai di atas mereka.

"Sial. Sepertinya para kelelawar keparat itu sudah berhasil mendobrak pintu rooftop dan juga pintu utama"

"Kita harus bersiap menghadapi mereka lagi. Ken, Vio, kalian siap"

"Kau juga jangan sampai lengah, Tobia"

"Baiklah. Kalian tidak akan bisa melawan Ulfberht milikku. Mati kalian?!"

Sheya berteriak sangat keras setelah dia mendengar suara ke dua ayahnya, sembari meletakkan kepalan tangannya di sisi kiri pinggangnya sendiri, yang secara ajaib kini mengeluarkan pedang panjang miliknya di depan kedua pria itu, pedang yang dia beri nama Ulfberht, pedang kesayangannya.

Kedua ayahnya juga telah menyiapkan diri menyambut kelelawar yang sudah semakin mendekat ke arah mereka, dengan senjata yang telah mereka pasang peredam suara. Kemudian menembak kelelawar-kelelawar yang baru saja datang itu, dengan terlebih dahulu membidik mereka agar mereka bisa menghemat peluru yang tinggal beberapa butir saja.

To Be Or Not To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang