Kebahagiaan

29 8 0
                                    

Fajar di ufuk timur perlahan mulai mengedarkan kelembutan cahaya indahnya, di sertai dengan merdu kokok ayam jantan yang saling bersahutan meski hanya terdengar samar, serta alunan nada nyanyian makhluk-makhluk di seluruh penjuru alam.

Namun di antara riuh rendah kidung sang pagi. Di sana, enam orang pemuda tampan yang semalaman penuh sudah bergelung bersama. Saling rengkuh satu sama lain, tanpa peduli siapa yang berada di samping kanan atau kiri mereka masing-masing.

Di bawah kehangatan selimut tebal pembungkus tubuh mereka, dari sentuhan udara dingin yang sejak semalam telah menerobos masuk melalui celah-celah tirai jendela yang memang sengaja di biarkan sedikit terbuka.

Mereka masih di sana, belum memiliki keinginan untuk menegakkan tubuh, meski hanya sekedar untuk duduk. Karena yang sebenarnya, tidak ada satupun dari mereka berenam yang bisa sekejapun memejamkan mata, akibat dari mimpi aneh yang melahirkan kalimat tanya, yang sangat membingungkan mereka.

Tanda tanya tentang bagaimana atau apa yang kini harus mereka lakukan, untuk mengungkap misteri yang telah menyelimuti mereka semenjak usia mereka menginjak angka ke dua puluh. Misteri yang tak juga mendapat titik terang, meski sudah bermalam-malam mereka lalui dalam pencarian jawaban dari pertanyaan di benak mereka.

Tentang siapa mereka sebenarnya?

Atau siapa pria bertudung itu?

Di tambah lagi misteri kartu yang muncul dari dalam mimpi si sulung, Refanka. Yang mana, pemuda itu masih saja belum mempercayai apa yang terjadi padanya, dengan kemunculan kartu yang dia yakini berada dalam buah apel yang baru dua kali dia gigit.

Mungkin benar apa yang di katakan oleh Salvio, adiknya. Jika mereka harus bersabar menunggu petunjuk lain, yang sepertinya hanya berasal dari mimpi-mimpi mereka. Dengan kata lain, mereka tak perlu repot-repot lagi keluar masuk semua perpustakaan, demi mendapatkan petunjuk dengan mengandalkan buku-buku atau juga arsip lama.

Karena kenyataan bahwa mereka tak menemukan satupun petunjuk yang berarti, meski mereka berlima sudah melakukannya. Termasuk mendatangi seluruh museum yang memiliki koleksi berbagai macam prasasti atau juga benda-benda peninggalan dari masa sejarah.

"Kita tidur lagi saja, kak. Siapa tahu nanti mimpi lagi" celetuk si bungsu tiba-tiba.

"Nggak gitu juga, dek. Udah pagi sekarang"

"Yang bilang masih malam juga siapa, Kak Refan?"

"Serah, deh"

Entah darimana anak itu bisa punya ide konyol seperti itu, sebuah ide yang mungkin hanya akan muncul sekali dalam beberapa minggu. Lain halnya dengan Salvio, yang setiap saat serta dimanapun bisa melakukan sesuatu atau berbicara hal-hal aneh di luar nalar kebanyakan manusia normal.

"Tapi, Shwan bener lho!"

"Ini lagi, mending diam saja deh"

"Heh, kucing garong. Dengar ya, tidur itu membuat kita menghemat tenabha bhan bhubha bhenbhabha bhebebhabhab bhibha...."

Membuat semua tertawa tergelak, ketika Salvio tetap tak mau berhenti bicara, meski tangan besar Lyndon sudah berusaha menutup mulutnya erat.

"Aaahhh. Sakit bego"

"Salah sendiri. Siapa suruh nutupin bibir aku yang cantik dan seksi ini?"

"Kak Vio, nggak boleh gitu"

"Trus gimana, dek?"

"Apapapap"

Tanpa peringatan, pemuda tampan itu menggigit punggung tangan sang kakak. Yang tentu saja, tidak akan pernah di balas oleh kakaknya itu. Serta hanya meringis menahan sakit, sembari mengepalkan tangan satunya, seperti hendak membalas tapi tidak sampai mengenai orang yang bersangkutan.

To Be Or Not To BeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang